Bagian Sepuluh: Mendadak Galau

Начните с самого начала
                                    

"Dia menyebalkan."

Bukan. Itu bukan Atha yang mengatakannya―perempuan itu justru menoleh ke kiri saat mendapati suara yang tak asing datang dari makhluk bersayap di sebelahnya. Faust.

"Faust?" ujar Atha tanpa sadar. Sejak kapan dia ada disana? bahkan tadi pagi saat Atha terbangun, dia tidak mendapati Faust ada dimana. Makhluk itu seolah muncul dan menghilang seenak jidatnya―setelah semalam keduanya membahas soal strategi 'pengungkapan perasaan' pada Nara.

Faust menolehkan kepala kearahnya dan tersenyum. Senyuman yang justru terlihat aneh di wajah tampannya. "Pagi, Athalia." sapanya.

"Kemana aja lo pagi ini?dan gue pikir lo di rumah―maksud gue, lo nggak ke sekolah."

Makhluk itu melipat kedua tangannya di belakang kepala dan menghela napas panjang. "Tadi pagi aku hanya keluar sebentar dan aku disini karena mau melakukan investigasi lapangan." jawabnya, berbicara seakan-akan dia adalah Sherlock Holmes.

"Investigasi soal apa?" Atha bertanya, begitu penasaran. Dari balik punggungnya dia bisa merasakan berbagai tatapan siswa-siswi yang ada di tempat parkiran sepeda―mungkin karena Atha terlihat berbicara sendiri. Beberapa meter di depannya, Kariza masih nampak berjalan menuju pintu gedung sekolah―sama sekali tidak ada niatan untuk menunggui Atha yang belum beranjak dari tempatnya.

Faust mendorong kedua pundaknya ringan, namun cukup untuk membuat Atha hampir terjungkal jatuh.

"Nanti kujelaskan, kamu ke kelas saja dulu."

Atha pun akhirnya mengangguk dan segera berlari kecil ke pintu masuk. Menyusul Kariza yang sudah menghilang dari pandangan.

Tidak berapa lama setelahnya, Atha sampai di dalam kelas dengan Kariza yang sudah ada lebih dulu di bangkunya. Beberapa siswi yang baru datang pagi ini menyapa pemuda itu―sementara dia tersenyum, tebar pesona di pagi hari yang mendung ini.

Atha mesti menahan napasnya beberapa detik ketika membuka pintu kelas dan mendapati Nara sudah ada disana. Dengan earphone yang tercantol di kedua telinganya dan kedua tangan yang terlipat―dijadikan bantalan untuk tempat kepalanya bersender menghadap keluar jendela. Dia pun dengan perlahan berjalan menuju bangku yang persis sebelah Nara serta di dekat jendela, lalu menarik bangkunya keluar sambil berusaha hati-hati agar tidak menimbulkan suara decitan yang membangunkan Nara.

Rambut coklat pemuda itu, pagi ini, terlihat agak berantakan. Atha bisa melihat wajah pulasnya saat tertidur karena Nara menghadapkan kepalanya kearah jendela―yang memang juga terletak di samping bangku Atha.

Dia tersenyum kecil. Kapan terakhir kali Atha melihat seorang Narado Risyad tertidur?oh ya, itu mungkin sekitar setengah tahun silam. Saat itu pun di bioskop. Nara yang seharusnya janjian kencan dengan Irina―tapi tiba-tiba perempuan itu membatalkannya sepihak karena ada pemotretan. Dan hasilnya, Nara menelepon Atha, memintanya datang untuk nonton bareng karena Nara sudah terlanjur membeli tiketnya dua. Tapi alih-alih menonton, pemuda itu justru tertidur sepanjang film diputar.

"Ini orang tidur, sambil dengerin lagu gitu?" ujar Atha pelan. Tangan kanannya lalu terangkat kemudian perlahan mengambil sebelah earphone Nara―memakainya di sebelah telinga. Detik selanjutnya, Atha mengerutkan dahi dan tertawa pelan sebelum mengembalikannya ke tempat semula.

Orang macam apa yang memakai earphone tapi nyatanya tidak mendengarkan lagu apa pun?

Dasar aneh.

Ketukan pelan berasal dari kaca jendela di sebelahnya membuat Atha menoleh. Alisnya bertaut melihat Faust berada di sisi lain jendela, mengambang di udara dengan sepasang sayap hitamnya. Tepat di belakang Faust, ada sebuah pohon yang berdiri kokoh disana. Kelihatannya pohon yang berusia puluhan tahun melihat dari tinggi dan ukurannya.

Replaying UsМесто, где живут истории. Откройте их для себя