Bab 12 - Versus Netizen

Magsimula sa umpisa
                                    

"Bella, Annalis Bella Vania Putri."

Deg. Jantung Annalis yang sudah kacau semakin tidak karuan dipanggil begitu oleh lelaki di depannya.

"Coba kamu buka matamu. Ada pemandangan yang sangat indah."

"Gak mauuu. Aku takuuut," rengeknya. Sikap yang mencoret citra Annalis si pemberani dan mandiri.

Pangeran terkekeh. "Seriously, this is so beautiful. You won't be afraid anymore when you open your eyes."

"Enggak mau! Lo pasti bohong ya!"

Pangeran gemas sendiri. Kalau sudah halal pasti tangannya sudah mencubit pipi Annalis. "Astagfirullah. Believe me, Bella! you're safe."

"Lo jangan bohong ya!"

Lesung pipi pangeran kembali tampak. Lily yang menyaksikan kejadian itu rasanya ingin terjun menggunakan parasut saja. Tidak sanggup melihat keuwuan ini. Melihat pangeran yang menenangkan Annalis itu another level banget. Meskipun tidak sekali pun pangeran menyentuh sahabatnya, tetap saja bentuk perhatian itu membuatnya ingin berada di posisi Annalis. Bahasa cinta tanpa sentuhan tapi sudah menggetarkan.

"Tarik napas panjang, hembuskan," tuntun pangeran. Annalis pun mengikuti arahannya. "Ulangi lagi. Tarik napas panjang, keluarkan lewat mulut perlahan. Sekarang ikuti perkataan saya!"

"Bismillah."

"Bismillah," tiru Annalis.

"Ya Allah."

"Ya Allah."

"Izinkan saya melihat bumimu yang indah."

"Izinkan saya melihat bumimu yang indah."

"Hilangkan rasa takutku."

"Hilangkan rasa takutku."

Lily menutup mulut dengan tangan. Terheran-heran melihat sisi berbeda dari sang sahabat.

Pangeran Alraz masih fokus mengarahkan Annalis dari rasa takut. "Izinkan saya melihat keindahan ciptaanmu."

"Izinkan saya melihat keindahan ciptaanmu." Annalis setia membeo.

"Sekarang ... " Belum selesai pangeran berbicara, Annalis malah menirukan.

"Sekarang ... "

"Bukan. Jangan tirukan saya lagi!" Pangeran merasa Annalis sangat lucu saat ini. "Buka matamu perlahan!"

Inci demi inci cahaya mulai masuk pupil Annalis, perlahan matanya semakin lebar. Karena buram, ia menggedip berkali-kali. Bukan keindahan lautan atau daratan hijau yang dilihat, melainkan wajah pangeran Alraz yang putih bersih dengan alis seperti busur panah.

Pandangan mereka saling bertemu, pangeran pun menjadi salah tingkah, hingga menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal. "Li-lihatnya ke samping. Bu-bukan ke saya." Pangeran jadi gugup. Termasuk juga Annalis.

"Indah banget!" puji Annalis. "Lily ini bagus banget pemandangannya."

"Annalis jangan anggap gue ada. Sejak tadi gue nyamar jadi setan."

***

Pangeran Alraz menemui sang adik setelah memastikan Annalis bersama Hulya. Putri Fatimah sedang memandikan ayam dengan pangeran Latif di halaman belakang.

"Putri Fatimah." Pangeran Alraz duduk di belakang kedua adiknya. Putri hanya menoleh sekilas lalu asyik mengguyur Yuni dengan air.

"Annalis sudah pulang?" tanya pangeran Latif tertarik dengan kondisi Annalis. "Bagaimana keadaannya?"

"Baik," jawab pangeran seadanya. "Jangan bonceng Annalis lagi!"

AA Dearest [Lengkap]Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon