"Iya, cuman sakit biasa kok", ujar Sesha.

"Udah minum obat? Kalo nggak biar gue ambil di ruang kesehatan", tawar Winnie dengan senyum manisnya.

"Oh itu, udah kok", ujar canggung Sesha.

"Yaudah, lo udah makan?", tanya Winnie tak mau kehabisan topik.

"Ini", ujar Sesha menunjuk nampan miliknya dengan dagu.

"Mau nambah? Biar gue pesen buat lo. Lo kalau baru sembuh harus makan makanan berkhasiat, iya nggak girls?", ujar Winnie.

"Betullll", jawab serempak keempat temannya yang mengapit Amber di tengah-tengah.


"Nggak usah, makasih. Udah kenyang kok", ujar Sesha.

"Oke oke. Ngomong-ngomong bang Bian apa kabar?", tanya Winnie dengan semangat.

"Dia baik kok", jawab Sesha.

"Gue titip salam ya", ujar Winnie dihadiahkan anggukan dari Sesha.


"Kita temen kan?", tanya tiba-tiba Winnie.

"Ha?", ujar ngelag Sesha.

"Iyakan? Kita temen?", ujar Winnie dengan senyum kalemnya, padahal cuman settingan di depan calon ipar.

"I-iya?", ujar Sesha antara bingung dan ragu.

"Jadi boleh dong gue main ke rumah lo", tutur Winnie membuat wajah Sesha melongo.

"Ah ahahaha boleh-boleh", ujar Sesha. Padahal dirinya ingin menolak, namun saat melihat reaksi Winnie yang berharap membuatnya tidak tega.

"Oke, kapan-kapan gue kabarin kalau gue mau main", ujar putus Winnie dengab wajah yang begitu cerah, seperti baru saja menerima segepok uang.


***

"Lo belum bawa sepeda?", tanya Sophia sambil menunggu Sesha yang menyusun bukunya ke dalam tas. Bel baru saja berbunyi 5 menit lalu, menandakan siswa sudah bisa pulang ke rumah masing-masing.

"Belum, bunda nggak izinin", ujar Sesha.

"Terus lo gimana? Mau nebeng nggak?  Hari ini gue bareng Ares", ujar Sophia.

"Ogah ah, nanti gue gamon liat acara mesra-mesranya", celetuk jujur Sesha sambil memakai tasnya.

Sophia menoyor dahi Sesha dengan gemas.
"Dihh, terus lo bareng siapa? Kevin?", tanya Sophia.

"Iya, bunda udah rekrut Kevin jadi sopir gue selama seminggu", kekeh Sesha saat mengingat wajah masam Kevin saat di beri amanat demikian.

Lelaki itu kesal, karena waktunya untuk keluyuran saat pulang sekolah sedikit terganggu. Namun apalah daya, tante dan mamanya adalah monster yang tidak bisa dielakan perintahnya.


Keduanya gadis itu beriringan menuju parkiran dengan tangan yang saling bergandengan.

"Gue duluan ya, Ares udah nunggu di gerbang", ujar Sophia sambil menunjuk sebuah mobil di depan sana.

"Iya, sana lo", usir Sesha.

"Byeee Ses", ujar Sophia melambaikan tangan sebelum berlari mendekati mobil milik pacarnya.

Sedangkan Sesha memilih berjalan ke depan sekolah, memutuskan menunggu Kevin yang tak junjung datang di depan sana.

Saat sedang asik bermain ponsel, mengscrool media sosialnya dengan santai, secara cepat tubuhnya ditarik, lalu menindih sesuatu. Bunyi pintu yang tertutup menyadarkan keterkejutan Sesha dari sana.

Mata gadis itu membola, saat dirinya sudah ada di dalam mobil bersama seseorang yang tidak ia inginkan kehadirannya.

"Turunin gue!", berontak Sesha berusaha membuka pintu, namun saya ushanya tidak membuahkan hasil, karena pintu itu sudah terkunci.

Sesha beralih kembali menatap tajam Sky yang masih santai sambil memejamkan, jangan lupakan tubuh yang bersandar dengan damai pada kursi. Sedangkan di kursi kemudi di depan sana, ada Advent yang setia mengendarai mobil mewah itu.

"TURUNIN GUE ATAU GUE TERIAK?", ujar Sesha.

"Kamu memang sedang berteriak Lucyasesha", ujar Sky tanpa merubah posisinya yang terpenjam.

"Turunin gue!!!", ujar Sesha.

"Tidak bisa", jawab enteng Sky.

"Turunin nggak? Nggak usah sok kenal deh! Cepet turunin gue!!!!", ujar Sesha yang mulai kehabisan stok kesabaran.

Dirinya seperti dimainkan oleh takdir sekarang. Pikirannya menolak untuk sekedar berhadapan dengan lelaki itu, namun hatinya berkata sebaliknya. Bingung, ia ingin menjauh namun entah kenapa tubuhnya menolak hal demikian.

Mobil berhenti di sebuah gedung apartemen, gedung yang berbeda dari gedung tempat Sky tinggal waktu dirinya dibawa ke sana. Gedung yang berbeda dimana ia melihat pemandangan, dimana Sky melakukan sesuatu hal dengan Thera di sofa. Walaupun dia tidak tahu kebenarannya.

"Ayo"

Sesha baru sadar saat pintunya telah dibuka oleh Sky, menunggunya untuk ikut.

"Gue mau pulang", desis datar Sesha.

Langsung saja lelaki itu meraih tubuh kecil Sesha, menggendongnya seperti koala, membuat matanya yang bulat melebar.

"Turunin gue!", pekik Sesha.

"Rambut kamu lucu, saya jadi tidak rela kamu dilihat orang lain", ujar Sky dengan nada yang sangat datar.

Sesha merutuki dirinya yang langsung terdiam. Diginiin saja dirinya sudah lemah, ia jadi ingat dengan mimpinya waktu itu.

Diperlakukan seperti ini saja hatinya sudah lembut, lalu bagaimana jika dirinya akan membunuh lelaki itu seperti di mimpinya. Atau jangan-jangan itu hanya sebatas mimpi? Yang hanya menjadi bunga tidurnya? Ya, semoga saja.


Setelah sampai di lantai dua, Sky membawa tubuh Sesha masuk ke dalam apartemennya.

"Tenang, saya tidak akan macam-macam. Lagipun, ibumu baru saja menitipkan kamu pada saya sampai malam nanti", ujar Sky dengan enteng.

Lelaki itu menurunkan Sesha yang wajahnya sudah memerah kepanasan.

"Kamu bisa mengganti baju di kamar saya, ambil saja baju yang bisa muat untuk kamu. Saya ke bawah untuk memesan makan siang", ujar Sky sebelum kembali menghilang.

Sesha ikut mendekatkan diri pada pintu, mencoba untuk kabur dari sana. Namun sayang, pintu itu tidak terbuka sama sekali.

"Lohh kok nggak bisa? Biasanya kan bisa kebuka kalau dibuka dari dalem", monolog Sesha dengan kecewa.








Bersambung....

Destiny Line [END]Where stories live. Discover now