DUA PULUH DUA

1.7K 374 56
                                    

Terima kasih kemarin kamu sudah memberikan semangat untukku :-) Buat hari ini, aku tunggu lagi ya di kolom komentar. Love, Vihara :-) Pleaseee, supaya ada yang kubalas-balas di minggu malam.

Love, Vihara. (WhatsApp 083155861228, IG/TikTok/Twitter/FB ikavihara)

***

Malissa meletakkan nampan di meja. "Kenapa kamu nggak pernah datang ke toko? Banyak yang nanyain kamu."

Lamar menggeram putus asa. "Aku nggak bisa datang ke sana karena ... Malissa, aku.... Aku minta maaf karena—"

"Don't! Itu sesuatu yang nggak ingin kudengar. Seseorang menciumku, lalu menyesal dan minta maaf padaku. Asal kamu tahu, aku nggak sembarangan mengizinkan orang lain menyentuhku, apalagi menciumku. Walaupun aku selalu berpikir bibirmu seksi dan aku ingin tahu seperti apa...." Malissa mengatupkan bibirnya rapat-rapat, sadar sudah kelepasan bicara.

Sudut bibir Lamar terangkat naik dan sepasang mata birunya memandang tepat ke bibir Malissa. "Jadi menurutmu ... bibirku seksi?"

"Mungkin kamu memang harus minta maaf, karena menggunakan bibir itu untuk menggoda siapa saja!"

"Bukan siapa saja, Malissa, hanya seseorang yang ... kurasa bibirnya seksi juga."

"Kamu bermain-main dengan perasaanku, Lamar! Kamu sendiri yang ngotot ingin kita berteman, lalu kamu seenaknya menciumku seperti itu!"

"Jadi aku saja yang bersalah dalam ciuman itu? Kamu nggak?"

"Bukan itu masalahnya! Kenapa kita jadi ngomong nggak penting begini?"

"Aku memang mau minta maaf, tapi bukan untuk ciuman kita."

"Huh?" Malissa memandang Lamar tidak mengerti.

"Aku minta maaf karena aku ingin menciummu sejak kita pertama kali bertemu dan aku menyesal nggak segera melakukannya."

Malissa mengembuskan napas keras-keras. Kalau gelas di depannya tidak terbuat dari kaca, pasti sudah terbang tinggi. "Setiap orang punya keinginan, Lamar. Untuk berbuat bodoh. Bahkan ingin membunuh orang lain, kalau sedang sangat kesal. Tapi selama keinginan itu nggak diwujudkan, nggak akan ada masalah."

"Itu masalahnya, Malissa. Kalau kamu nggak menciumku duluan sore itu, cepat atau lambat aku akan membuat kesempatan untuk menciummu. Mau kita memaknai apa pun, ciuman itu sudah mengubah apa yang ada di antara kita. Aku nggak sembarangan mencium seorang wanita. Sampai hari ini, nggak sampai lima wanita. Dia harus benar-benar spesial. Aku harus tahu dia memiliki keinginan yang sama."

"Kiss me, and you'll know how important I am."

"Kamu memintaku menciummu lagi?"

"No, no, no. Itu hanya kutipan dari novel yang pernah kubaca. Saat dua orang, laki-laki dan wanita dewasa, berteman, dan mereka ingin tahu apakah ada rasa di antara mereka, mereka bisa mengetesnya dengan ciuman." Malissa menyeruput es kopi pandannya. Untuk membuat suhu badannya, yang naik karena membicarakan ciuman, turun kembali.

"Jadi kamu menciumku karena ingin tahu seberapa pentingnya diriku untukmu?"

"Kamu yang menciumku, Lamar! Astaga, harus diulang berapa kali sih?! Tapi aku nggak menyesal kamu mengubah arah kepalamu, jadi aku bisa sekalian membuktikan kalimat itu."

"Apa jawaban yang kamu dapat?"

"Kamu penting."

"Tapi nggak cukup penting karena kamu nggak mau kencan denganku."

"Berteman lebih baik untuk kita berdua. Kamu sendiri yang bilang."

"You are friend zoning me?" Ini baru pertama terjadi di hidup Lamar. Ajakan kencannya ditolak. Sebelumnya tidak pernah ada sejarah demikian.

RIGHT TIME TO FALL IN LOVEWhere stories live. Discover now