Bab 33 : Jatuh dari Motor

Comenzar desde el principio
                                    

Perempuan berjilbab dengan gamis maroon itu lanjut memperjelas agar adiknya cepat mengerti. "Kakak, tuh, heran banget sama kelakuan mantan istrinya Syam yang selalu pakai baju kurang bahan. Kakak akui dia cantik, tapi bisa, kan, gak dipamerin? Apalagi dia sama sekali gak ngurus anaknya malah diserahin ke Syam gitu aja."

Tisha bergerak cepat menutup mulut Tara agar tidak lagi melanjutkan kalimat nyinyir yang tak berfaedah sama sekali.

"Astagfirullahaladzim, Kak. Istighfar. Kurang-kurangin deh komentarin hidup orang, gak baik. Lagi hamil juga."

Tara yang merasa pengap segera melepaskan tangan sang adik yang membekap mulutnya dengan ekspresi kesal. Meski begitu, Tara tetap melantunkan istighfar berkali-kali.

"Kenapa, sih? Yang Kakak omongin emang salah? Enggak, kan."

"Gak boleh menghakimi orang sembarangan, Kak. Siapa tahu dia punya amalan yang menghapuskan dosa-dosanya. Kan, kita juga gak tahu."

Tara membuang napasnya, merasa malas mendengar adiknya membela wanita itu. Ia melahap buah apel dengan ekspresi ogah-ogahan untuk mengalihkan rasa kesal.

Tara bersyukur karena Syam selalu berpihak kepada Tisha. Kalau tidak, pasti adiknya itu tak akan bisa tertawa lepas atau memberinya kata-kata bijak seperti sekarang. Diam-diam Tara lega saat lelaki yang menjadi pendamping Tisha sangat mendukung istrinya.

"Jangan menghina dosa seseorang, takutnya malah balik ke kita. Nauzubillah min dzalik."

"Iya, deh, iya." Tara memilih untuk mengalah ketimbang berdebat dengan Tisha. Ia mengakui dirinya salah, tetapi hanya sebentar.

Selanjutnya Tara berceloteh kembali, "Tapi kamu gak pernah dilabrak sama mantan istrinya, Syam, kan? Soalnya muka dia itu labrak-able banget."

Tisha justru tertawa ketika kakaknya berkata demikian. Ia lantas membalas dengan kejujuran sesuai yang terjadi padanya. "Alhamdullilah, gak sampe dilabrak."

Keadaan menjadi hening sebab tidak ada obrolan lagi saat Kiran datang membawa beberapa sayuran yang akan dimasak hari ini. Tisha dan Tara dengan cepat ikut membantu memotong dan mengupas, sedangkan Kiran menyiapkan air untuk merebus sayur itu nantinya.

"Tis," panggil Tara berhasil mendongakkan kepala Tisha dan langsung menatapnya.

Agaknya Tara ingin memulai percakapan lagi karena tidak bisa membiarkan suasana terlalu lama sunyi.

"Kamu sama Syam selisih umurnya jauh, kan, ya? Sekitar tujuh tahunan kalau gak salah," ujar Tara hendak membuang rasa penasarannya. Mengingat dia sendiri menikah dengan laki-laki yang sebaya.

"Kata temen-temen Kakak dulu, kalau dapet pasangan yang lebih tua, pas berantem atau buat kesalahan pasti gak mau disalahin. Emang bener?" lanjutnya menatap Tisha lekat.

Tisha menaikkan sebelah alisnya, memiringkan wajah melihat Tara. "Tapi setauku malah pada nyari yang lebih tua karena dewasa?"

Tara mengangkat pundaknya acuh tak acuh. "Kakak juga gak tahu, tapi katanya selain ngerasa paling bener, biasanya manipulatif juga, selera humor sama pemikirannya, tuh, kadang beda."

"Bukannya dewasa atau enggak, gak ngaruh ke umur ya?"

"Emang."

"Kalau gitu berarti tergantung orangnya, Kak." Tisha akhirnya paham arah pembicaraan kakaknya.

Jika sudah bertemu seperti sekarang, pasti waktu mereka dihabiskan untuk berdiskusi. Membahas apa pun asalkan mereka bisa saling bertukar pikiran. Mengingat mereka tidak lagi tinggal di satu atap yang sama.

HISYAMDonde viven las historias. Descúbrelo ahora