24

98 60 48
                                    

Suara air keran mengalir memecah kesunyian di dalam kamar mandi sekolah ini. Zea meringis pelan ketika perih hebat terasa di perutnya. Sudah tertebak kalau maag nya pasti kambuh, akhir akhir ini Zea selalu jarang makan. Kalaupun dipaksa ia akan mengeluarkan kembali makanan itu. Seperti sekarang ini Zea baru saja memuntahkan makan siang nya, padahal ia makan sedikit sekali.

Zea menatap ke cermin di depannya, raut wajah pucatnya tidak bisa disembunyikan. Dari pagi Zea sudah merasakan sakit di kepalanya. Akhir akhir ini asma nya juga sering sekali kambuh, ia makin kacau saja.  Bahkan Zea hampir setiap malam menangis . Even, she doesn't know what the shit that makes she cry.

Zea membasuh wajahnya sendiri, keningnya terus berkerut karena rasanya perutnya seperti ditusuk tusuk.

Suara pintu toilet terbuka, Zea mematikan keran nya dan memandangi siapa yang baru saja keluar dari pintu yang sedari tadi tertutup itu dari pantulan cermin di hadapan nya.

Zea merasa dejavu dengan ini, bertemu dengan serana lagi di tempat yang sama. Terakhir kali bertemu disini berakhir dengan pertengkaran, sekarang perempuan itu melangkah ke arahnya.

Sera meletakkan obat maag itu di samping wastafel "barang kali lo perlu"

Zea hanya memandangi nya dari pantulan cermin, tidak berniat sama sekali menatap perempuan di sampingnya sekarang ini. Entah terbentur apa Sera hari ini, tingkah nya sangat aneh.

"anyway.."

"Soal semua kejadian itu, "
Sera menjeda sebentar perkataannya.

"Itu murni salah gue. "

"Gue ga ada apa apa sama cowo lo, berhenti salah paham"

Setelah berkata itu Sera melangkah keluar.

Zea masih berdiam disana, ia sedang banyak pikiran tapi Sera malah membuatnya bertambah dua kali lipat. Dasar.

Zea meremat rambutnya sendiri
"Fuck, what that bitch said?!"

.

.

.

Malam ini Shena sedang sibuk berkutik dengan laptop di pangkuan nya, ia berniat akan menyelesaikan makalah kelompoknya hari ini juga, ia tadi ada di sekolah sampai sore dan baru bisa mengerjakannya sekarang.

"ngapain lo ketik nama yang lain?" celoteh laki laki di sampingnya. Itu Ralvin yang lagi berdiam di kamar apartment nya hanya untuk menonton Shena yang lagi nugas. Dari tadi Ralvin sudah ngoceh perkara Shena yang membuat tugas ini sendirian sedangkan teman nya yang lain enak enakan santai. Shena cuma bisa terkekeh pelan, menurutnya ini tidak membebani nya, lagipula ia lebih suka menyelesaikan nya sendiri dengan hasil maksimal daripada bersama orang orang yang sama sekali tidak bisa diandalkan.

Ralvin mendekat untuk bersandar pada bahu Shena, ikut menatap layar itu, mencari tahu apa yang perempuan ini kerjakan.

Shena menahan nafasnya sejenak, ia harus terbiasa dengan perlakuan kakak kelasnya ini. Ralvin suka sekali membuat jantungnya mau loncat. Entah itu sentuhan lembut atau usapan pelan. Tapi Shena menyukainya. Bahkan sekarang Ralvin mulai bergerak menghirup aroma rambutnya. Nafas laki laki ini terasa hangat di lehernya.

Ralvin mengusap pelan rambut Shena, memandangi terus rambut pirang itu yang tidak bisa ia lewatkan untuk memandangi nya.

"kenapa bisa pirang, na?"

NIRVANAWhere stories live. Discover now