Hening. Tak ada respon di seberang sana.

"Ya, tadi ada keluarganya yang melaporkan itu."

Earth mengangguk. "Kesalahannya sudah banyak."

"Mati?"

Earth terkekeh. "Maybe?"

Hening lagi.

"Terima kasih, Earth."

"Untuk apa? Justru saya yang berterima kasih, kamu sudah membantu kami."

"Ya, saya sudah membantu kalian. Seharusnya tidak saya lakukan. Ingatkan bahwa saya membenci putramu itu, sangat."

Earth tertawa. "Apa saya perlu sujud untuk mendapatkan maaf?"

"Tidak butuh darimu, saya butuh putramu yang melakukan itu." Terdengar tawa renyah di seberang sana.

Earth menunduk, dengan sisa tawa yang begitu hambar rasanya. "Maaf atas nama Sherlock, Prison."

"Sudahlah, lupakan. Anak saya sudah memberi pelajaran padanya, putramu juga baru saja menyelamatkan putri saya dari Oryza. Mungkin rasa sakit yang putri saya dapatkan belum sebanding dengan rasa sakit yang putramu rasakan sekarang."

"Saya akan memberinya pelajaran setelah ini."

Terdengar tawa dari seberang. "Tidak perlu, Earth. Biarkan saya saja yang memberi putramu pelajaran."

"Tidak, nanti kamu buat dia mati."

Prison masih dengan sisa tawanya. "Balasan untuknya bukan kematian, Earth."

"Lalu?" Earth menunggu dengan serius lanjutan dari Prison.

"Suatu saat nanti putramu akan menangis atas kepergian seseorang. Itu mungkin rasa sakit yang akan menjadi balasan atas perilakunya dulu."

Earth melotot. "Kamu mendoakan saya mati?!"

Prison kembali tertawa. "Tidak tidak! Saya hanya bercanda. Lupakan."

Earth menghembuskan napas kasar. "Kita harus bertemu, Prison."

"Untuk apa? Mau membunuh saya karena kamu kira saya mendoakan kamu mati?"

"Menjodohkan putrimu dengan putraku!"

"Sialan, saya tidak akan pernah sudi!"

tut.

...

"Bang, lo laper gak? Mau makan apa? Nanti Bang Tiger beliin. Mumpung dia lagi di luar."

"Dia baru aja bangun, jangan aneh aneh!"

"Mending ini mau minum, gak? Ini gue ambilin."

"Atau badan lo pegel? Gue pijitin."

"Kepala lo sakit gak, Bang?"

"Berisik," tegur Winter pada akhirnya. Menatap mereka dengan tajam.

"Tahu lo pada, jangan banyak nanya dulu. Kasihan entar pusing anaknya," tegur Biru.

Para adik kelas yang memang baru saja datang itu lantas cengengesan.

"Khawatir gue, muka dia sedari bangun kaya orang kebingungan. Mana gak ngomong lagi," ujar Karega.

Seluruh tatapan kini jatuh pada Sherlock. Menatap pria itu dengan tatapan menelisik.

Yang di tatap mengernyit. Memberi kode mempertanyakan apa yang sedang mereka lakukan.

"Lo gak lupa ingatan, kan?" gumam Biru mulai terbawa omongan Karega.

"Lo gak lupa sama kita, kan?" lanjut Jaya menyelidik.

SHERLOCKDonde viven las historias. Descúbrelo ahora