[15] Sekedar Kepo

7.4K 554 389
                                    

Yeay, bisa double up😭

****

Melihat Cindy yang telah menurunkan tangannya dari rahang tegas Saka, Ian pun ikut menjauhkan tangannya dari mata Asya. Gadis itu tentu saja mendongak dan menatap Ian heran.

"Kenapa Ian nutup mata Asya?" tanyanya dengan mata yang sedikit mengerjap dan alis yang saling bertaut.

"Biar pandangan lo gak ternodai," jawabnya ngasal.

Asya hanya mengangguk mengiyakan. "Oh."

"Saka, lukanya udah kamu obatin? Mau aku obatin gak?" tanya Cindy dengan pandangan menatap luka lebam Saka.

Baik Asya dan juga Ian sama-sama menoleh menatap Saka dan juga Cindy.

"Gak usah, udah di obatin sama Asya," jawabnya dan menoleh menatap Asya yang hanya diam dengan wajah santainya.

"Owh, aku kirain belum di obatin." Tangan Cindy ingin terangkat untuk memegang luka lebam Saka, tapi sebelum itu, Saka lebih dulu menahannya.

"Mau ngapain ke sini?"

"Mau liat kondisi kamu," jawabnya.

Saka hanya mengangguk. Tangan Cindy kembali naik dan sedikit mengusap pelipis Saka yang telah di beri plaster obat.

Sedangkan Asya, ia beralih bersandar pada pundak Ian sambil menatap adegan di depannya ini. Tangannya tanpa di minta memegang bagian dadanya sendiri dan memukulnya pelan. "Ian ... Liat Saka sama Cindy kayak gitu, kok perasaan Asya gak terima, ya?" tanyanya, bahkan wajahnya yang tampak santai kini murung dalam sekejap.

Ian sedikit menoleh ke samping, menatap Asya sebentar lalu menatap Saka dan juga Cindy. Lelaki itu kemudian mengangkat kepala Asya dari sandarannya dan membalikkan tubuhnya hingga berbalik membelakangi Saka dan juga Cindy.

"Mending lo ke lapangan, jangan sampai guru lo marah," usul Ian lagi.

Asya tak menyahut, ia kembali menoleh ke belakang dan menatap Saka dan juga Cindy. Belum sepenuhnya ia melihat kedua orang itu, pandangannya tiba-tiba gelap saat Ian menutup ke dua matanya. Lelaki itu menuntun Asya hingga keluar dari dalam UKS.

"Kalau udah tau buat sakit, jangan lo liat biar nambah sakitnya," lirih Ian. Lelaki itu melepaskan tangannya dari mata Asya.

"Hah?"

"Hah hoh hah, udah, lo ke lapangan aja. Jangan sampai lo di hukum Pak Dimas."

Asya mengangguk pelan, ia perlahan berjalan menjauh menuju lapangan sekolah dengan wajah tertunduk lesu.

Sedangkan Ian, lelaki itu kembali berjalan masuk dan mengambil duduk di salah satu brankar di UKS. Matanya tak lepas menyorot Saka dan juga Cindy.

Salah seorang petugas PMR berjalan mendekat ke arah Ian. Setelah meminta izin, perempuan itu dengan sangat hati-hati mengobati luka lebam di wajah Ian. Bahkan, perempuan itu terkadang menahan napasnya saat pandangannya malah fokus pada bibir merah Ian yang tengah luka.

"Mending lo balik, bentar lagi masuk," usul Saka pada Cindy.

"Emang kamu gak mau balik ke kelas?"

"Bentar, jam ke dua," jawabnya santai.

Cindy mengangguk lalu memperbaiki tatanan rambut Saka yang lumayan berantakan. Setelah itu, ia beralih menampilkan senyumnya. "Yaudah, aku ke kelas dulu."

"Hm."

Melihat Cindy yang sudah berlalu keluar, Saka beralih merebahkan tubuhnya sesaat, tepat tak jauh dari sampingnya, Ian juga tengah berbaring dengan mata yang terpejam.

TARASYA [END]Место, где живут истории. Откройте их для себя