09 || KORBAN DAN TUDUHAN PERTAMA

89 43 2
                                    

"ZEHA PELAKUNYA!"

Aku ... aku pelaku dari kekejaman ini? Tidak mungkin. Mengapa pagi hari ini orang-orang begitu hobi menuduhku dalam perbuatan tidak berakhlak? Ini bukan saja tuduhan kejam, tapi begitu tidak masuk akal karena tidak ada bukti.

"Jangan asal tuduh!" balas Vin ke arah cewek yang telah menuduhku.

Kejadian ini memberikan beberapa efek trauma, mual, gemetar, ketakutan dan menangis untuk beberapa anak yang menonton sekilas. Lebih parahnya lagi, ada yang memiliki phobia darah hingga meraung sejadi-jadinya setelah mencoba untuk menonton.

Beberapa guru menyeruak gerombolan pada TKP dan segera melindungi lingkungan sekitar korban agar tidak merusak secuil detail-detail untuk diperiksa oleh polisi yang sedang dipanggilkan. Manusia-manusia kepo dan belum kebagian melihat pun berusaha mendorong-dorong dan mengacungkan ponsel mereka untuk merekam pemandangan mengerikan ini. Dasar anak-anak tidak tahu adat!

"Biasanya, penemu pertama itu adalah pelakunya," cetus cewek yang menuduhku tadi yang sedang berdiri di belakang pagaran Pak Bejo.

Dia adalah Viona, anak kelas XI_A dan peserta olimpiade yang sama sepertiku. Mengapa dia menuduhku dengan semena-mena?

"Hei! Jangan main tuduh. Zeha selalu sama gua dari tadi," kilah Vin yang spontan berdiri di depanku. "Kalian bisa tanya Aydan juga."

"Iya-iya, bisa jadi! Kalian berdua kan rival olimpiade sains, siapa tahu lo menggunakan cara keji," celetuk cewek sebelahnya. "Kalau ada sesi interogasi, Zeha yang duluan! Karena petunjuk awal ada di dia."

Ini aneh, mengapa mendadak aku tertuduh tanpa bukti?

Di saat seperti ini mereka malah menunjuk-nunjukku. Bahkan lebih bodohnya, aku membisu hingga tidak bisa membalas perkataan orang-orang menyebalkan tersebut. Aku terlalu shock setelah memandangi Amey hingga tak dapat berkutik di kala Vin membutuhkan suaraku agar ikut membalas pembelaannya pada ocehan orang-orang bodoh itu. Sial, sial, sial!

Dalam waktu singkat, polisi telah datang bersama paramedis dengan membawa brankar secara tergopoh-gopoh. Bukan hanya penghuni sekolah saja yang membelalak saat melihat sang korban, bahkan polisi dan paramedis saja tertegun sejenak.

"Jarum-jarum itu menembus otak besar sebelah kirinya hingga kendali gerakan tubuh kanan korban menjadi tidak stabil seperti ini," ujar salah-satu polisi sebelum korban dibawa menggunakan brankar menuju ambulans.

Keadaan seisi sekolah sudah pasti akan begitu ricuh.

"Koordinasikan seluruh isi sekolah untuk diinterogasi!" perintah polisi sebelahnya yang berpenampilan sangat berbeda dari rekan-rekannya yang lain. Baru kusadari bahwa terdapat name-tag di atas saku kemeja beliau yang sekilas terlihat saat jubahnya tersibak.

Gray Pratama.

Polisi tersebut menyadari akan kehadiran tiga manusia dalam perpustakaan, ia menggiring kami untuk keluar secepat mungkin. Seluruh siswa-siswi dibawa menuju kelas masing-masing oleh guru-guru dan satu persatu dari mereka ditarik untuk diinterogasi sejenak, termasuk diriku. Aku, Vin dan Bu Mirna menjadi clouter pertama penginterogasian.

"Dirimu berada di mana sebelum kejadian insiden tersebut?"

" Saya berada lapangan dekat kantin bersama Vin, Darren dan Aydan. Oh ya, Verny juga. Lalu, saya pergi ke perpustakaan bersama Vin dan kami melihat Amey ... korban dalam keadaan sepertinya yang bisa dilihat."

"Alih-alih mengenal korban, apakah dirimu mengetahui kegiatannya sebelum kejadian insiden?"

"Absensi kelas menyatakan dia hadir dan di waktu istirahat, saya tidak tahu dia berada di mana karena kepentingan nafsi-nafsi."

MY CATE [ END ✅]Where stories live. Discover now