"Bundaaaaaaa", panggil Sesha menuruni tangga. Iya hanya bundanya, karena ketiga abangnya jika disiang hari tidak ada di rumah. Sibuk bekerja.


"Kenapaaaaaa"  balas Aquilla berjalan meninggalkan kandang kelinci miliknya, menghampiri Sesha yang menyengir.

"Bunda, Sesha mau keluar bentar. Boleh nggak?", tanya gadis itu.

"Mau kemana?", tanya Aquilla sambil mencuci tangannya di keran samping rumah.

"Bunda masih ingat tentang insiden saat Sesha nabrak bapak-bapak?", tanya Sesha.

Aquilla mengangguk.
"Tahu lah, itu kan masa-masa kamu ujian dulu. Masa-masa kamu nyusahin bunda. Masa bunda lupa", ujar santai Aquilla membuat Sesha mendengus.

"Dahlah", renggut Sesha.

"Iya-iya bercanda. Trus jadi?", tanya Aquilla.


"Sesha tadi udah liat bapak yang dulu Sesha tabrak dan sekarang pake kursi roda. Boleh kan Sesha bertamu ke rumahnya?", ujar Sesha mengutarakan maksudnya.


"Boleh, emang kamu tahu alamat rumahnya?", tanya Aquilla.

Sesha mengangguk.
"Tahu kok bun, anaknya itu salah satu temen satu sekolah Sesha", ujar Sesha.


"Yaudah sana, hati-hati. Bawa motor atau diantar sama sopir?", tanya Aquilla.

"Bawa motornya aja", jawab Sesha.


***


"Nakk, udah jangan marah-marah terus. Ayah minta maaf karena udah jemput kamu. Ayah cuman mau ngabulin permintaan kamu yang katanya pengen dijemput kalau pulang sekolah, seperti kebanyakan teman-teman kamu. Sekarang kamu makan ya? Lauknya bukan garam lagi kok. Ayah dapat sedikit rezeki sehingga bisa beli daging", bujuk seorang pria dengan lembut.


Esterlla berdecak dan langsung mematikan ponselnya.

"Ayah nggak ngerti? Aku bilangnya waktu itu mau dijemput seperti teman-teman aku kalo dijemput. Ayah mereka itu keren-keren, nggak ada kekurangannya. Mereka jemput anaknya itu pake mobil mewah terus penampilannya berwibawa. Tau nggak?! Ayah tadi permaluin aku! Sakit ayah dipandang rendah karena miskin!", ujar Esterlla.


Pria itu, Bram menghela napas. Dia berusaha tersenyum menghadapi sikap putri kesayangannya.

"Yaudah maafin ayah yah nak, lain kali ayah nggak bakalan ngulang", ujar Bram dengan begitu lembut.

"Emang nggak boleh ngulang! Emang ayah mau permaluin aku terus?!", kesal Esterlla.

"Iya nak iya. Sekarang makan ya? Ini udah mau sore, kalau telat makan nanti sakit", ujar Bram.

Esterlla berdecih sinis.
"Udah nggak selera", ketus Esterlla yang langsung beranjak menuju pintu.

"Mau kemana nak, makan dulu", ujar Bram mengejar anaknya.

"Makan sendiri!", balas malas Esterlla lalu membuka pintu.

Sesha langsung kaget saat dirinya yang baru saja ingin mengetok pintu, kini harus menggantungkan tangannya di udara, saat pintu kusam itu sidah duluan dibuka.


"Hai", sapa Sesha dengan bahagia.

Esterlla menatap penampilan gadis itu dari atas sampai bawah dengan alis terangkat, lalu tak lama kemudian gadia itu menatap tak suka pada Sesha.


"Ngapain lo? Pergi", usir Esterlla bahkan sebelum Sesha sempat menginjakkan kaki di rumahnya.


"Gue mau ketemu ayah lo", ujar Sesha.


Esterlla berdecih.
"Mau apa? Mau ngasih sumbangan sama ayah gue? Kasihan?", tanya remeh Esterlla.


"Esterlla, bawa masuk temannya"

Bram datang dari belakang, membuat Sesha tersenyum lega saat sudah bertemu dengan orang yang ia cari.



"Orang yang tersesat ayah, nggak usah dibawa masuk", celetuk sinis Esterlla.


"Halo bapak", ujar Sesha langsung melewati gadis itu, menyalim tangan pria itu, mengabaikan aura tak enak milik Esterlla.

Bram tersenyum manis.

"Saya Sesha, anak SMP yang dulu nambrak bapak", ujar jujur Sesha.

"JADI LO YANG BIKIN AYAH GUE LUMPUH?!", ujar panas Esterlla dan langsung mendorong Sesha, membuat gadis itu kehilangan keseimbangan. Untung saja ada tubuh wanita yang menahan tubuhnya dari belakang.



Sesha langsung meminta maaf pada wanita yang tak lain ibu dari Esterlla, yang dibalas dengan bahasa isyarat dari gerakan tangannya, yang sama sekali tidak dimengerti oleh Sesha.

"Istri saya bilang sama-sama dan maafkan atas sikap Esterlla", ujar Bram saat membaca raut bingung Sesha.


"Ayo duduk", ajak Bram.

Sesha langsung mengambil duduk di sebuah kursi plastik dengan sopan.

"Pergi dari sini! LO MAU APA KE SINI? MAU NGEJEK GUE?", tanya tak senang Esterlla.

"Esterlla, diam nak. Kamu tidak boleh menuduh seseorang", peringat Bram.

Livia, ibu Esterlla itu ikut duduk di samping Sesha. Wanita itu mencolek lengan Sesha dengan senyum manisnya. Livia mulai mengerakan jarinya dengan lihai.

"Istri saya bilang, kamu anak cantik dan baik hati. Dia mau tahu kenapa kamu bisa tahu rumah bapak", ujar Bram menerjemahkan.

"Makasih pujiannya bu, ibu juga sama kok. Aku tahu tempat ini karena aku salah satu teman Esterlla di sekolah", ujar Sesha.

"Gue bukan temen lo", sela Esterlla.

"Esterlla", peringat Bram.

"Eh iya lupa, aku bawa sedikit buah tangan", ujar Sesha menyerahkannya pada Livia.

"Terima kasih nak", ujar Bram.

"Sama-sama bapak"

"Ayah?! Kenapa nggak diusir sih?! Dia yang udah bikin kaki ayah lumpuh", ujar marah Esterlla.


Bram tampak mengela napas melihat sikap putrinya.

"Nak, di sini itu Sesha tidak bersalah. Yang salah itu ayah karena nerobos lalu lintas yang sedang ramai. Ayah yang bodoh karena keliru menyeberang saja untuk mengantarkan sarapan kamu, yang kamu tidak ingin bawa padahal belum sarapan dari rumah" ujar Bram.

"Halah! Tetep aja dia nabrak ayah! Dan dia yang udah bikin ayah lumpuh!"




Bersambung.....

Destiny Line [END]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ