[63] Perasaan Saka

8.5K 600 229
                                    

Tak hanya Risa, bahkan Nana dan juga Mira kini tengah makan bersama Asya di kantin. Mereka berdua tak mempermasalahkan atau pun menjauhi Asya karena kondisi gadis itu, menurut mereka, Asya tetap lah Asya. Kondisinya tak bisa merubah gadis itu yang ceria.

Namun perkiraannya salah. Asya malah lebih banyak diam selepas kejadian di koridor tadi.

Mereka semua bungkam sehabis mendapat perkataan yang amat nyelekit dari Asya. Mereka yang hanya bertanya ada apa? Dan di balas dengan kalian gak bisa diam? Dari tadi ribut terus. Pusing tau gak.

Sungguh di luar dugaan. Asya seperti bukan Asya, tetapi dia memang Asya. Mungkin ini salah satu sifat yang belum mereka ketahui.

Baiklah, tak ada yang meributkan, mereka lebih memilih memaklumi. Apa lagi setelah mengetahui kejadian di koridor.

"Sya, Saka jalan masuk ke kantin," ucap Nana memberi tahu, dengan mata yang melirik ke arah Saka.

"Gak nanya."

Tuh kan! Nana sampai di buat bungkam dengan balasan Asya yang seperti itu.

Risa menepuk pundak temannya beberapa kali, guna menguatkannya agar tak terlalu memakan hati omongan Asya. Risa sendiri? Dia sudah terbiasa SEJAK DULU dengan sifat Asya yang satu ini. Dari sejak kecil. Ia hafal betul.

"Pulang bareng gue ya, Sya? Ian ada latihan bentar sebelum pulang sekolah," sahut Risa.

"Iya."

Setelahnya, tak ada perbincangan lagi, mereka semua kini fokus pada makanan masing-masing.

Tak butuh waktu lama, makanan Asya sudah habis. Ia kemudian menggerakkan kursi rodanya.

"Mau kemana?" tahan Risa.

"Kelas."

"Tunggu, kita bareng aja," ujarnya dan berusaha menghabiskan makanannya dengan cepat.

"Lama, Isa."

Tanpa menunggu balasan lagi, Asya membalik kursi rodanya. "Asya duluan," katanya sebelum berlalu. Mumpung kondisi kantin yang tidak ramai, jadi ia bisa leluasa.

Selama dirinya menggerakkan roda dan berlalu, selama itu pula semua mata menatap ke arahnya.

Tuk!

Asya berhenti.

Bodoh! Ia menabrak seseorang hingga minuman milik orang tersebut jatuh dan tumpah mengenainya.

"Ck!"

Mendengar decakan seperti itu, Asya mengangkat pandangannya dan menatap orang tersebut. Setelah melihatnya, ia memutar bola matanya malas. Ternyata Saka dan Cindy.

"Kalau gak bisa jalan dengan benar, mending diam di kelas."

Asya tampak mengerutkan keningnya bingung. "Maksud lo?"

Lo? Cindy terdiam berusaha mencerna, mengapa Asya tak memanggil dengan nama lagi?

Saka menunjuk kursi roda Asya, lalu menunjuk gadis itu. "Kursi roda lo ngehalangin jalan. Ngebuat semua orang susah lewat. Paham?"

Cindy yang mendengar itu, menarik tangan lelaki tersebut agar menjauh sedikit. "Ucapan kamu kenapa gitu?"

"Kenapa?"

"Sa...."

"Sini deh," ucap Asya dengan suara yang berubah lembut seketika, dan itu membuat perkataan Cindy terhenti.

Mereka berdua saling tatap.

"Sini, Asya mau ngasih sesuatu," katanya lagi.

Karena Saka yang tak kunjung mendekat, ia akhirnya berdiri dengan satu kakinya, dan menarik dasi lelaki tersebut untuk mendekat padanya. Setelahnya, ia kembali terduduk di kursi roda.

TARASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang