35. Mama/i 👩

21 2 0
                                    

Hai, Sobat SoB👋

Im comeback, hihi😊

Happy reading, yak❤

✏☁💦✏

"Mama dan Mami. Dua sosok yang memegang peran berbeda. Namun, sama-sama berarti bagiku."

~Amitola Qirani Adijaya~

✏☁💦✏

35. Mama

Hamparan makam yang ditumbuhi rumput pendek dengan potongan rapi menjadi tempat pertama yang mereka datangi.

Brishti memandu dua orang lainnya yang tidak lain adalah Ami dan Andres untuk mengikuti langkahnya. Hingga, ketiganya pun tiba di sebuah makam yang nampak begitu terawat. Di atas nisan tertulis nama Nadia Khaisa binti Reon Alamsyah sekaligus dengan tanggal lahir dan wafatnya.

Brishti berjongkok di samping gundukan tanah itu dan meletakkan setangkai bunga lili di atasnya. Ami dan Andres juga melakukan hal yang sama. Lili adalah bunga kesukaan Nadia.

Setetes air mata Ami tiba-tiba luruh begitu saja, dia mengusap batu nisan itu pelan sambil bergumam, "Mama."

"Maaf baru datang sekarang setelah sekian lama, Ma," lanjutnya dengan suara sedikit parau.

Brishti yang berada di sebelah Ami pun mengusap bahu Ami pelan. "Mama pergi saat hari kelulusan aku. Mama pergi dan aku nggak ada di sisi Mama saat itu. Aku bener-bener ngerasa kehilangan. Aku nggak pernah menyangka Mama pergi secepat itu."

"Dan Mama pergi dengan ninggalin surat. Surat yang berisi bahwa aku masih punya Papa. Tapi ... Mama nggak pernah bilang soal saudara kembar," lanjut Brishti. Menyeka air matanya sejenak yang entah turun sejak kapan, dia lalu menatap ke arah papinya dan Ami.

"Mama itu wanita hebat yang pernah aku kenal selama hidup aku," kata Brishti.

Andres terus memandang sendu makam Nadia. "Maaf, Nadia. Ini semua salahku. Seandainya saja dulu aku tidak percaya pada Kalyna, mungkin ... saat ini keluarga kita masih bersama dan kamu masih ada. Maaf, Nadia. Maaf," katanya. Matanya menyorotkan penyesalan yang mendalam.

Brishti menggenggam tangan Andres lembut. Gadis itu tidak bicara apapun. Dia hanya mengamati Andres dari samping, begitu juga dengan Ami.

"Ma, mungkin aku hanya sebentar sama Mama. Tapi, aku tetap sayang sama Mama, sama kayak Brishti sayang Mama. Aku senang bisa dilahirkan oleh wanita hebat seperti Mama. Maafin aku, Ma, aku belum bisa jadi anak baik untuk Mama dan Papi. Bahagia di sana, ya, Ma. Aku selalu sayang Mama," ucap Ami. Dia berkata cukup pelan.

"Mama pasti sayang banget sama kamu, Ami. Mama itu orang yang penuh kasih sayang," ujar Brishti dengan sorot mata nan lembut.

Setelahnya, mereka bertiga pun berpelukan. Saling menguatkan satu sama lain. Karena, mengingat kepergian orang yang disayang, itu bukanlah perkara mudah untuk orang yang ditinggalkan.

"Pi, Ami. Ayok, kita pulang ke rumah. Nanti aku akan cerita banyak tentang Mama," kata Brishti dan langsung disetujui oleh keduanya.

Setelahnya, mereka pun beranjak dari sana, bersamaan dengan rintik hujan yang mulai turun membasahi bumi.

✏☁💦✏

"Ini foto Mama," kata Brishti, menyerahkan pigura yang berisi foto seorang wanita berambut panjang dengan senyum khasnya yang lembut.

Story of Brishti | ENDWhere stories live. Discover now