Bab 9 : Tidak Terasa

25.4K 3.4K 120
                                    

20 Januari 2022.

Bismillaahirrohmaanirrohiim.

Jangan lupa follow sebelum lanjut membaca ya. Thank you ✨

Bantu koreksi ya, sampaikan juga kalau ada kritik dan saran hehe.

Ambil baiknya, buang buruknya ya.

Bab 9 : Tidak Terasa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 9 : Tidak Terasa

***

Setelah kejadian menegangkan tadi, Tisha mengajak Syam untuk berbicara berdua, tapi Hasan turut serta supaya tidak terjadi fitnah. Di luar rumah, tepatnya di teras, Tisha duduk di kursi berhadapan dengan Syam sementara Hasan duduk menengahi mereka.

"Kenapa harus saya, sih, Pak? Kenapa gak cewek lain aja?"

Saat sudah siap, Tisha langsung mengeluarkan kekesalannya yang meluap-luap sedari tadi. Hasan yang hanya bertugas menemani dan mengawasi tidak mau ikut campur jika masalah belum runyam.

Syam tersenyum dengan manisnya. Ia sedikit menunduk menghindari tatapan tajam yang Tisha layangkan.

"Hati saya yang memilih kamu. Alif memilih kamu. Mama memilih kamu. Terus saya bisa apa?"

"Bisa nolak!" tukas Tisha galak. Hasan yang mendengarnya hanya bisa mengelus dada.

Syam terkekeh geli sambil geleng-geleng kepala. Selucu itu tingkah calon istrinya ini.

"Lagian, saya itu sama sekali gak kenal sama Bapak. Ketemu juga baru beberapa kali."

Dari pembicaraan santai sebelum kejadian ini, Tisha mendapatkan beberapa fakta yang cukup mengejutkan. Selain Syam lulusan magister manajemen di University Of Oxford dan bekerja menjadi manajer sebuah perusahaan besar, ternyata Syam baru mempunyai hafalan juz 30.

Berbeda dengannya yang mempunyai hafalan 5 juz Al-Qur'an. Bukannya sombong, tapi memang begitu kenyataannya. Itu pun kalau Tisha benar-menjaga hafalannya.

Namun, Tisha tak terlalu mempermasalahkannya, karena Syam berkata kalau dia akan berusaha menjadi imam yang baik.

"Terus maunya gimana?" Syam memberi tawaran.

Tisha berdecak, ia memutar kursinya menghadap halaman depan rumah. "Taulah, Pak. Pusing saya," katanya seraya memijat kening.

Gadis itu benar-benar pasrah, Syam bisa menebaknya lewat ekspresi wajah.

"Tisha...." Hasan memanggil dengan suara lembut. Tisha yang tak tega lantas menoleh, meski terasa malas.

"Udah beberapa minggu yang lalu, Syam sering tanyain kamu ke Ayah, Bunda, sama Tara. Itu semua tanpa sepengetahuan kamu. Bahkan tetangga-tetangga kita ditanyain semua tentang kamu."

Tisha mulai tertarik ke dalam perbincangan sang ayah. Ia secara penuh menatap Hasan. Hasan mengusung senyumnya, melirik sekilas ke arah Syam.

"Sampai semua guru yang ngajar kamu di pondok dulu juga ditanyain sama Syam, lho."

HISYAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang