04 || CALON PESERTA OSN

145 59 7
                                    

Berangkat ke sekolah sepagi mungkin adalah hal yang paling menyebalkan. Terlebih lagi kondisi kelas masih sepi.

Yeah, mau bagaimana lagi? Aku tidak mau jika Darren mengantarkanku ke sekolah menggunakan mobilnya bersama Verny. Enak saja, meskipun aku temannya, aku juga sadar diri! Aku tahu pasti tentang perasaan Verny apabila aku terus menerus menempel pada Darren, dia pasti cemburu. 'Kan 'kan?

Lamunanku terpecahkan ketika Aydan datang dan duduk di bangkunya. Tentu saja bangku miliknya adalah sebelahku. Omong-omong, aku tidak sengaja melihat ujung daun telinga cowok itu yang memiliki lubang seperti bekas pemasangan anting.

"Hei." Aku menoleh saat Aydan memanggil. "Lo dipanggil untuk ke kantor kepsek."

Saat mendengar ucapan itu, wajahku menjadi masam sebelum menjawab, "Memangnya, gue ngelakuin kenakalan, ya?"

Aydan tersenyum kecil, seperti sedang menahan tawa. "Jadi, kalau dipanggil ke kantor kepala sekolah, harus berbuat nakal dulu?"

Ada benarnya juga. Aku menjadi bertanya-tanya apa penyebab diriku terpanggil oleh sang pengurus sekolah ini. Apa mungkin karena biaya sekolahku belum lunas? Tidak mungkin, orang tuaku tidak pernah bermasalah dalam urusan keuangan sekolah.

"Biar gue temenin," ucap Aydan setelah aku bangkit dari bangku dan hendak melangkah pergi. Baik juga dia telah menawarkan diri untuk menemaniku.

Aku mengangguk samar tanda merespons. Lalu, kami berdua berjalan berdampingan ke kantor kepala sekolah. Sesampainya kami pada tempat tujuan, Aydan menunggu di luar ruangan dan aku memasuki kantor kepala sekolah dengan berusaha menutup-nutupi perasaan gugupku.

"Silakan masuk Zeha dan duduklah." Pak Kepala Sekolah menyambutku dengan ramah dan bertanda bahwa tidak akan ada kabar buruk yang menimpaku.

Aku duduk di sofa panjang dekat bangku Pak Kepala Sekolah. Selanjutnya, kulemparkan pertanyaan tanpa malu-malu. "Ada apa, Pak?"

Semoga saja nada bicaraku cukup sopan.

"Sepertinya ini sulit dijelaskan, tapi mau bagaimana lagi." Pak Kepala Sekolah tersenyum dan melanjutkan kalimatnya. "Saya menemukan laporan bagus dari catatan prestasi akademik yang telah kamu raih sebelum ini, dan membuat saya berpikir bahwa kamu cocok untuk mengikuti tes tingkat provinsi menuju OSN."

"Olimpiade Sains Nasional?" Aku bertanya akibat bingung, sekaligus menatap Pak Kepala Sekolah dengan tercengang. "OSN kan tingkat nasional, Pak?"

"Benar." Beliau terlihat sedikit ragu dalam menjawab. "Sebelum ini kamu sudah mengikuti lomba-lomba akademik tingkat kota atas perwakilan sekolah sebelumnya. Namun, belum mencapai nasional. Mungkin sekarang adalah kesempatanmu, Zeha."

Aku terdiam sejenak. Diam dalam kebingungan.

"Bapak tahu bahwa sedikit mengherankan jika ada anak baru pindahan yang terpilih seperti ini. Tapi, score akademik dalam rec-up milikmu sangat mencengangkan saya." Pak kepala sekolah melihat beberapa lembaran di atas meja beliau. "Biologi dan kimia, score-nya adalah 9,2. Bahkan fisika lebih tinggi. Ini fantastis. Untuk murid yang dididik pada sekolah negeri biasa, ini adalah kemampuan di atas rata-rata."

Aku menjadi tersipu-sipu dalam dihasut yang berkedok memuji itu.

"Bagaimana Zeha? Apakah kamu mau mencoba mengikuti tes tingkat kota menuju OSN?" tanya Pak Kepala Sekolah dengan harapan tinggi.

Tak ada salahnya juga untuk mengikuti permintaan Pak Kepala Sekolah. Siapa tahu saja aku menang, kemudian orang tuaku bangga hingga mereka balik ke tanah air untuk merayakannya. Kuulangi lagi, hanya siapa tahu saja. Bukan sebuah kepastian.

MY CATE [ END ✅]Where stories live. Discover now