17. PACAR

116 28 17
                                    

Kalani menguatkan diri. Dia sadar, kedatangannya ke sekolah kali ini akan disambut suasana berbeda. Semua berawal dari chat yang membanjiri grup angkatannya. Seseorang mengirim foto dirinya dan Awan dari belakang saat menonton pertunjukan terakhir Pekan Seni sambil bergandengan tangan. Foto tersebut pasti diambil setelah Awan menyatakan cinta.

'Alhamdulillah. Satu lagi sold out.'

'Kalani sadis! Ketua OSIS pun kecantol.'

'Selamat ya, Kalani.'

'Patah hati se-SMA Sarasvati.'

'Aku merasa tertikung. :'( '

Pesan-pesan tersebut masih cukup panjang dan Kalani bisa kehabisan waktu jika tetap membacanya. Akhirnya dia memilih untuk mematikan ponsel dan berangkat sekolah menggunakan motor matik bekas Kalila, kakaknya.

Benar saja. Kalani merasakan hawa berbeda ketika memasuki lingkungan sekolah. Pada saat menyimpan sepeda motor di area parkir, dia belum merasakan keanehan. Namun ketika memasuki area sekolah, setiap pasang mata seolah tertuju kepadanya. Entah berupa lirikan sekilas, atau tatapan tajam yang seolah menembus lapisan kulitnya. Tak jarang, beberapa tatapan disertai dengan bisik-bisik.

Kalani sedikit lega saat tiba di kelasnya. Tempat itu masih sepi. Sehingga dia tidak perlu mendapat tatapan yang sama dari teman-temannya. Walau dia tahu, keadaan tersebut tak akan bertahan lama begitu semua siswa telah memasuki kelas.

"Rajinnya Bu Pejabat," celetuk seseorang saat Kalani baru menyimpan tas di kolong meja. Tak usah mencari tahu. Hanya ada satu orang yang menjuluki Kalani demikian.

"Harus rajin, Mbar. Pacar Ketua OSIS harus kasih teladan yang baik," timpal Reva yang selalu datang bersama Ambar.

Kalani mengangkat pandang dan menatap datar pada kedua temannya yang selalu kompak menggodanya tersebut. Tampak keduanya tertawa puas karena dapat meledek cewek yang kini jadi perhatian satu sekolah itu.

"Cerita, dong. Diem-diem aja sama aku dan Reva," desak Ambar sambil menyimpan ranselnya.

"Iya. Aku sama Ambar nggak di dekat kamu sama Kak Awan waktu kalian jadian," ujar Reva seraya mendudukkan diri di kursinya. "Kasih tahu dong, Kak Awan ngomong apa."

"Dia gugup nggak? Terus kasih sesuatu nggak sama kamu?" timpal Ambar.

"Terus kamu jawabnya gimana? Minta waktu apa langsung?" sambung Reva.

Cewek berkuncir sepunggung tersebut menatap kedua temannya bergantian. "Harus banget aku kasih tahu, ya?" tanya Kalani.

"Iya, dong," sahut Ambar. "Ya kali cowok paling populer di sekolah ini jadian tanpa bikin heboh. Mana jadiannya sama kamu lagi."

"Apaan tuh maksudnya?" sambar Kalani tak terima. "Aku nggak pantas buat Kak Awan?"

"Udah. Stop! Stop!" Reva buru-buru melerai sebelum kedua temannya ini terlibat baku hantam. Kemudian menoleh kepada Kalani. "Maaf ya, Lani. Ambar nggak bermaksud kayak gitu. Kami cuma nggak nyangka kalau kamu sama Kak Awan akhirnya beneran jadian. Kalau kamu emang nggak mau cerita, nggak apa-apa. Oke? Tapi kami ikut senang, kok."

Kalani yang sudah bersungut dan siap meledak, akhirnya menghela napas untuk meredakan amarahnya. Mungkin karena dia sedang cemas usai mendapat banyak komentar karena status barunya bersama Awan. Atau karena dia baru mendapat tamu bulanan pagi ini sebelum mandi.

"Sorry," ucap Kalani. "Aku nggak nyangka aja bakal heboh begini. Maksudnya, orang jadian udah biasa, 'kan?"

"Ya emang biasa," ucap Ambar. "Kecuali Kak Awan, Kak Baskara, atau kakak-kakak kelas populer lainnya."

ADMIRER (SELESAI) Where stories live. Discover now