26

1K 50 3
                                    

"Cucu nenek." Sandra menciumi pipi cucunya terus, celengan rindu yang terpecahkan, beruntungnya dirinya, mempunyai suami seperti Syamsuddin.

Tak terasa, dua minggu berlalu, liburan yang tadi di rencanakan hanya satu minggu, menjadi dua minggu, karena menyelesaikan berkas-berkas pindah Syarif juga anaknya ke tanah air.
**

"Assalamu'alaikum," sapa Sandra. Ceria setelah sampai rumah, dengan memboyong putra sekaligus cucunya.

"Waalaikumussalam," sahut penghuni rumah.

"Kakak,"
"Kakak,"

Seru Syam juga Deandra, semakin hari, semakin dingin keluarga ini, mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Namun, dalam lubuk hati mereka, ingin seperti sedia kala, keluarga yang hangat, juga saling memperhatikan satu sama lain. Meski sekarang masih sama saling memperhatikan, tetapi tak se-rapat dulu.

Ketiga saudara itu saling berpelukan, Sandra sudah menelepon Tia untuk masak, karena putranya yang pertama datang. Setelah melepas rindu, mereka makan bersama.

"Kamu sehat, Dek, tambah cakep aja kamu," seru Syarif pada Syam.

"Ah, kakak. Adek sehat, kak. Ini–" suaranya menggantung di udara, takut kalau salah.

"Oh iya, keponakan kamu, Tama. Tama, salam dulu sama paman, sama tante," perintah Syarif pada Tama, anaknya.

Bocah kecil itu menyalami Syam, Deandra, juga Nadhira. Sekarang giliran Syarif yang bertanya lewat sorot matanya yang tertuju pada Nadhira.

"Istri Adek, Kak, namanya Nadhira," Syam memperkenalkan Nadhira pada Syarif.

Nadhira sedikit membungkukkan badannya, tanda menghormati orang yang lebih tua darinya, yang mendapat balasan dari Syarif. Tak butuh waktu lama untuk akrab dengan putra kakak iparnya, Nadhira dan Deandra mengajak Tama untuk main di halaman belakang.

Sementara itu, tiga laki-laki dewasa itu merencanakan hal besar untuk perusahaan mereka. Syamsuddin ingin Syarif membantu Syam untuk memajukan perusahaan keluarga, yang bergerak di bidang pariwisata.

"Pa, Kak, Syam naik ke atas dulu, ya," pamit Syam.

"Oke," jawab Papa dan Kakaknya hampir bersamaan.

Melihat Syam sudah naik ke atas, Syamsuddin mengutarakan keresahannya tentang Syam pada Syarif, untuk memimpin perusahaan.

"Papa rasa, Syam kurang confidence, dan kurang kalau memimpin perusahaan, Rif, bagaimana kalau kamu saja yang menjadi CEO," ujar Syamsuddin pada Syarif.

"Enggak Pa, biarkan Adik saja yang menjadi CEO, Syarif rasa, Syarif masih perlu belajar lagi, Syarif baru saja balik, kan Pa," tolak Syarif.

Syarif, tidak mau kalau ia dituduh merampas hak adiknya, yang telah membantu papanya sampai di titik ini, sementara enam tahun belakangan, Syarif yang membuat perusahaan menjadi kolabs, karena Syamsuddin jatuh sakit, dan Syam harus menggantikan Syamsuddin untuk menjalankan perusahaan.
**
"Morning," sapa Syamsuddin. Pada Penghuni rumah.

"Morning, Pa," jawab mereka saling bersahutan.

"Syam, hari ini Kakak ikut management kamu," kata Syamsuddin.

"Oke, Pa," jawab Syam.

"Nanti, Papa kenalkan dulu sama staff lainnya, seperti awal Dhira masuk," sahut Syamsuddin. Dan mendapat anggukan dari Syarif juga Syam.

Nadhira masih membantu Tia untuk menyajikan makanan ke atas meja. Mereka asyik mengobrol, Sandra tak menyindir menantunya, karena semua orang sudah berkumpul di meja makan.

"Uum lucunya, keponakannya aunty," cicit Deandra. Memainkan kedua pipi Tama.

Setelah makanan selesai tersaji, mereka berangkat ke kantor, kali ini Nadhira berangkat dengan Syam. Karena pria berkulit putih itu memaksanya untuk berangkat bersama.

NADHIRA CHAIRUNNISATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang