[13] Rasa Khawatir

8.3K 530 730
                                    

Nb: Nama Kris aku ganti ya, yang awalnya Kristiano Ervan Leander jadi Krisan Akbar Leander. Jadi, jangan heran kalau nemu nama Krisan.

***

Disisi lain, Devan tengah menatap laptop di hadapannya dengan datar. Pandangannya beralih pada asisten yang berdiri tepat di sebelahnya, perlahan tangannya terangkat dan mengambil salah satu berkas lalu memberikannya pada asistenya itu.

"Selidiki terlebih dahulu."

"Baik, Pak!"

Tok tok tok!

Suara ketukan pintu terdengar dari arah luar ruang kerja Devan. Terlihat jelas seorang wanita kini tengah berdiri di ambang pintu dengan senyuman manisnya. Devan yang melihat itu ikut tersenyum. Lantas, ia menyuruh asistennya itu untuk keluar terlebih dahulu.

Orang tersebut tersebut langsung berjalan masuk dan berdiri tepat di hadapan Devan. "Permisi, Pak. Maaf menganggu. Sekarang sudah jadwal makan siang," ucapnya mengingati.

Devan menutup laptop di hadapannya dan kembali menatap wanita tersebut secara intens.

"Duduk," titahnya.

Wanita itu mengangguk dan langsung mengambil duduk. Tangannya beralih membuka sarapan yang ia bawa untuk Devan.

"Di sofa aja, ya, Pak. Soalnya di sini banyak berkas."

Devan mengangguk mengiyakan, ia bangkit dari duduknya dan mendekati wanita tersebut. Merangkulnya dari samping dan menuntunnya menuju sofa di ruang kerjanya.

Tangan wanita itu dengan taletan menyiapkan makanan yang ia bawa untuk Devan. Saat merasa sudah, dia kembali menatap Devan dengan sedikit tersenyum.

"Mau aku suapin?" tanyanya.

"Boleh," balas Devan dengan senang hati.

Wanita tersebut mulai mengambil salah satu makanan dan bersiap menyuapi, tapi terhenti saat merasa ada sesuatu. Matanya menatap dan menelisik pria di hadapannya.

"Istri bapak ... apa kabar?" tanyanya sekedar basa-basi.

Devan memakan makanan yang di suapkan untuknya. Mendengar pertanyaan yang keluar dari mulut wanita di hadapannya ini membuat Devan sedikit terkekeh.

"Kenapa? Kamu takut?"

Orang itu menggeleng lemah. Ia kembali menyuapi Devan sesendok nasi.

Devan terfokus pada tangan wanita itu, ia mengambilnya dan menatapnya lebih dalam, kemudian mengusapnya perlahan. "Kebiasaan, kalau kerja itu gak usah berlebihan."

Devan kembali mengusap tangan yang terluka itu, entah karena apa.

"Kamu juga. Kerjanya berlebihan."

Devan merampas makanan yang berada di pangkuan wanita tadi dan meletakkannya di meja. Ia beralih berbaring dan meletakan kepalanya di paha wanita tersebut.

"Biar gini dulu."

Hanya anggukan singkat yang dia berikan, tangannya perlahan mengusap kepala Devan dan sedikit memijitnya. "Capek banget, ya?"

"Hm."

Wanita tersebut terus mengusap kepala Devan. Devan sendiri memejamkan matanya sesaat, merasa sangat nyaman.

Tok tok tok!

Pandangan mereka berdua beralih pada pintu ruang kerja. Mata mereka yang tadinya saling beradu kini membulat sempurna saat melihat seseorang tangah berdiri mematung di ambang pintu tersebut.

Devan sontak bangun dari tidurannya di atas kedua paha perempuan tadi dan menatap seseorang yang berdiri di ambang pintu dengan tatapan yang sulit di artikan.

TARASYA [END]Kde žijí příběhy. Začni objevovat