10. KAK AWAN

134 35 35
                                    

"Jadi," ujar Kalani seraya mengenyakkan diri di kursi kantin bersama teman-temannya setelah memesan dua porsi mi goreng dan seporsi gado-gado. "Kayaknya habis ini, aku bakal jarang pulang bareng kalian."

"OSIS, ya?" tanya Ambar. Kalani mengangguk.

"Nggak apa-apa. Kita maklum sama kesibukan kamu, kok," timpal Reva.

"Iya. Denger-denger kalau udah mau dekat Pekan Seni gini, Sekbid 6 yang paling sibuk," imbuh Ambar.

Kalani menghela napas seraya menopang dagu dengan kedua tangannya. Bahunya yang turun seolah menandakan jika dia kelelahan. "Ya gimana, ya? Pekan Seni sekolah kita 'kan bukan acara biasa. Dananya juga nggak kecil."

"Emang belum dapat sponsor?" tanya Reva.

"Udah. Tapi kurang," jawab Kalani. Kemudian merebahkan kepalanya ke meja kantin. "Dua minggu ini kepalaku rasanya berasap."

Kedua temannya menatap Kalani iba. Setelah proposal yang diajukan OSIS disetujui pihak sekolah, OSIS tidak membuang waktu untuk merealisasikan event perdana mereka. Hampir setiap hari, Kalani selalu ke ruang OSIS untuk rapat singkat. Atau bertemu dengan Rara dan Justin untuk membahas program di Sekbid mereka. Pantas jika cewek itu terlihat seperti kehabisan tenaga.

"Hai. Boleh gabung?"

Kalani mengangkat kepala saat seseorang menyapa dan meletakkan nampan makan siang di sebelahnya. Punggung cewek tersebut segera tegak ketika melihat sosok Awan yang menduduki kursi plasti di sebelah Kalani.

"Hai, Kak Awan," sapa Ambar.

"Hai. Uhm ... temannya Kalani?" Awan memandang Ambar dan Reva bergantian.

Ambar tersenyum tipis seraya mengangguk dan mengulurkan tangan. "Kenalin, Kak. Saya Ambar. Sebelah saya ini Reva."

"Awan," ucap Awan seraya menjabat tangan Ambar dan Reva bergantian.

"Udah tahu, Kak. Siapa sih yang nggak kenal Kakak di sekolah ini?" ujar Reva.

"Ah, biasa aja," ujar Awan merendah.

"Kak Awan ngapain di sini?" sahut Kalani.

Awan menoleh pada juniornya yang terlihat mengantuk tersebut, lalu tersenyum kecil. "Makan siang. Emang apa lagi?"

"Kok di meja sini?" heran Kalani.

"Emang ada larangan buat duduk di sini?" tanya Awan sebelum mengambil sendok dan garpunya.

"Eng ... nggak, sih," jawab Kalani ragu. "Tapi kan biasanya Kak Awan–"

"Well nggak masalah kalau gitu," sela Awan saat Kalani hendak memprotes. "Selamat makan, semua."

"Silakan, Kak." Reva membuka kedua telapak tangannya untuk mempersilakan Awan menyantap makan siangnya.

Sementara Kalani menoleh pada kedua temannya dan mengerjapkan kedua mata. Tanda dia tidak mengerti situasi saat ini. Seorang Ketua OSIS tiba-tiba bergabung dengan meja ketiga cewek tersebut yang sering dilewati begitu saja oleh siswa lain.

Ambar hanya mengedikkan bahu dan cenderung tak peduli. Bersamaan dengan mi goreng dan gado-gado pesanan mereka tiba. Awan melihat piring Kalani yang berisi gado-gado dalam porsi banyak.

"Bakal habis, tuh?" tanya Awan ragu.

Kalani menoleh. "Kenapa? Menurut Kakak saya nggak mungkin makan habis semua ini?"

Melihat Kalani yang sebal terhadap cowok di sebelahnya, Reva dan Ambar kompak tertawa. "Kak Awan nggak usah khawatir," ujar Reva. "Badan kecil begitu, porsi makan Kalani dua kali lipat daripada saya."

ADMIRER (SELESAI) Where stories live. Discover now