DUA PULUH

1.7K 385 55
                                    

Hello. Aku terlambat update. Seharusnya semalam, tapi semalam aku lelah jiwa dan raga :-) Jadi aku memilih istirahat dan nggak menyentuh laptop sama sekali. Bagi semangat untukku dong, dan biar jumlah komentar cerita ini bisa sampai 1K. Biar interaksinya baik dan ramai. Itu akan sangat berarti untukku, kalau kamu mau meninggalkan komentar. It is easier than writing this long butt story :-(

Thank you. Love, Vihara(IG/Twitter/FB/Tiktok ikavihara, WhatsApp 083155861228)

***

Ya Tuhan, kenapa ujian hidup harus seberat ini. Tidakkah Lamar sudah cukup menderita dengan kehilangan wanita yang dicintainya? Kenapa masih ditambah dengan kehadiran Malissa, wanita yang menghilangkan akal sehat Lamar, hanya dalam kurun waktu tiga bulan setelah meninggalnya Thalia?

Kalau cinta sejatinya bisa hilang dalam waktu sekejap mata, tidak tertutup kemungkinan cinta selanjutnya akan datang dalam waktu yang tak kalah singkatnya. Tidak. Tidak. Terlalu cepat membicarakan cinta saat ini. Lamar menggeram frustrasi, berusaha menyensor satu kata itu dari pikirannya.

Ponsel Lamar kembali bergetar pendek. Pesan dari Elmar masuk lagi.

Life is about the journey and you have your own path to follow. Kamu tdk perlu mengikuti jalan yg sudah dilewati oleh orang lain atau jalan yg dipercaya orang lain harus kamu lewati. When you feel the time is right, take the next step.

***

Lima hari sudah berlalu dan tidak ada tanda-tanda Lamar muncul di toko. Relawan-relawan senior—dari segi usia, bukan lamanya mengabdi di sini—termasuk Oma Shelly selalu bertanya kapan si ganteng datang lagi. Jawaban Malissa hanya satu, mungkin Lamar sibuk. Biasanya para Oma dan Opa akan membahas betapa baiknya Lamar kepada mereka. Atau betapa beruntungnya wanita mana pun nanti yang akan menikah dengan Lamar. Beberapa di antara mereka berniat mengenalkan Lamar dengan cucu mereka.

Saat Lamar menciumnya, di halaman toko, disaksikan seekor kucing dan mungkin orang lewat, untuk sejenak Malissa menikmati hidupnya. Bukan sebagai seorang ibu, founder toko, atau apa pun. Melainkan sebagai seorang wanita yang sangat menarik, hingga ada laki-laki luar biasa yang tertarik menjalin hubungan dengannya. Seorang laki-laki yang dia inginkan sejak pertemuan pertama, bukan, sejak sebelum bertemu dan hanya melihat fotonya di Surat Izin Mengemudi—

"Mama!!!" Anna, yang tadi bermain rumah boneka, kini berdiri di depan Malissa. Kedua kepalan tangan mungilnya menempel di pinggang.

Di meja rendah di depan Malissa, Andre sedang membangun sesuatu. Menara yang tinggi. Tadi Andre memberi tahu Malissa tapi Malissa lupa apa nama bangunannya.

"Kenapa, Sayang? Anna tanya apa tadi?" Malissa berusaha fokus pada anak-anaknya.

Having it all means giving it all. Adalah salah satu prinsip hidup yang dijalankan Malissa dengan taat. Malissa tidak pernah setengah-setengah menjalankan setiap perannya, agar bisa mendapat hasil maksimal. Seratus persen menjalankan tugas sebagai manajer toko dan penasihat gerakan Selamatkan Makanan. Seratus persen menjalankan tugas sebagai ibu. Seratus persen menjalankan tugas sebagai pendidik—meski tak lagi di ruang kelas, tapi melalui tulisan. Semua harus seratus persen pada satu waktu, sebab sama-sama penting.

Bertahun-tahun Malissa melatih dirinya agar lihai mengganti fokus. Seratus persen pada apa yang ada di depannya. Saat di rumah atau di mana pun bersama anak-anaknya, maka perhatian Malissa pun seratus persen untuk mereka. Demikian saat di toko. Atau di depan laptop menyelesaikan tulisannya. Selama ini Malissa selalu berhasil. Transisi dari toko ke anak-anak dan sebaliknya selalu berjalan mulus.

Tetapi sejak Lamar datang ke dalam hidupnya, atau Malissa yang sengaja datang ke hidup Lamar, Malissa kehilangan kendali atas dirinya sendiri. Semua tatanan yang disusun Malissa sejak si kembar lahir, berantakan. Apalagi setelah ciuman pertama mereka. Pikiran Malissa dipenuhi Lamar, Lamar, dan Lamar saja.

RIGHT TIME TO FALL IN LOVEDonde viven las historias. Descúbrelo ahora