"Kenapa?"

Sophia mengangkat bahu.
"Nggak tau, tanya aja samanya lahh ntar".

Mereka masuk ke dalam sebuah ruangan sedikit luas, dengan meja dan kursi yang tersusun rapi di sana. Sebenarnya ini adalah ruangan tempat mereka berkumpul di pagi hari, serta tempat mereka meletakan barang-barang yang mereka bawa, dan menjadi tempat istrahat mereka pada waktu siang hari.

Ada Devan yang sudah duduk memainkan ponselnya, mencueki segala kesibukan teman-temannya. Sesha mengurungkan niatnya bertanya, tohh jika lelaki itu butuh pasti akan mengutarakannya langsung.


"Keknya Esterlla udah duluan ke ruangan tuan Antares deh. Maklum lo ada saingan dapetin hati tuan Antares. Dia udah diangkat jadi asisten kedua setelah lo", bisik Sophia.

"Saingan mata lo?! Siapa juga yang mau jadi itunya tuan Antares ck", ujar kesal Sesha, namun Sophia hanya membalasnya dengan seringai menyebalkannya.

"Kita liat aja nanti, gue udah nantiin lo jilat ludah sendiri. Well, gue harap lo bisa ngalahin tuhh si cewek sok sempurna itu", ujar Sophia sambil merentangkan tangan ke arah Sesha.

"Gue pastiin nggak bakalan lakuin hal menjijikan kek gitu", dengus Sesha.

"Okelahh. Yaudah sana lo, kita mau ke tugas masing-masing", ujar Sophia mendorong bahu Sesha keluar.

Sophia pun segera pergi ke tempat ia ditugaskan. Ada lima divisi di perusahaan ini. Setia lima atau empat siswa magang akan ditugaskan membantu satu divisi. Dan Sophia berada di divisi pemasaran. Tugas mereka sebagai anak PKL banyak, misalnya membantu kartawan untuk mengimput data, memperbaiki komputer jika ada keeroran, membantu menglogin, dan lain-lain sesuai jurusan mereka.

Tok tok tok

Setelah menarik napas sebanyak-banyaknya, Sesha akhirnya mempunyai keberanian mengetuk pintu milik penguasa perusahaan raksasa itu.

Pintu terbuka. Mata abu-abu Sesha langsung menangkap dua oarang perempuan berbeda generasi. Tentu saja mereka adalah Sarah dan Esterlla. Benar kata Sophia, gadis itu sudah sangat siap melakukan tugasnya sebagai asisten? Andai saja Sesha digantikan oleh gadis itu, mungkin ia akan mengucapkan syukur sebanyak-banyaknya.

Sedangkan di kursi besar itu, duduklah Sky yang sedang menatapnya tajam.

"Masker?"

"Maaf pak, saya hanya ingin flu saya tidak menyebar", ujar cepat Sesha saat tau arah pembicaraan Sky.

"Lucyasesha"

Suara rendah milik Sky membuat Sesha menelan ludahnya. Apa ia baru saja membuat sebuah kesalahan? Tapi di bagian mananya?

"I-iya pak?", sahut balas Sesha.

"Duduk di sana", ujar datar Sky memberi perintah, dengan mata menatap ke arah sofa panjang di sebelah kirinya.

Sesha bingung. Apa ia baru saja salah dengar? Masa ia duduk di sofa sedangkan Sarah maupun Esterlla berdiri sedari tadi di depan meja lelaki tak bisa ditebak itu.

"Duduk Lucyasesha!"

"Baik pak", ujar Sesha terlonjar kaget. Gadis itu langsung mendekat pada sofa, duduk dengan kaku di sana.

Sky kini beralih menatap pada Sarah.
"Asisten kedua saya ini akan membantu kau mengerjakan tugasmu. Kalian berdua bisa keluar", ujar Sky menunjuk Esterlla yang sedikit terkejut, namun kembali ke mimik normal.

"Baik pak"

Dengan patuh Sarah mengangguk dengan wajah cerah. Bukankah hal baik jika ia memiliki satu buah kacung, yang menjadi pembantunya? Akhirnya ia sedikit dibebaskan dengan berkas-berkas menjerat itu.

Destiny Line [END]Where stories live. Discover now