Ara nya Geo

3K 203 0
                                    


"Dia akan pergi, namun ada yang mencegah takdir untuk berakhir."

***

Masih dengan malam yang sama, namun ditempat yang berbeda. Mobil hitam yang dikendarai Za melewati jalanan yang nampak mulai sepi dilalui oleh kendaraan.

Semarang. Kota yang selalu ia kunjungi namun tak pernah benar benar ia senangi. Kota yang pernah menjadi saksi atas perjuangan hidupnya.

Kota ini indah, orang-orangnya baik. Namun takdir yang mengantarkan Za kekota ini nyatanya tak seindah dan sebaik masyarakatnya.

Kembali ke kota ini, sama saja seperti orang bodoh yang mengulangi kesalahan yang sama. Namun apa daya? Tiga tahun lalu adalah kali pertama ia menginjakkan kaki lagi dikota ini setelah pergi meninggalkan semua yang pernah terjadi.

Sejak tiga tahun lalu, kota ini kembali sering ia kunjungi.

Mobilnya memasuki kawasan rumah sakit mewah yang menjadi salah satu rumah sakit terbaik di Semarang. RS Columbia Asia Semarang.

Setelah memarkirkan mobil, ia segera keluar dan memasuki lobi rumah sakit. Tanpa bertanya apapun pada resepsionis, Za bisa mengetahui sendiri dimana ruangan yang ia cari.

Dilantai tiga, ruangan paling ujung lorong. Ruangan Arunika 115.

Dari balik kaca pintu, ia bisa melihat gadis remaja yang terbaring tak berdaya dengan banyak alat yang memenuhi tubuhnya. Jika saja salah satu alat itu dilepas, maka gadis itu akan pergi, meninggalkan dunia yang sering memberinya luka.

Dia akan pergi, bertemu dengan tuhan yang menciptakannya. Dia bisa berkeluh kesah kepada tuhannya, menceritakan bagaimana tidak adilnya semesta kepada gadis pucat itu.

Gadis itu tak akan lagi merasakan sakit. Wajah pucatnya kan hilang. Ia akan bebas. Semua masalah akan hilang.

Namun, Za tak pernah menginginkan itu semua. Ia selalu bersikeras agar gadis itu tetap dirawat, dia yang selalu melarang dokter untuk membuka alat alat ditubuh gadis itu.

Za, dia menyiksanya. Itu yang sering orang orang bilang.

Namun Za selalu menyanggah. Ia tak pernah menyiksa siapapun, gadis itu yang menyiksa dirinya sendiri.

Merasakan ada orang disampingnya, Za langsung menoleh. Penglihatannya langsung menangkap seorang dokter muda dengan jas putih yang masih melekat di badan nya.

"Sampai kapan anda mau menyiksanya nona?" Dante bertanya.

"Jangan bilang anda tidak pernah menyiksanya." lanjut dokter itu yang telah hafal betul dengan jawaban Za.

"Benar, saya tak pernah menyiksanya."

"Anda menyiksanya nona, dengan tetap mempertahankan alat alat itu ditubuhnya, gadis itu hanya akan terus merasakan rasa sakit yang tak pernah anda rasakan,"

Za tersenyum singkat.

"Selagi harapan gue bersinar, dia gak bakalan pergi gitu aja."

"Harapan anda menyiksanya nona."

"Terserah anda mau bilang apa." Za meninggalkan Dante dan memasuki ruangan itu.

Dari saku celananya ia mengeluarkan sesuatu, lalu meletakkan benda itu tepat disamping tangan yang diimpus milik gadis itu.

"Bangun bodoh. Lo nyiksa diri lo sendiri tapi gue yang selalu disalahin. Lo masih punya janji sama orang lain. Lo gak mau yaa nepatin janji lo? Oke gak masalah. Gue yang bakal nepatin janji lo."

Za menatap gadis yang sama sekali tak memberikan repon itu. Walau begitu ia tetap berbicara, terserah jika orang lain menganggapnya gila.

"Kalo lo bangun, gue bakalan nganterin lo menuju kebahagian yang lo impiin selama ini. Tapi kalo lo masih pura pura tidur gini, maaf saja, impian lo bakal gue hancurin."

My (Bad) Life-ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang