Jalan-jalan

54 40 8
                                    

Part 20, waaaa keren saya!!

600 vote sabi ya guys.

Vote dulu.

💢

|JALAN-JALAN|


"Mamah! Mana abang?" Teriak seorang gadis menghampiri ibunya yang sedang bersantai di ruang keluarga.

Sang ibu menoleh, melihat penampilan anak gadisnya yang sudah rapih itu, membuat keningnya berkerut, "mau kemana?" Tanyanya sembari menilik penampilan sang gadis.

Gadis tersebut menggaruk tengkuknya seraya menyengir menunjukkan gigi putihnya, "heheh mah, Jejeng mau ngajak abang sama teh Ayu jalan mah."

"Ngapain kamu?" Tanya Tina heran.

"Yaa, gapapa pengen main sama teh Ayu! Tapi abang ngelarang, jadi yaudah sama abang juga!" Ujarnya diakhiri dengan gerutuan.

"Oh," Jawab Tina singkat. "Tuh abang kamu di kamar," Titahnya.

"Siyaaap mamah!" Serunya seraya berhormat seperti pada tiang bendera.

Tina menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah anak gadisnya itu.

Dengan langkah girang Ajeng berjalan menuju kamar abangnya dan teh Ayu-nya. FYI abang Ajeng itu sudah menikah 2 tahun yang lalu, tapi mungkin Tuhan mau kalau mereka menikmati masa berdua dahulu makanya sampai sekarang belum dikaruniai anak. Dan kebetulan saat setiap weekend abangnya itu selalu menginap di rumah.

Tok tok tok

Tak ada sahutan, kini bukan lagi ketukan yang dilakukan gadis itu melainkan gedoran.

Duaar duaar duar

Terdengar gerutuan seorang pria di dalam, membuat gadis itu terkekeh. Abangnya pasti sedang kesal karena kegaduhan yang ia timbulkan.

Pintu terbuka menampilkan sesosok pria dengan wajah yang kesal.

"Ck! Bisa gak sih dek, kalau ngetok pintu yang santai aja!"

"Gak. Kalau gak di gedor-gedor abang gak bakal keluar! Abang kan senengnya di kelon teh Ayu!"

"Iri bilang booos!"

Gadis itu menatap abangnya tajam. Kemudian berjalan melewati abangnya--Sandi--begitu saja. Pria itu mengelus dadanya sabar melihat adiknya yang kini sedang memeluk istrinya.

Kini kedua orang perempuan berbeda umur dengan warna kerudung yang serasi yakni hitam, sedang cekikikan membahas perihal pakaian mereka yang kembar.

"Hihii, teh Ayuu kita kayak anak kembar!"

Ayu mencubit hidung Ajeng lalu mengangguk, "haha iyaa! Padahal kita gak janjian lho."

"Kan kita sehati teeh!" Sahut Ajeng, kemudian matanya beralih kepada Sandi, "hmm teh! Kayaknya nanti tuh orang bakal dikira pembantu deh sama orang-orang!" Kekehnya sembari menatap Sandi yang kini sudah menatapnya dengan tatapan yang tajam.

"Reseh banget nih bocah!" Sinis Sandi, kemudian ia menarik tangan istrinya dari Ajeng, "yang kamu gak boleh pergi sama monyet satu itu!" Rengek nya tapi tatapannya masih menatap tajam sangat adik.

"Ish! Abang tuh cuman perantara doang! Sebenernya Jejeng mau sama teh Ayu doang!" Balasnya dengan pandangan tak kalah tajam.

Sandi mendengus kesal menghadapi sang adik yang keras kepala. Daripada ia terkena hipertensi lebih baik untuk sementara ia mengalah.

Kini ketiganya sedang jalan-jalan di sekitar komplek tanpa menaiki kendaraan. Karena kata Ajeng ia ingin menikmati pemandangan, sembari mencari pedagang kaki lima yang sedang berjualan makanan.

Dengan dua perempuan yang sedang berbincang-bincang di depan, dan seorang pria yang berjalan sendirian dengan wajah tertekuk.

"Teh ayok beli cilung itu!" Seru Ajeng sembari menarik tangan Ayu mendekati pedagang cilung.

Ayu mengangguk mengiyakan, dan mengikuti gadis di depannya yang menarik tangannya. Kepalanya menoleh sebentar kebelakang menatap sang suami. Ayu terkekeh melihat tatapan memelas yang di keluarkan suaminya, ia hanya membalas dengan gelengan dan juluran lidah.

"Hari ini free time aku sama adek kamu!" Bisiknya diiringi kekehan, karena melihat wajah Sandi semakin tertekuk.

"Nih teh!" Ujar Ajeng seraya memberikan cilung 5 tusuk kepada kakak iparnya.

Ayu mengambilnya dengan senang hati lalu mengusap lembut kepala Ajeng yang tertutup oleh kerudung.

Sandi yang melihat cilung tersebut berbinar, "punya abang?" Tanyanya.

Ajeng mendelik, "siapa ya? Setau saya tadi berangkat cuman sama kakak ipar saya."

Pria tersebut melotot tak terima, andai saja saat ini mereka sedang berada di rumah, mungkin keduanya kini sudah saling bertarung seperti seorang musuh.

Ayu terkekeh melihatnya, ia mengambil dua tusuk cilung dan memberikan sisanya kepada sang suami, "nih mas, ambil aja punya aku."

Melihat itu, pria tadi mengubah wajah garangnya menjadi senyuman lembut. Berbeda sekali bukan ketika sedang berbicara dengan sang adik?

"Terimakasih sayang aku!!" Ujarnya semangat.

Sedangkan Ajeng, ia menatap Sandi dengan tatapan jijiknya. Bukannya iri atau apa, ia sangat geli melihat kaum-kaum bucin seperti abangnya itu.

"Enak gak teh?" Tanya Ajeng.

Ayu berdehem lalu mengangguk, "enak banget! Teteh baru nyoba cilung lho pertama kali."

"Eh yang bener?"

"Heem."

Ajeng mengangguk mengiyakan, lalu beralih kepada abangnya yang kini sedang mengelus-elus punggung tangan sang istri.

"Woi bang!" Panggil Ajeng tak sopan, "bucin mulu kerjaan!"

Merasa ada yang memanggilnya, Sandi menoleh, "kenapa iri?" Tantang nya.

"Idih, iri sama orang kayak abang gak level!"

"Bilang aja iri," Di dekatkan kepalanya kepada sang adik, "sono deketin Farel, kayaknya dia suka sama kamu!"

Seketika wajah Ajeng memerah, membuat Sandi terkekeh dan Ayu yang menatap keduanya dengan raut kebingungan.

"Ck! Apasih bang. Gak tuh, rusak pertemanan aja!" Kilah gadis itu dan dengan segera membuang muka menatap jalanan.

Sandi tertawa terbahak-bahak melihat wajah memerah sang adik. Salting tuh bocah, pikir nya.

Seorang wanita di tengah-tengah mereka yang tidak tau apa-apa, hanya tersenyum lalu sesekali mengusap kepala Ajeng dan juga mengepuk tangan Sandi yang dengan usil selalu mencubit pipinya gemas.












💢

Lucu banget bang Sandi sama teh Ayu (>_<)

Ajeng salting atau gimana nich?

Komen yang banyak! Biar author makin semangat up.

Share ke temen-temen kalian yaa biar makin banyak yang tau cerita jengkel.

Terimakasih! And see you!

JENG(K)ELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang