[33] Keberangkatan

5.3K 382 488
                                    

Assalamualaikum, maaf kelamaan up :3

Mungkin satu atau dua Minggu ke depan aku bakalan lama up lagi, maaf banget ya. Mau fokus ke PAS dulu, soalnya. Mana PAS nya hampir dua Minggu^^

Tapi tetap bakalan up kok, meskipun agak lama.

Happy reading.

☘️☘️☘️

Mel meletakkan piring di atas meja makan, matanya sekilas melirik Cindy yang sudah duduk anteng di salah satu kursi. Tak berniat menyalahkan anak itu, hanya saja ... ia merasa sedikit kesal karena kedatangan Cindy di rumahnya malah membuat sedikit keributan untuk anaknya dan juga suaminya.

Attensinya beralih pada Kris dan juga suaminya yang sama-sama diam.

Kris sudah mengetahui jika Cindy akan menginap di rumahnya selama seminggu, Papinya telah memberi penjelasan padanya, dan respon yang di berikan oleh cowok itu hanya mengiyakan saja.

Mel tersentak kaget saat pinggangnya di tarik oleh Devan untuk mendekat. "Asya masih marah," gumam Devan.

Tangan Mel naik dan mengacak rambut suaminya. Ia sedikit berdehem, guna menetralkan degup jantungnya. "Kalian makan dulu, Mami mau panggil Asya."

Setelah mendapat anggukan, wanita itu segera berjalan menaiki anak tangga.

Kris yang memang baru sembuh dari demamnya kini menatap Papinya dengan alis yang bertaut. "Asya kenapa, Pi?"

Devan menatap Cindy yang sedang menunduk, tak mungkin juga ia mengatakan yang sebenarnya tepat di hadapan orangnya. Ia tak sejahat itu.

"Adik kamu ngambek ... Papi yang salah."

***

Mel mendudukkan dirinya di sisi kasur milik Asya, tangannya naik dan mengusap rambut anak gadisnya yang tengah duduk bersandar pada sandaran tempat tidur. Pandangannya kosong ke depan dengan mulut yang terkatup rapat.

Mel menarik kepala Asya agar bersandar padanya, dan gadis itu tidak menolak, dia bahkan langsung memeluk Maminya dari samping.

"Asya ...."

"Jangan kayak gini, sayang. Mami tau perasaan kamu, Mami bisa rasain. Sebenarnya, yang buat kamu marah bukan karena hanya Papi terlalu peduli sama Cindy. Pasti ada masalah lain. Cerita sama Mami, jangan di sembunyi'in."

Asya semakin mengeratkan pelukannya.

"Semarah-marahnya kamu, jangan sampai amarah itu menguasai diri kamu. Itu gak baik, Sya."

"Apa pun itu, solusinya cerita. Jangan mau di pendam sendiri, yang ada, kamu malah makin sakit ... Sekali Mami masih ada, kamu bisa cerita sama Mami. Mami bakal ngasih solusi yang bisa kamu coba. Mami bakal bantu dan dukung Asya."

"Mami mau ke mana?" tanya Asya dan mendongakkan kepalanya.

"Ke Prancis, Sya. Bentar siang Mami sama Papi 'kan udah mau berangkat."

Asya kembali menundukkan kepalanya.

"Sya, dengarin Mami—"

"Cerita sama Asya, Mi. Cerita apa aja," ucapnya lirih. "Tapi jangan pakai pada zaman dahulu ... jelek," lanjutnya.

Mel terkekeh mendengar penuturan Asya. "Iya, gak pakai pada zaman dahulu, kok."

Mel terdiam beberapa saat, berusaha memeras otaknya agar mendapat sebuah cerita singkat untuk putrinya ini. Setelah mendapatkannya, tangannya beralih mengusap punggung Asya lembut. "Dengerin, ya?" Asya mengangguk antusias.

TARASYA [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum