"Benarkah?!"
Takemichi mengangguk. Pemuda itu tersenyum melihat (Nama) terlihat senang dengan kenyataan bahwa di masa depan dirinya akan memiliki toko bunga bersama ayahnya.
"Masa depan yang kalian ceritakan terdengar mengerikan, ya," komentar Chifuyu yang tengah memangku dagunya. Duduk di antara (Nama) dan Takemichi.
Di sana, Chifuyu satu-satunya yang tidak memiliki kelebihan melihat ke masa depan. Namun, perannya sama besar, karena dialah yang menjadi pendukung kedua rekannya tersebut. "Padahal pada akhirnya, semuanya tetap mati. Aku heran kalian masih kuat menghadapinya."
Takemichi terkekeh kecil, begitu juga (Nama) yang tertawa.
"Mengetahui aku memiliki kawan untuk menceritakan hal ini dan tidak memendamnya sendiri, sudah cukup membuatku bersyukur," jawab Takemichi. Saat ini ia benar-benar terlihat seperti orang dewasa.
(Nama) setuju dengan pernyataan Takemichi. "Benar. Selain itu, di linimasa kali ini, ayahku masih hidup bersamaku. Sungguh. Ini lebih baik dari linimasa sebelumnya."
Gadis itu mengucap syukur. "Aku ingin hidup bersama ayahku untuk waktu yang panjang."
Dua kawan (Nama) setuju. Mereka mendo'akan agar kedepannya, masalah ini cepat selesai.
"Oh iya, (Nama)-san. Besok malam Touman akan melakukan rapat darurat. Selagi menunggu korban yang diserang Tenjiku sadar, kita akan membicarakan semuanya di sana." Chifuyu berdiri. Ia dan Takemichi hendak pulang.
(Nama) mengangguk. "Baiklah. Aku akan datang. Terimakasih infonya, Chifuyu, Takemichi."
11 : 45
(Nama) melihat jam di dinding. Sudah hampir tengah malam. Gadis itu segera membersihkan diri dan luka-lukanya.
Ia sudah cukup lelah dengan yang terjadi hari ini. Walau pemikiran tentang Izana tak kunjung mendapat jalan keluar, pada akhirnya (Nama) harus mengistirahatkan tubuhnya agar tetap vit.
Namun, ketika (Nama) memejamkan mata dan mulai terlelap. Yang ada di pelupuk matanya hanya api yang berkobar.
***
Mitsuya melihat jam di ponsel. "(Nama) belum datang?"
Mikey dan Draken menggeleng.
"Aku ingin membicarakan sesuatu dengannya," sahut Mikey. Draken hanya mengendikkan bahu.
"Mitsuya, apa kau tidak mau menyusulnya? Aku khawatir (Nama) diserang lagi oleh Tenjiku." Draken menatap sepasang mata keunguan Mitsuya.
"Ah, soal itu, Chifuyu sudah berangkat ke sana. Dia sukarela menjemput (Nama)-san." Takemichi bersuara.
Percakapan singkat (Nama) dengan para petinggi Touman dilakukan dengan ponsel Chifuyu sebelumnya. Namun, sudah hampir jam 6 dan (Nama) tak kunjung muncul.
"Aku takut terjadi sesuatu padanya," gumam Mitsuya menunduk.
Bersamaan dengan itu, suara dering ponsel Takemichi terdengar amat keras. Hal itu mengundang perhatian hampir seluruh anggota Touman yang berkumpul.
"Oi, matikan ponselmu saat rapat, Takemicchi!" ucap Draken sebal dengan perempatan imajiner di pipinya.
Takemichi sweatdrop. Tetapi tak ayal ia agak ngeri dengan tatapan Draken padanya. "Ma-maafkan aku, Draken-kun."
Takemichi menatap nama dari kontak yang memanggilnya. "Oh? Ini dari Chifuyu. Halo, Chifuyu?" ucap Takemichi begitu mengangkat panggilan itu.
Tak berapa lama mata Takemichi melebar dengan raut wajah pucat.
![](https://img.wattpad.com/cover/274072679-288-k966028.jpg)
YOU ARE READING
𝙁𝙇𝙊𝙒 2 [Tokyo Revengers] -𝚅𝙴𝚁𝚈 𝚂𝙻𝙾𝚆 𝚄𝙿-
Fanfiction"𝐂𝐄𝐑𝐈𝐓𝐀 𝐘𝐀𝐍𝐆 𝐒𝐄𝐁𝐄𝐍𝐀𝐑𝐍𝐘𝐀 𝐁𝐀𝐑𝐔 𝐀𝐊𝐀𝐍 𝐃𝐈𝐌𝐔𝐋𝐀𝐈. 𝐊𝐀𝐋𝐈 𝐈𝐍𝐈 𝐀𝐊𝐔 𝐓𝐀𝐊 𝐀𝐊𝐀𝐍 𝐋𝐀𝐆𝐈 𝐁𝐄𝐑𝐃𝐈𝐑𝐈 𝐃𝐈 𝐒𝐈𝐒𝐈 𝐊𝐄𝐁𝐀𝐈𝐊𝐀𝐍." ▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄▄ °°•• Diharap baca Flow TR yang seri pertama untuk menge...