Anak?

3.4K 236 0
                                    

"Lihat dulu siapa yang menjadi lawan anda. Jangan sampai anda menutup wajah karena malu akan fakta yang harus anda terima."

***


Hening. Tidak ada satupun dari mereka yang membuka suara. Berhadapan dengan Bu Hakim bukanlah perihal mudah, apalagi dengan tingkat kemarahannya yang sudah melebihi batas.

Kebanyakan murid yang dihukum oleh Bu Hakim, pasti mendapatkan hukuman yang tidak masuk akal. Itu hanya jika masalah ringan.

Tapi, ini sudah lebih dari batas ringan. Kejadian yang baru saja terjadi bisa dikategorikan tindakan kriminal didepan hukum.

"Kalian pikir sekolah buat adu kekuatan?! Kalau memang kalian punya skill langsung ke arena, jangan disekolah!" bentak Bu Hakim.

Namun anak-anak yang dihapannya sama sekali tak menjawab. Kalau dibiarkan begini, masalah tidak akan selesai. Berbicara panjang lebar tanpa respon pun tak kan ada gunanya. Menghela napas kemudian berujar.

"Besok kalian bawa orangtua kalian, surat undangan nya nanti menyusul." ucapan itu tertuju pada Stella, Tia, Zola, Gavlen, dan tentunya Fathur karena ia juga ikut serta.

"Fajar, panggil Za kesini!" perintah Bu Hakim yang langsung Fajar laksanakan.

Ruangan itu kembali hening, tak ada yang membuka suara. Hanya terdengar helaan nafas lelah dari Bu Hakim. Tak berselang lama, Fajar kembali muncul, namun tidak ada anggota baru yang ia bawa masuk kedalaam ruangan itu.

"Za gak mau buk." hanya itu yang Fajar ucapkan ketika mendapatkan tatapan pertanyaan dari Bu Hakim.

"Vala, Gaven, dan kamu Fajar, silahkan kembali ke kelas."

"Kalian berlima, tunggu diluar."

Setelah mereka semua keluar, sekarang hanya tinggal Geo dan Bu Hakim didalam ruangan tersebut.

"Luka kamu sudah kamu obati?" tanya Bu Hakim.

"Sudah buk."

"Kalau begitu kamu yang panggil Za, bawa dia kesini." perintah Bu Hakim yang tentu saja dilaksanakan Geo. Setelah berpamitan ia segera keluar dari ruang BK untuk mencari Za.

.

.

.

Suasana kelas 12 IPS 5 saat ini nampak sepi. Bukan apa, hanya saja saat ini kebanyakan murid kelas tersebut tidak berada didalam kelas. Hanya ada Za dan Zela diruangan itu.

"Lo gak merasa bersalah?" tak ada jawaban yang didapatkan Zela, namun ia tak menyerah.

"Setelah hampir bunuh orang lo malah santai-santainya disini. Emang yaa, sekali gak punya hati bakalan tetap gak punya hati."

"Bukan urusan lo." balas Za tanpa menatap Zela.

"Memang bukan, tapi setidaknya gue bisa bantu lo buat sadar diri."

"Sadar diri? Sadar diri apa yang lo maksud?"

"Yaa sadar diri aja siih, sadar diri buat ngakuin kesalahan, sadar diri sama kemampuan dan mungkin sadar diri untuk gak ngerebut milik orang lain." Zela berujar sinis dengan penekanan diakhir kalimatnya.

Za mengalihkan tatapannya memandang Zela, tak ada guratan apapun diwajahnya. Ia sama sekali tak terpancing dengan perkataan Zela.

"Milik siapa yang gue rebut?" tanya Za remeh.

"Masih gak sadar lo. Lo rebut orangtua gue! Lo rebut perhatian mereka dari gue! Lo rebut kasih sayang mereka dari gue! Lo tahu? LO ITU CUMA BISA NGAMBIL MILIK ORANG LAIN!"

My (Bad) Life-ENDWhere stories live. Discover now