◉Van ayo bangun◉

6.1K 538 7
                                    

HOLLA KETEMU LAGI KITA
JANGAN LUPA VOTE + KOMEN
◉▣◉
Happy reading..

Alvaro beserta anak anaknya berlari menelusuri koridor rumah sakit dengan raut wajah khawatir. Pintu UGD masih tertutup rapat seiring pemeriksaan yang terjadi di dalam sana. Axel sama sekali tidak habis pikir bagaimana ia bisa berada di sana. Seakan akan ada magnet yang menariknya kembali ke rumah dan berakhir menemui Evan yang hendak di keroyok oleh kumpulan preman.

Apa ini ikatan batin seorang kakak terhadap adiknya?.

Axel menggeleng pelan saat Bela menanyai bagaimana kronologis nya. Bukannya tidak mau memberi tahu tapi ia benar benar tidak tau apa yang terjadi pada Evan. Karna saat ia melewati jalanan itu, suara tabrakan sudah terdengar jelas. Di susul beberapa mobil misterius mengepung tempat itu dan tak lupa preman berbadan kekar hendak menghabisi Evan saat itu juga.

Dokter yang menangani Evan keluar dari ruangan, lalu menghela nafas panjang. Tak lupa juga merapikan jas dokternya yang tampak kusut.

Raka langsung berdiri menghampiri Dokter dan menanyainya dengan beruntun.

"Bagaimana ke adaan adik saya dok?" tanya Raka saat dokter baru saja keluar dari ruangan.

Dokter Bima menghela nafas panjang, dan menatap mereka satu persatu. Dengan tenang ia menjawab semua pertanyaan itu. " Revan sudah melewati masa kritisnya, berdo'a saja semoga ia cepat bangun dan membuka kembali matanya.

Bela menangis, memaksakan langkah nya membuka pintu UGD menghampiri putra bungsu yang kini nampak terlelap nyenyak. " Maafin Bunda nak, Bunda kangen kamu. Bunda pengen ketemu kamu tapi bukan gini caranya.

"Bunda" panggil Alvaro pelan. Ia tidak ingin sang istri kembali pingsan, padahal kondisi badannya benar benar belum stabil.

Riri dan Raka saling menguatkan, melihat Bundanya hancur dan menangis seperti itu hati mereka seakan teriris, isakkan sang Bunda lebih menyakitkan dari pada melihat kondisi sang adik yang masih terlelap dalam tidurnya.
◉▣◉

"Pah, Brayan kan ngak sakit. Ngapain harus cek up lagi sih?" Brayan merengek berkali kali untuk keluar dari ruangan berbau obat obatan itu. Sudah lama ia meninggalkan rumah sakit ini. Kenapa ia harus kembali lagi.

Sungguh dia membenci bangunan besar ini, bau obat obatan begitu tercium jelas. Belum lagi pasien kecelakaan yang berlalu lalang dan orang terbatuk batuk sekitar nya di sana. Sungguh tempat ini tidak lah sehat.

Papa Brayan menyentil telinga remaja itu, memarahi dan mengomelinya. " Papa dapat kabar ya kalo tadi sore kamu ngejerit kesakitan, Mag kamu kambuh lagi kan? Aduh Brayan, cuma kamu yang Papa punya. Jadi plis jangan kenapa napa lagi. "

" Biarin aja Bray sakit Pah, Biar bisa nyusul Evan di atas sana"jawabnya enteng dan mendapatkan tabokan khusus dari sepupunya.

"Lo tuh ya Bang ngeyel tau ngak. Kasihan noh nyokap lo khawatirin lo" omel gadis itu tak kalah sadis. Gadis yang membawa tongkat itu melotot tajam. Enak saja menyusul orang yang sudah tenang di alam sana. Mana tampangnya santai banget lagi.

"Kalo lo mati, Nyokap lo sama siapa anjir. Udah lo anteng anteng aja di dunia ini. Lo ngak perlu kerja karna Papah Tio udah tajir 7 turunan, tujuh tingkatan di sertai 7 belokkan.

" Kalo lo mati, siapa yang bakalan jagain temen temen goblok lo itu hah?. Gue? Gue mah ogah temen teman lo aneh semua apalagi si Bima sama si Ryan. Gue curiga deh mereka belok, soalnya mereka barengan mulu.

Transmigrasi Evan  (Telah Terbit) Место, где живут истории. Откройте их для себя