23. SORRY

116 29 16
                                    

Taman belakang sekolah tak pernah gagal menghadirkan ketenangan. Banyak siswa SMA Sarasvati yang menjadikan tempat ini sebagai favorit. Termasuk Kalani. Walau dia jarang menghabiskan waktu di sana.

Awan mengajak Kalani duduk di bangku kayu di bawah pohon akasia yang cabang-cabangnya tumbuh menyebar. Sehingga seolah-olah membentuk kanopi yang memayungi siapa pun yang bernaung di bawahnya.

"Apa kabar?" tanya Awan pada Kalani. Seolah mereka telah bertahun-tahun tidak bersua.

"Baik," jawab Kalani pendek disertai senyum tipis yang tersungging selama beberapa detik.

Setelahnya kesunyian menyelimuti dengan canggung. Kalani melempar pandang pada tanaman pagar yang baru saja dirapikan tukang kebun sekolah. Gulma tali putri yang berbentuk mirip mi kuning yang sebelumnya tumbuh merata di permukaannya telah bersih.

Kalani jadi teringat, dulu sering bermain masak-masakan bersama Kalila menggunakan tali putri yang mereka ambil dari tanaman pagar milik tetangga. Saat mempelajari biologi, Kalani baru mengetahui jika tanaman tersebut termasuk parasit.

"Lani." Panggilan Awan mengalihkan perhatian cewek berambut sepunggung tersebut. Dia menoleh pada mantan pacarnya yang sepertinya tak banyak mengalami perubahan.

Melihat Awan kembali, sejujurnya Kalani merasa bersalah. Namun, dia juga merasa kecewa setiap mengingat bagaimana Awan membentaknya di hadapan anggota OSIS yang lain serta memutuskannya secara sepihak.

"Maafin aku, ya," ucap Awan. Pandangannya menatap lurus Kalani dan terlihat tulus. Namun, Kalani belum berniat untuk menanggapi permintaan maafnya. Cewek itu kembali menunduk dan memainkan kuku-kukunya yang terlihat lebih menarik.

"Kamu pasti marah dan kecewa, ya?" ucap Awan lagi.

Kalani kembali mengangkat pandang membalas tatapan Awan. Cowok itu bertanya apakah Kalani marah dan kecewa? Apakah Kalani harus menjawabnya?

"Aku memang salah. Sudah menuduh kamu tanpa alasan. Sudah membantak kamu. Bahkan ... sudah mutusin kamu tanpa mau dengar penjelasan kamu dulu," ucap Awan lagi. "Aku ... jujur aja waktu itu lagi kalut. Lihat gimana Baskara sedekat itu sama kamu dan ... semesra itu."

Diam kembali menjeda di antara mereka. Kalani masih belum ingin bicara. Terlihat Awan melempat pandang ke arah tanaman pagar sambil menjalin jemarinya.

"Baskara udah jelasin semuanya, Lan," lanjut Awan. "Dia bilang soal perasaannya sama kamu. Menahan buat nggak ngomong karena menghargai aku dan kamu. Walaupun dia nggak rela kita jadian."

Cowok itu kembali menoleh pada Kalani. "Tolong jangan benci aku, ya. Aku memang salah. Tapi waktu itu dikuasai amarah. Jadi sekali lagi, maaf kalau bikin kamu kecewa."

Awan meraih tangan Kalani dan menggenggamnya. "Tolong jangan diam begini, Lan. Ngomong sesuatu. Atau kamu mau marah? Nggak apa-apa. Itu memang salahku."

Kalani menghela napas pelan. Kemudian menunduk pada tangannya yang berada dalam genggaman Awan. Perasaannya ini, seperti apa sekarang? Genggaman itu terasa tulus, tetapi tak terasa istimewa.

"Lain kali," ucap Kalani. "Tolong Kakak dengarkan. Aku sendiri pun kaget sama pengakuan Kak Baskara. Tapi aku nggak ada niat sedikit pun buat main di belakang Kakak. Aku cuma nggak percaya sama apa yang aku dengar."

Cewek itu menatap Awan. "Aku bukan cewek populer kayak Kak Mika. Makanya nggak nyangka bisa jadi pacar Kakak, bahkan disukai sama Kak Baskara.

"Kak Awan tahu nggak, efek dari kejadian itu? Efek dari Kakak yang nuduh aku selingkuh di depan anak-anak OSIS? Jangan pura-pura nggak tahu. Aku dituduh tukang godain pacar orang sama penggemar Kak Mika."

ADMIRER (SELESAI) Where stories live. Discover now