[50] Semangat Untuk Mati

8.3K 563 390
                                    

Judulnya sangat memotivasi :)

☘☘☘

Jam menunjukkan pukul setengah sepuluh, pertanda bawah jam istirahat kini masih berlangsung. Saka dengan motornya berhenti tepat di belakang pagar sekolah. Ia menoleh kebelakang dan pada akhirnya memilih untuk memanjat pagar belakang sekolah.

Suara erangan keluar dari bibirnya saat dengan tidak estetok dirinya terjatuh dan kepalanya yang malah terbentur dengan tanah.

Laki-laki itu kemudian sedikit menyingkap baju seragam yang tengah dikenakannya. Sebuah luka gores yang bisa di bilang cukup panjang mengenai tepat di perutnya.

Darahnya sudah tidak terlalu banyak yang keluar akibat ia yang melilitnya menggunakan kain.

Entah apa tujuannya, bukannya ke rumah sakit, tapi ia malah ke sekolah.

Dengan tangan yang sedikit gemetar,ia meraih ponselnya dan berusaha menghubungi seseorang. Tak mungkin dirinya akan tetap berdiam dibelakang sekolah. Dan entah dorongan dari mana, nomor pertama yang ia cari adalah nomor ... Asya.

Panggilan ke satu, tak tersambung.

Ke dua, masih tak tersambung.

Dan seterusnya pun begitu.

Saka menjauhkan ponsel dari telinganya dan menatap kontak Asya. "Gue ... di blokir?" gumamnya saat sudah tak melihat foto profil pada kontak gadis tersebut.

Saka membuang napasnya kasar. Laki-laki itu lantas berdiri dengan susah payah, baru dua langkah, ia berhenti saat merasakan nyeri yang sangat hebat di punggungnya. Ia kembali terduduk di tanah, sekedar melangkah, dirinya sudah tak kuasa. Ia seperti mati rasa.

Ah, sial. Kenapa juga ia memanjat dan masuk ke sekolah.

Tak ada harapan lagi saat ini. Gadis itu sudah berniat menjauhinya.

Dan itu karena kesalahannya sendiri.

Tak lama, ponselnya berdering dan menampilkan satu nama orang. Tanpa buang waktu, ia mengangkat panggilan tersebut.

"Kenapa?"

"Kamu dimana? Kenapa gak sekolah?"

Saka terdiam sejenak, tak ada salahnya ia meminta bantuan pada Cindy. Karena meminta bantuan pada Asya pun, rasanya sudah tak mungkin. Gadis itu sudah lebih dulu memblokir nomornya.

"Gue ... gue di belakang sekolah. Lo bisa ke sini?"

"Kamu kenapa? Suara kamu kok kayak gitu?"

"Datang aja."

"O—oke, tunggu sebentar, ya. Aku langsung kesana."

Saka mematikan ponselnya dan lebih memilih merebahkan tubuhnya di atas tanah. Matanya dengan polos menatap langit yang cerah di atasnya.

"Andai hidup gue secerah langit saat ini," ujarnya dengan bibir yang berkedut. Pelipisnya mulai di banjiri oleh keringat dingin.

"Apa semua ini masih akan terjadi sama gue?" lanjutnya seraya bermonolog.

☘☘☘

Dengan modal melewati lorong belakang, kini mereka berdua sudah sampai tepat di depan pintu UKS sekolah. Cindy dengan sekuat tenaga memapah Saka yang berat badannya lebih jauh darinya.

Mereka berdua masuk ke dalam dan kembali menutup pintu.

"Hati-hati." Cindy membantu Saka untuk duduk di salah satu brankar. Ia kemudian berjalan untuk mengambil peralatan obat karena keadaan UKS yang saat ini tengah sepi.

TARASYA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang