TUJUH BELAS

1.8K 391 46
                                    

OM MAMAR KAPAN PUNYA ANAK? Hehehe.

Jangan lupa tinggalkan komentar untukku ya. Aku akan membaca dan membalasnya. 

Folow Instagram ikavihara, kalau kamu mau berteman denganku di sana :-D

***

"Sudahlah. Jangan banyak bicara. Beresin. Mau hujan."

Ini kali kelima Lamar muncul di Toko Kita Bersaudara. Sering Malissa menugasi Lamar mengambil barang-barang yang diselamatkan oleh orang-orang. Seperti hari Kamis kemarin, Lamar menjemput sabun-sabun organik dari sebuah UMKM. Aroma alpukat dalam sabun tersebut—menurut pemilik usaha—tidak terlalu disukai konsumen. Body lotion dengan aroma pisang juga sama. Jadilah hari Sabtu ini Toko Kita Bersaudara mengadakan giveaway lagi. Khusus untuk para wanita. Selain sabun dan body lotion, juga dibagikan pakaian dalam. Semua dalam kondisi baru. Hanya saja modelnya sudah tidak trend lagi.

Kali ini Lamar sangat bijaksana dengan datang saat giveaway sudah selesai. Para remaja putri dan wanita dewasa bisa enggan memilih pakaian dalam kalau ada laki-laki muda—yang ganteng banget menurut mayoritas pengunjung toko—berada di sekita mereka.

"Lissa, aku bawa makan siang untuk kita semua." Lamar mengacungkan beberapa kotak piza, disambut sorak girang para relawan.

Tentu saja Indri yang terlihat paling bahagia, karena belum pernah makan piza. Lamar menyerahkan kotak tersebut kepada Indri, lalu bergabung bersama relawan lain membereskan meja, kursi dan tenda.

"Thank you. Tapi kayaknya kamu nggak akan kebagian. Kecuali kamu cepat makan."

Lamar menyeringai. "Bagus dong. Aku bisa pergi makan sama kamu nanti."

Malissa tertawa kemudian berlalu untuk menyambut seseorang yang baru turun dari motor. Ada karung terikat di jok belakang motor.

"Selamat siang. Ada yang bisa saya bantu?" Malissa memasang senyum terbaiknya. Siapa saja harus merasa diterima saat berada di toko ini. Apa pun latar belakangnya.

"Siang, Bu. Saya mengantar payung." Laki-laki tersebut mengenalkan dirinya sebagai satpam dari sebuah supermarket, yang ditugaskan salah satu manajer untuk datang ke sini. "Banyak yang datang bawa payung, ditaruh di dekat pintu, tapi pas pulang hujan reda, payungnya lupa nggak dibawa. Sudah lama nggak diambil. Semua masih bagus."

"Oh." Senyum Malissa semakin lebar. "Ini ... anak-anak pasti senang banget. Mungkin mereka perlu buat ngojek payung. Kalau punya dua nggak perlu hujan-hujan. Terima kasih sudah ingat kami."

"Sama-sama, Bu. Saya pamit dulu."

"Apa ini?" Lamar mengangkat karung tersebut ke dalam toko.

"Payung. Lagi musim hujan begini. Kalau bisa dapat jas hujan juga pasti bakal lebih baik buat anak-anak yang ngojek payung. Kalau hujannya deras, pakai payung lebar juga tetap basah lama-lama." Malissa meneliti satu per satu payung. Semuanya dalam kondisi sempurna. "Besok kupikirkan gimana cara dapat jas hujan."

"Kamu nggak pernah berhenti melayani semua orang ya?" Lamar mengulurkan tangan, seperti hendak menyentuh Malissa, kemudian menarik tangannya kembali.

Di dalam hati Malissa mendesah kecewa. Ini semua karena ibu mertuanya. Yang mengatakan tidak menutup kemungkinan—besar kemungkinan malah—teman menikah dengan teman. Leah juga salah. Karena menegaskan bahwa teman baik adalah kandidat pasangan terbaik. Tetapi yang paling salah adalah Lamar. Setelah menceritakan secuil masa lalunya yang pedih dan kelam kepada Malissa, kini Malissa merasa dirinya dan Lamar semakin dekat secara emosional. Tanpa bisa dicegah, hati Malissa berbunga-bunga mengingat pembicaraan mereka siang itu. Di antara semua manusia di dunia ini, Lamar memercayakan rahasianya kepada Malissa.

RIGHT TIME TO FALL IN LOVEWhere stories live. Discover now