"Berhenti mengatakannya, (Nama)." Mikey membuka mulutnya. "Saat ini kau bukanlah (Nama) yang kami kenal. Kau hanyalah emosinya."

"Kenapa ...?!" ingin sekali gadis itu menangis, tetapi sepertinya airmatanya sudah habis. Hatinya sakit sekali. "Kenapa ... dari semua orang, harus aku yang merasakannya!?"

(Nama) merasa kakinya melemas, ia kembali tenggelam. Hanya waktu yang bisa mengetahui kapan tepatnya gadis itu akan kembali berenang dan muncul ke permukaan.

***

"Biarkan dia sendiri sejenak." Mitsuya menutup pintu rumah bergaya tradisional milik (Nama). "Aku akan mengurusnya. Untuk pemakaman Paman Shindou, aku akan dibantu ibuku."

Mitsuya menatap empat orang remaja di depannya. Penampilan mereka sangat berantakan, belum lagi bekas pukulan di wajah Takemichi dan Chifuyu.

Pemuda itu terkekeh. "Lihat, kalian sangat jelek sekali." Mitsuya merasa pipinya sangat lelah hanya untuk tersenyum. "Kita tidak boleh memperlihatkan ekspresi ini pada (Nama).."

Baik Chifuyu, Takemichi, dan yang lainnya mengangguk setuju.

Mitsuya berjalan maju, lalu menepuk bahu Mikey dan Takemichi. "Sebagai perwakilan (Nama), aku minta maaf pada kalian. Tolong jangan bawa ke hati ucapan dia sebelumnya. Dia hanya sedang emosional."

Mikey menepuk balik bahu Mitsuya. "Ya, aku sudah mengenalnya cukup lama selama ini."

Takemichi sendiri awalnya terdiam. Cukup lama jeda waktu itu, sebelum kemudian pemuda tersebut mengangguk. "Tentu saja, Mitsuya-kun. Aku tidak memikirkannya kok," jawabnya lalu tersenyum.

Sementara itu, Chifuyu lah yang menjadi satu-satunya yang sadar bahwa Takemichi tengah berbohong.

***

"Tenangkan dirimu dahulu," ucap Chifuyu menyodorkan sebuah botol minuman dingin ke luka yang ada di pipi Takemichi. 

Hal itu sontak membuat Takemichi mengaduh sambil memegangi pipinya. Chifuyu tertawa. "Maaf, maaf."

Takemichi menerima ocha dingin dari tangan Chifuyu.

Pemuda berambut pirang dengan anting di sebelah telinganya itu duduk. Tangannya terangkat dan merangkul bahu Takemichi. "Hei, kau masih memikirkan ucapan (Nama)-san sebelumnya kan?"

Takemichi tak banyak bicara, ia hanya mengangguk pelan. "Aku ... merasa bersalah.."

Chifuyu meminum soda di tangannya. "Hahh... Aku sendiri tidak menyangka hal ini akan terjadi. Padahal baru semalam (Nama)-san bersyukur di linimasa kali ini ayahnya selamat."

Mendengar hal itu, Takemichi makin menunduk dalam. Chifuyu sadar akan perasaan Takemichi. Pemuda itu menepuk bahu rekannya itu. "Jangan menyalahkan dirimu sendiri, Takemicchi. Ini bukan salahmu. Ini di luar kehendak kita. Bahkan (Nama)-san sendiri tidak memprediksinya bukan?"

Takemichi menggeleng. "Tapi, Chifuyu ... Andai saja aku bisa mencegah hal itu, pasti (Nama)-san tidak akan sesedih ini."

Pemuda itu ingat bagaimana kedekatan (Nama) dengan ayahnya, Takemichi pernah melihat dengan mata kepalanya sendiri. Ia juga mengenal Shindou sebagai orang baik, walau baru bertemu sekali.

"Di masa depan yang kulihat, ayah (Nama)-san masih hidup. Bahkan mereka berdua benar-benar memiliki toko bunga! Aku ... Aku tidak berbohong, Chifuyu..." Takemichi menunduk dalam. Tubuhnya bergetar.

Chifuyu sekali lagi menepuk bahu Takemichi. "Aku percaya padamu, Aibou. Ini pasti sebuah kesalahan. Tidakkah kau merasa aneh?"

Takemichi mengangkat wajahnya. "Itu benar... Ada yang berbeda dari terakhir aku kembali."

𝙁𝙇𝙊𝙒 2 [Tokyo Revengers] -𝚅𝙴𝚁𝚈 𝚂𝙻𝙾𝚆 𝚄𝙿-Donde viven las historias. Descúbrelo ahora