1

156 19 7
                                    

Udah hampir 3 jam gue duduk di kursi rias ini tapi semua make up artist, hair stylist, dan penata busana masih sibuk tambahin hiasan di sekucur tubuh gue. Gue gak tau penampilan gue sekarang kayak gimana karena Nenek gak bolehin gue liat bayangan gue di cermin.

Gue yakin mereka dandanin gue kayak yang Nenek minta; "Bikin panglingin, ya." Dan gue cuma bisa pasrah kalau nanti hasilnya alis gue setebel buku ensiklopedia, pipi gue merah kayak ditampar istri orang, dan warna riasan mata gue warna warni kayak balonku ada lima.

Samar-samar gue denger pintu kamar hotel ini dibuka dan gak lama, gue liat Nenek di sebelah gue sama perempuan yang cantiknya gak karena make up. Iya, natural banget.

"Lho.. ini kurang panjang alisnya. Panjangin lagi!" Oceh Nenek. Kasian MUAnya, kayaknya dia kesel sama perempuan tuwir ini.

"Jangan berat-berat dandanannya, Nek. Gak pake make up aja Abel udah cantik, kok." Perempuan tadi nyaut.

Gak boong, suara mbaknya adem. Suara mbak teater kalah deh pokoknya.

"Harry juga sukanya make up yang natural, Nek." Dia lanjut lagi.

Eh, gue belom cerita ya? Hehe.

Jadi, hari ini tuh gue mau nikah sama laki-laki pilihan Nenek. Katanya sih Nenek gue sama Nenek laki-laki itu dulunya temen deket dan mereka udah berencana buat jodohin cucuknya, alias kita, gue sama Harry.

Tunggu dulu, best part-nya bukan di situ doang.

Gue sama Harry belum pernah ketemu sama sekali.

Iya, sama sekali.

Jadi hari ini gue bakal nikah sama dia, sekaligus pertama kali ketemu dia. Gue cuma pernah diceritain kalau Harry itu 9 tahun lebih tua dari gue. Soal tampang, gue gak pernah diceritain atau liat fotonya.

Kalau kalian nanya kenapa gue bersedia dijodohin, jawabannya karena gue pasrah dan sejujurnya gue gak punya mental kerja. Sedangkan kedua orang tua gue udah meninggal dan Nenek udah terlalu tua buat kerja.

Intinya gue gak ada tujuan hidup.

Dan Harry, kata Nenek gue dia tuh udah lama disuruh orang tuanya nikah tapi Harry gak pernah bawa cewek ke rumahnya. Akhirnya Nenek Harry inget soal sahabatnya, Nenek gue, dan pernikahanpun direncanakan.

"Ehm.. maaf. Mba ini siapa ya?" Tanya gue, secara gue gak kenal dia itu siapa.

"Oh iya, hampir lupa." Si mbak ketawa. "Aku Aubree, Kakaknya Harry."

"O-oh.. salam kenal, Mba." Kata gue.

Kakaknya Harry? Berarti jauh lebih tua dari gue?! Demi apapun di alam gaib, dia cantik banget untuk usia se-tua itu woi! Wah, gue yang ibaratkan rengginang gosong insecure, kawan!

Kalau dia se-cantik ini, Harry gimana ya? Duh, penasaran. Tapi se-ganteng apapun Harry nanti, gue yakin gak ada yang berhasil kalahin gantengnya Zayn Malik.

Tau Zayn Malik gak? Itu, loh, yang keluar dari band.

"Kamu cantik banget, Abel. Cocok sama Harry. Pasti nanti anak kalian jadi primadona atau cassanova di sekolahnya."

Anak? Gue aja gak yakin bisa sekamar sama si Harry, apalagi berbuat.

"Hahaha.. gitu ya, Mbak?"

Bersamaan abis gue ngomong gitu, akhirnya semua perias ini pergi yang artinya gue udah siap jalan ke altar buat ketemu Harry, dianterin sama temen gue dari SD, Sebastian namanya.

Gue berdiri dari kursi, langsung rasain beratnya gaun pengantin gue. Terus Nenek sama Mbak Aubree nuntun gue ke cermin full body yang masih ditutup kain putih.

Arranged//H.S.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang