Kalau kalian bertanya-tanya sejak kapan aku menyukai Olivia, jawabannya adalah sejak dia menabrakku di depan Toilet. Ya aku jatuh cinta padanya pada pandangan pertama. Pertama aku memang menyangkal itu semua tapi seiring berjalannya waktu aku sadar bahwa aku tidak bisa menyangkal dengan perasaanku sendiri, aku sangat mencintainya.
aku sekarang berada di taman sekolah sembari menunggu Olivia datang, aku memikirkan kata-kata apa yang tepat saat kuucapkan nanti. Setelah hampir 10 menit aku menunggu, dia akhirnya datang juga. Huh lama sekali ,dan sekarang jantungku serasa mau berlarian kemana-mana. Nerves. itulah satu kata yang dapat kuungkapan dalam diriku saat ini.
"Hey maaf aku telat" Ucapnya sambil mengambil tempat duduk disebelahku, dia membawa snack dan minuman yang dapat kuyakini bahwa dia telat karena dia pergi ke kantin terlebih dahulu.
"Tak apa. Aku juga baru datang" dustaku. Huh padahal aku menunggumu sedari tadi, bahkan aku rela menahan rasa lapar di perutku untuk menunggumu.
"um hahah okay" Ujarnya sambil tertawa lepas. Aku hanya tertawa kecut melihatnya. seketika fikiranku dan semua kata-kata yang telah kusiapkan sedari tagi hilang bak aku mendapat amnesia mendadak. Ugh jantungku ini serasa sudah copot dari tubuhku, aku merasa Olivia sedari tadi melihatku dengan pandangan Aneh. Dan akhirnya aku memutuskan untuk memulai pembicaraan.
"Livv.." "Luke..." Ucapku dan Olivia bersamaan, Olivia tertawa terbahak-bahak tapi aku hanya tersenyum cemas. Namun sesungguhnya aku sangat menyukai suara tawanya yang keras itu.
"Hahah okelah kau duluan yang ngomong. Mau ngomong apa?" Tanya Livia Padaku.
"Umm no no no. hahha ladys first" Ucapku sambil berusaha untuk tersenyum lepas.
"Beneran?" Tanyanya lagi memastikan dan menunjukkan puppy facenya. Ugh sungguh aku ingin sekali memiliki gadis ini. Aku hanya menganggukkan kepalaku sebagai tanda jawaban dan tak lupa tersenyum.
"oke.. Ummm you know last night is my best night" Ucapnya memulai ceritanya sambil senyum-senyum penuh arti.
"Oh yeah.. why?" Aku bertanya antusias dan mencoba untuk menjadi good listener untuknya.
"Umm..." Ujarnya sambil seolah-olah berfikir, ugh mukanya lucu sekali. Ingin sekali aku mencium bibirnya yang dibuat monyong itu. monyong?
"Ohh c'mon tell me!!" Ujarku sambil menggelitiki perut Olivia.
"Hahhaah.. okay stop... hahahha.. it.. hahaha" Aku menghentikan aktivitasku dan sekarang Olivia menatapku dengan serius.
"Umm Niall kemarin menembakku. dia mengatakan dia mencintaiku. OMG can't you believe it Luke? Niall Fuckin Horan said he love me!"
DEG! Jantungku seakan berhenti di tempat, tidak lagi berlarian kemana-mana, tidak lagi berdetak sangat cepat apabila aku disampingnya. semuanya seakan berhenti dengan sendirinya. Aliran darahku seakan tidak mengalir lagi ditubuhku, yang hanya kurasakan saat ini adalah hatiku. Hatiku seperti disayat oleh beribu-ribu pisau tajam dan dihancurkan dengan batu-batu besar menyebabkan tidak berbentuk sedikitpun. kerongkonganku seakan tercekat, mataku seolah memanas bersiap untuk mengeluarkan cairannya. Dan satu hal yang harus kuingat, aku tidak boleh menangis dihadapannya. Aku tidak boleh terlihat sedih dihapannya, walaupun sebenarnya bukan kesedihan lagi yang menyelimuti diriku melainkan sudah menjadi kehancuran.
"Oh wow really? dan apa jawabanmu?" Tanyaku yang terdengar sangat antusias. Tetapi sebenarnya tidak. Aku tersenyum bahagia mendengarnya. oh ralat : Fake smile
"Tentu saja aku jawab aku mau menjadi kekasihnya. Dan kemarin kita sudah resmi menjadi official" Jawabnya dengan wajah yang tak kalah bahagia dari sebelumnya. Matanya berbinar-binar dan senyumannya mengembang terus tiada henti. Dan secara sadar aku mengetahui bahwa cintaku bertepuk sebelah tangan.
Part 16 : Something Wrong with Him
Start from the beginning
