21. Thank you, Ami 🙏

24 3 2
                                    

Hai, Sobat SoB

Story of Brishti update, yeayyy

Happy reading, ya, semuanyaaa

✏☁💦✏

"Sekarang aku memahami, bahwa setiap hujan turun akan ada pelangi sesudahnya yang menghiasi. Sama halnya denganmu. Terima kasih, Pelangi."

~Story of Brishti~

✏☁💦✏

21. Thank You, Ami 🙏

Di ruangan yang serba putih dengan corak biru bergaris, Ami dengan sangat telaten mengobati luka di wajah dan tubuh Brishti. Mengolesinya dengan alkohol dan memasangkan perban di kulit gadis yang terluka tersebut. Sedangkan Brishti, gadis itu masih dalam kondisi tidak sadarkan diri sejak Ami dan kedua sahabat beserta kekasihnya itu membawa Brishti ke ruangan ini.

Ketiga lelaki yang ikut membantu tadi, mereka duduk di sofa yang tidak terlalu jauh dari ranjang tempat Brishti terbaring.

"Kalian bertiga balik aja ke kelas, kalian harus lanjut belajar lagi, kan?" kata Ami, entah sudah keberapa kalinya dia berkata begitu. Tangannya masih sibuk mengobati luka Brishti, sesekali dia ikut meringis, padahal bukan dirinya yang terluka.

Ami berpikir, bagaimana bisa seorang gadis remaja seusianya harus menanggung luka sesakit ini? Brishti memang gadis yang berbeda, dia kuat dan luar biasa. Itu yang Ami nilai dari Brishti sejak awal mengenalnya.

"Lo aja yang balik ke kelas sama Axel dan Nata. Gue sih males pelajaran Bu Ani." Kaivan berdiri dari sofa, dia berjalan mendekat ke arah ranjang. Sejenak, tatapannya terkunci ke arah gadis cantik yang penuh luka itu.

Lo kenapa bisa terluka sampai kayak gini, Pevi? Apa boleh gue gantiin posisi lo saat ini? Gue berharap lo baik-baik aja. Gue ... di sini buat lo.

Tak

"Aduh!" Kaivan memegangi kepalanya yang baru saja dilempar dengan kemasan salep. "Apaan, sih, lo lempar beginian?"

"Lo, sih, bengong," balas Ami, dia sudah selesai mengobati seluruh luka Brishti. "Mending lo balik aja ke kelas daripada buat rusuh," lanjutnya.

"Lo aja sana yang balik, gue mau jagain Pev--Brishti di sini." Hampir saja dia menggunakan panggilan Pevi. Entah sejak kapan panggilan itu berlaku, namun Kaivan merasa panggilan itu khusus ditujukan kepada Brishti ketika mereka sedang berdua saja.

Pertanyaannya, memangnya kapan mereka pernah berdua saja?

"Kalau lo yang jagain, entar Brishti bukannya tambah sembuh, malah makin sakit karena lihat lo," gerutu Ami. Sepertinya, tidak akan habis keduanya beradu mulut begini.

Nata dan Axel sejak tadi hanya diam memperhatikan keduanya sambil menghela napas pasrah.

Grap

Suara yang ditimbulkan akibat kursi yang Nata duduki tergeser saat dia berdiri, dan tanpa mengucapkan kalimat apapun, dia langsung pergi dari sana. Jangan lupakan, dia masih datar tanpa ekspresi seperti biasa.

"Ta, mau ke mana lo?" tanya Ami. Namun sayang, cowok itu sudah keluar dari ruang UKS.

"Kebiasaan. Teman kalian, tuh, ajarin ngomong, kek," lanjut Ami.

"Dia bisa ngomong, Ami. Nggak perlu diajarin." Axel berdiri dari duduknya, lalu meraih tangan Ami. Dia beralih menatap ke arah Kaivan. "Kai, jagain dia. Gue sama Ami balik ke kelas dulu. Kalau ada apa-apa, kabarin kita."

Story of Brishti | ENDWhere stories live. Discover now