Chapter 12: Sekelebat Cahaya

453 73 1
                                    

"YANG bener aja, masa Kak Kevin suka sama gue?" Dira melebarkan matanya. "Ngobrol aja gak pernah. Kok bisa suka, anjir?"

Luna hanya menaikkan bahunya, malas membahas ini kembali. Namun, menurutnya, Dira harus mengetahui soal itu karena Luna pun bukan orang yang pintar menjaga rahasia. Selain itu, dia selalu terbuka mengenai apapun kepada Dira. "Justru karena dia suka, kali, makanya gak pernah ngajak lo ngobrol."

"Tapi, lo masih suka sama Kak Kevin, Lun?" tanya Dira, mengernyitkan dahinya. "Gue minta maaf banget. Meskipun gue bakalan tetep sama Dito."

"Lah? Kenapa lo jadi minta maaf? Konyol banget," kekeh Luna. "Hati seseorang tuh bukan sesuatu yang bisa kita kontrol, jadi lo gak harus minta maaf."

"Lo masih suka sama Kak Kevin?" tanya Dira, mengulang pertanyaannya.

Luna terdiam cukup lama, lalu mengangguk halus. Alasan dirinya saat ini berada di tribun dan menunggu pertandingan voli antar fakultas mereka pun karena dia ingin melihat Kevin sebagai libero. Yah, meskipun itu bukan satu-satunya alasan. Dia juga ingin melihat Edwin, sang setter yang katanya merupakan otak dari serangan.

Luna mengulum bibirnya, menahan tawa. Dia tak bisa membayangkan orang yang lemot dan isi kehidupannya 90% bercanda seperti Edwin bisa serius, apalagi mengatur strategi dalam bermain. Mungkin, jika fakultas mereka kalah nanti, Luna akan meledek Edwin dengan mengatakan bahwa strateginya tak bagus.

Para pemain pun memasuki lapangan. Luna dapat melihat Kevin dari posisinya, mengenakan pakaian berwarna biru sendiri, sedangkan pemain satu timnya yang lain mengenakan pakaian berwarna hitam garis biru.

"Eh, liat deh, nomer sebelas keren banget gak, sih?"

"Iya, anjir. Anak angkatan 2019. Kating kita."

"Tinggi banget. Kira-kira tingginya berapa, ya?"

Luna hanya bisa bergidik mendengar celetukan-celetukan dari barisan perempuan di belakangnya. Nomor sebelas adalah nomor punggung Edwin. Para adik tingkat itu benar-benar termakan oleh pesona Edwin. Lelaki itu memasuki lapangan dengan tampilan yang menawan, mengenakan seragam bermainnya dan sempat berjalan ke pinggir lapangan untuk meletakkan tasnya. Namun, tetap saja, karena Luna sudah bertemu Edwin hampir setiap hari di kampus, apalagi lelaki itu selalu satu kelompok dengannya perkara nomor induk mahasiswa yang berdekatan, Luna merasa tak ada yang menarik dari Edwin.

Meskipun para adik tingkat itu tak hanya membicarakan Edwin. Mereka juga membicarakan Kevin dan pemain lainnya yang menurut mereka keren. Luna hanya bisa tersenyum kecut, sedikit risih ketika mereka mulai membicarakan Kevin dan berpikir bahwa Kevin sudah memiliki pacar.

Belum. Lelaki itu belum memiliki pacar. Hanya saja, dia tak tergapai untuk saat ini.

Pertandingan pun dimulai. Edwin berdiri di bagian depan. Setelah bola di-serve ke arah lawan, lawan berhasil melakukan receive, dan lolos ke dalam wilayah fakultas mereka, Kamboja, pendukung fakultas lawan tersebut pun bersorak dari tribun bagian sana.

"Menurut lo, kampus kita bakalan menang, gak?" tanya Mery, salah satu mahasiswi di angkatan Luna yang juga bernotabene sebagai anggota UKM voli untuk putri. "Kok kayanya lawan kita juga pada sangar, ye."

Luna menopang dagunya, tak membalas apapun. Pasalnya, dia tak begitu mengikuti acara Kaninus yang kampus mereka gelar dari tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, karena Luna adalah angkatan 2019 dan tahun lalu semuanya diadakan secara online perkara pandemi, acara Kaninus pun tidak digelar sehingga Luna tak tau apa-apa mengenai hal tersebut.

Kalau dari cerita Edwin pun, tahun lalu mereka tidak ikut bertanding karena pandemi, meskipun tetap mengadakan latihan rutin.

"Gue gak yakin menang kalau setter-nya Edwin," sahut Luna.

TaoreruWhere stories live. Discover now