1. KECELAKAAN

368 61 103
                                    

Kalani terburu mengumpulkan lembar yang selesai dia isi ke meja guru di mana Bu Indah, Guru Bahasa Indonesia, sedang menunggu. Wanita tersebut mengamati lembar yang diberikan Kalani sebelum mengangguk dan melihat murid di hadapannya.

"Oke. Boleh pulang," ucap Bu Indah.

"Terima kasih, Bu." Kalani membungkuk singkat sebelum berjalan terburu ke bangkunya dan membereskan barang-barang.

Batinnya menggerutu. Ini akibat ulangan dadakan Bu Indah menjelang jam pulang. Cewek itu akhirnya menjadi yang terakhir meninggalkan kelas X-IPS-1, kelasnya. Kalani paling lemah pelajaran bahasa dan seni. Tidak seperti Ambar, teman sebangkunya yang jago bahasa Indonesia walau bermulut cablak.

Dia melihat jam tangan sekali lagi. Sudah lebih lima belas menit dari jam pulang sekolah. Ambar dan Reva, temannya yang lain, pasti sudah kebosanan menunggu. Mereka bertiga berencana pergi ke kafe baru tak jauh dari SMA Sarasvati, sekolah mereka. Ambar bilang, gelato di tempat itu wajib dicoba.

Ponsel Kalani berbunyi saat cewek itu telah keluar dari kelas. Dia melihat nama Ambar sebelum menggeser ikon tombol hijau. "Kamu di mana, Mbar?" tanyanya tanpa basa-basi.

"Di bawah dekat tangga. Wis mari, tha?*)" tanya Ambar.

"Udah. Baru aja. Yo wis. Tak mudhun mari ngene,**)" ucap Kalani sebelum mematikan ponsel.

Kelasnya berada di lantai dua dan sedikit di ujung. Sehingga cewek itu harus berlari jika ingin mencapai anak tangga dan bergabung bersama kedua temannya. Lorong lantai dua sudah mulai sepi. Hanya ada beberapa murid yang masih bertahan karena kegiatan ekstrakurikuler sebentar lagi dimulai.

Mungkin Kalani sedikit terlalu cepat berlari. Ditambah salah satu tali sepatunya tak sengaja terinjak dan membuatnya tersandung. Kalani terlambat mengantisipasi dan mencari pegangan. Sehingga beberapa detik kemudian, teriakannya membahana seiring dengan tubuhnya yang jatuh berguling di tangga.

"Lani!" seru Ambar dan Reva yang sedang menunggu tak jauh dari tangga sekolah.

Kedua cewek itu bergegas menghampiri teman mereka yang kesakitan. Beberapa murid yang berada di dekat lokasi ikut melihat kondisi Kalani. Tampak cewek itu memegangi punggungnya. "Aduh, punggungku," rengek Kalani.

"Bisa berdiri, Lan? Kita ke klinik, yuk," saran Reva yang berjongkok di sisi kanan Kalani. Sementara Ambar di sisi kiri.

"Kakiku sakit," ujar Kalani. "Kayaknya keseleo, nih."

Reva dan Ambar bertukar pandang. "Kamu kuat angkat nggak, Rev?" tanya Ambar.

"Nggak yakin." Reva menggeleng. "Tapi dicoba aja kali, ya?"

"Sembarangan dicoba-coba! Nanti kalau aku jatuh terus keseleonya tambah parah gimana?" sambar Kalani.

"Terus maunya gimana? Masa di sini terus sampai besok?" kesal Reva.

"Nggak tahu. Aduh ...!" Kalani kembali merengek. Membuat kedua temannya semakin merasa kasihan sekaligus sebal.

"Ada apa, Dek?" tanya seseorang di belakang Ambar. Ketiga cewek tersebut menoleh dan seketika sama-sama melebarkan netra masing-masing.

"Kak Baskara," desis Reva. Hampir tak percaya bahwa mereka dihampiri seorang cowok berkulit sawo matang, bertubuh tegap dalam balutan seragam futsal, dengan potongan rambut pendek yang rapi, dan sepasang mata yang menyorot hangat. Satu lagi, dia populer di sekolah ini.

"Eh, ini Kak. Teman kami jatuh dari lantai dua. Mau dibawa ke klinik sekolah. Kayaknya keseleo," jelas Ambar.

"Oh." Baskara menghampiri Kalani yang kini terduduk kaku di tempatnya. Cowok itu berjongkok dan bertanya pada Kalani, "Siapa nama kamu?"

ADMIRER (SELESAI) Where stories live. Discover now