14

1K 51 1
                                    

"Yaang, bisa nggak kita berduaan saja, nggak nyaman, kalau ada perempuan itu," ucap Alexa. Melirik ke arah Nadhira.

Nadhira melayangkan senyum smirk, dan mau meninggalkan ruangan. Namun, lagi-lagi di tahan oleh Syam.

"Balik ke meja kamu!" Pinta Syam. Penuh penekanan.

"Yaang, biarin aja dia pergi," rengek Alexa.

"Sayaang, nggak bisa gitu. Nanti kalau dia keluar bisa-bisa aku nggak bisa dapat jabatan CEO di resort ini," jelas Syam.

Pria itu membujuk wanitanya agar tidak merajuk padanya. Sementara di sudut ruangan yang lain Nadhira pura-pura mengetik, dan menatap layar yang mati. Hatinya sesak, entah perasaan itu tumbuh sejak kapan.

Setiap ingin membalas Syam, atas perlakuannya padanya, ia selalu kalah dengan nalurinya. Ia tak ingin menyakiti laki-laki yang selalu berlaku kasar padanya.

Sekarang malah terang-terangan menduakan nya, bayangan lelaki tua yang berada di kampung halaman menghampirinya. Jasa-jasa kakek dan Om-tantenya, Nadhira hanya ingin Dede nya bahagia.

Telepon yang ada di meja Nadhira berdering, segera Nadhira angkat, ternyata dari FS. Nurdin bertanya, apakah proposal yang di titipkan tadi pagi sudah mendapat persetujuan dari Syam.

"Bapak nya lagi ada tamu, Nur. Habis ini saya berikan ke bapak ya, setelah selesai langsung saya bawa ke FS," ujar Nadhira dengan pria di seberang telepon.

Setelah semua perbincangan selesai, Nadhira menutup teleponnya, dan beranjak dari tempat duduknya. Menghampiri Syam dengan maps di tangannya.

"Pak, maaf ini proposal yang diberikan Nurdin terkait menu untuk sambutan tamu kita dari Korea. Katanya Nurdin butuh segera proposal nya, kalau sudah di setujui," ucap Nadhira.

"Kamu kan sekertaris saya, kamu urus semuanya,"

"T-tapi pak, ini harus ditanda tangani Bapak dulu,"

"Saya wakilkan kamu, udah sana urus, ganggu aja" sentak Syam.

"Cih!" Nadhira berdecis, menatap sinis ke arah Syam dan Alexa.

"Janji nggak protes?" Nadhira meyakinkan Syam sekali lagi. Karena dia nggak mau tahu soal projects ini.

"Cerewet! Sana!" Syam mengibaskan tangannya ke udara. Nadhria memutar bola matanya, malas. Kemudian meninggalkan ruangan menuju FS.

Sesampainya di FS, Nadhira sudah di sambut oleh Nurdin dan kepala Chef yang bertanggung jawab untuk pertemuan dengan tamu dari Korea.

"Selamat siang Bu Dhira," sapa Nurdin dan kepala Chef bersamaan.

"Siang, projects ini saya yang mengambil alih atas perintah Pak Syam. Jadi, kalau ada yang perlu di tanyakan atau di komunikasi kan, silakan hubungi saya lagi," ujar Nadhira.

"Baik, Bu. Memanglah kalau mengandalkan Pak Syam, entah sampai kapan proposal ini. Kalau sama Bu Dhira bisa cepat dan dapat masukan-masukan ide baru," puji Nurdin.

"Alah ... Apalah saya ini Nurdin, saya masih belajar juga,"

"Maaf Bu Dhira, menyela. Sebelumnya kami belum pernah menyajikan makanan tradisional kita, biasanya kita menyajikan makanan, yang tamu kita biasa makan di negaranya," ucap kepala Chef.

"Uumm ... Justru itu Chef, karena mereka sudah sering makan makanan yang mereka makan, jadi kita harus menyuguhkan makanan tradisional kita, sekalian kita promosikan budaya kita ke luar negara. Kalau negara itu Bhinneka tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu jua, banyak ragam adat istiadat, budaya, tetapi kita tetap satu." Kepala chef dan Nurdin mengangguk beberapa kali, menyetujui pernyataan Nadhira.

NADHIRA CHAIRUNNISAWhere stories live. Discover now