2. KAKAK IDOLA

219 48 62
                                    

Kalani mengagumi Baskara sejak kali pertama bertemu cowok tersebut di hari pertamanya sebagai murid SMA Sarasvati usai masa orientasi. Cewek itu sedang kebingungan mencari kelasnya saat itu. Dia baru saja melihat pengumuman di papan mading saat Baskara melintas.

"Kak," panggil Kalani.

Baskara menghentikan langkah dan memutar tubuhnya. "Ya?"

"Uhm ... boleh tanya?" Ya Tuhan. Kalani mendadak gugup. Entah karena melihat raut Baskara yang memberi perhatian, atau karena cowok itu memang tampan? "Kelas X-IPS-1 di mana, ya?" Kalani melanjutkan kalimatnya susah payah.

"Oh, kelas sepuluh." Baskara merekahkan senyumnya. "Di gedung bagian utara itu. Di lantai dua. Kelas kamu agak di pojokan dikit."

Kalani melihat arah yang ditunjuk Baskara, lalu mengangguk. "Oh, paham, Kak. Makasih, ya."

"Sama-sama. Saya duluan, ya." Baskara mengangkat tangan sebelum berlalu dari hadapan Kalani.

Cewek itu setengah tertegun saat membalas lambaian tangan Baskara. Mengagumi betapa memesonanya cowok itu. Kemudian segera merutuk dalam hati ketika menyadari mereka belum berkenalan.

Entah apa yang menarik dari sosok Baskara. Sosoknya yang ramah, prestasinya sebagai salah satu tim futsal sekolah yang langganan juara, atau mungkin senyum hangatnya? Rasanya Kalani bisa sepanjang minggu memandangi Baskara yang bersimbah peluh saat berlatih futsal bersama anggota timnya. Atau ketika cowok itu bergurau bersama teman-teman sekelasnya saat makan bersama di kantin.

Kalani sadar, mengagumi Baskara memiliki resiko. Dia harus rela jika kakak idolanya di sekolah itu memiliki tingkat popularitas yang tinggi. Rasanya, di mana ada Baskara, di situ ada histeria kaum hawa.

Setelah kejadian Baskara menolongnya yang terjatuh di tangga, Kalani semakin kagum pada seniornya tersebut. Bahkan mungkin, dia sudah jatuh cinta. Ya Tuhan, Kalani tidak bisa berhenti memikirkan bagaimana Baskara membopongnya ke klinik dan menungguinya dengan sabar.

"Heh!"

Sebuah jentikan jari yang teramat keras mengejutkan Kalani dan membuyarkan segala lamunannya mengenai Baskara. Dia menoleh dan segera bertemu dengan kedua temannya yang menyebalkan.

"Segitunya kalau ngelamunin senior paling ganteng se-Malang Raya," goda Ambar yang ditimpali tawa oleh Reva.

"Rese," umpat Kalani. Wajahnya terlihat kesal.

Mereka bertiga sedang berada di kamar Kalani. Reva dan Ambar menjenguk cewek itu sepulang sekolah. Keduanya duduk lesehan di lantai sementara Kalani menyelonjorkan kaki di atas tempat tidurnya. Setoples stik keju buatan ibu Kalani dan sebotol soda bersama tiga buah gelas menemani mereka.

Setelah Ambar dan Reva mengantarnya pulang kemarin, ibu Kalani segera mengultimatum agar putrinya absen selama dua atau tiga hari dari sekolah hingga kakinya pulih. Tentu saja Kalani menurut dengan senang hati. Anggap saja ini liburan walau Kalani harus membayarnya dengan cedera kaki.

"Kamu dapat salam dari Kak Ibas, tuh," ucap Reva yang segera membuat Kalani menoleh.

"Serius, Rev?"

"Serius," yakin Reva. "Tadi aku sama Ambar nggak sengaja ketemu dia waktu ke kantin. Terus dia nanyain keadaan kamu."

"Beneran?" sangsi Kalani. "Nanti cuma ngerjain."

"Dih, ni cewek," sinis Ambar. "Pas dikerjain percaya, giliran serius kita dianggap bercanda."

"Ya soalnya kalian tuh nggak ada bedanya antara ngerjain orang sama serius," sungut Kalani.

Reva tertawa kecil melihat kedua temannya yang selalu berselisih. Sejak berteman dengan mereka berdua, Reva sudah kenyang melihat perselisihan Ambar dan Kalani. Awalnya Reva terkejut, tetapi lama-kelamaan terbiasa. Toh hal itu tak pernah membuat mereka bermusuhan. Setelahnya, mereka berdua akan bersikap seolah tak pernah ada perselisihan sengit yang terjadi.

ADMIRER (SELESAI) Where stories live. Discover now