Bab 29 : Alma Bercerita

Start from the beginning
                                    

Keadaan saat itu begitu pilu. Hati Tisha melebur seketika merasa bersalah selama ini masih kurang memperhatikan Syam. Mungkin ini teguran supaya Tisha bisa lebih peka lagi terhadap suaminya.

"Berarti dulu Alif minumnya susu formula?"

Saat kondisi lebih membaik, Tara malah kembali mengungkit. Tisha yang berada di sampingnya menyenggol lengan kakaknya, mengisyaratkan untuk tidak membahas masalah ini lagi. Tara pun baru menyadarinya.

Alma menaikkan bahunya enteng. Ia tersenyum. "Ya, gitu."

Setelah itu Tara berhenti bertanya dan mengakhiri rasa penasarannya dengan mengangguk paham.

"Saya udah coba cariin istri buat Syam, tapi gak ada yang cocok. Syam sebenarnya trauma nikah lagi, lebih memilih menjalani hidup bareng Alif. Kalau gak saya paksa dia bakal duda terus, gak tahu sampai kapan," lanjut wanita pemilik Fathir Bakery tersebut.

"Eh, tahunya malah kecantol sama adek kamu."

Tisha menunduk, mengulum bibirnya malu-malu ketika Alma menyorot wajahnya dengan alis naik-turun. Bibir Tisha berkedut menahan senyum. Tara yang mengetahui adiknya salah tingkah spontan menyenggol lengan Tisha berniat menggodanya.

"Peletmu kuat banget, Dek. Bisa naklukin hati cowok kayak Syam." Tara tersenyum jahil.

"Kak ... Udah, ih!" rengek Tisha memohon menggunakan suara lirih. Tisha yakin kini wajahnya sudah memerah malu bercampur kesal.

"Ya Allah... Syam! Istrimu ini loh, malu-malu kayak anak SD pertama kali masuk kelas."

Kelakar Tara bersuara lantang berhasil membuat Syam, Zulfan, dan Hasan menoleh. Kini rasanya, Tisha ingin mengurung diri di dalam kamar lalu bersembunyi di balik selimut.

Syam hanya terkekeh geli menanggapi seraya memeluk Alif yang sedang menyandar di dadanya karena merasa ngantuk dan bosan.

"Bismillah, tahun ini dapat cucu lagi," doa Hasan bersungguh-sungguh diaminkan satu keluarga.

Korban bully-an hari ini adalah si bungsu, entah mengapa selalu seperti itu sejak dulu.

"Alif, kan ada, Yah. Terus Kak Tara habis ini mau lahiran," elak Tisha memberanikan diri membalas suara banyak orang.

"Gapapa, Tis. Tambah lagi biar ramai," sahut Kiran.

Semua kembali tertawa sedangkan Tisha menekuk wajahnya kesal.

"Kayaknya Alif bakalan seneng kalau punya banyak adek," tambah Syam turut mengompori membuat Tisha skakmat dan pasrah dengan keadaan.

***

Di dalam mobil itu yang masih terjaga hanya Syam dan Alma. Tisha yang duduk di kursi penumpang sebelah Syam sudah tertidur dengan lelap, begitupula Alif yang sudah nyenyak di kursinya sendiri.

Syam memoles senyumnya melihat orang-orang yang ia sayang begitu damai hanyut dalam mimpinya. Sekarang sudah pukul sembilan malam, Syam harus mengantar Mamanya pulang, baru kembali ke apartemen.

"Besok gimana sama rencana kamu ngajak Tisha refreshing?" tanya Alma memulai obrolan dengan Syam yang fokus menyetir. Syam melirik ke kaca spion.

"Udah, Ma. Tinggal bilang aja nanti ke Tisha."

"Alif hari ini masih tidur di apartemen? Atau langsung sama Mama?"

"Sama Syam dulu aja, Ma. Besok pas sekolah baru Mama jemput dia. Gapapa, kan?" Syam menaikkan sebelah alisnya melihat ke kaca spion.

Alma mengangguk setuju. Tidak lama kuda besi tersebut sampai di tempat tujuan. Karena Tisha dan Alif tertidur dan Alma enggan untuk membangunkan, makanya hanya Syam yang keluar mengantar Mamanya sampai di pintu rumah.

Syam menyalami dan memeluk hangat wanita yang paling berjasa di dalam hidupnya. "Syam pulang dulu, ya, Ma."

Alma melepas pelukan. Mengusap kepala dan wajah Syam sambil menarik kedua sudut bibirnya. "Iya, hati-hati."

"Assalamualaikum."

"Wa'alaikumussalam."

Sebelum berbalik kembali ke mobil, Syam mendengar Alma memanggil namanya. Tanpa menunggu kama, Syam menghadap Mama lagi dan menatapnya dengan tatapan teduh.

"Jangan sembunyikan masa lalumu terlalu lama, Syam. Tisha istrimu sekarang, dia perlu tahu yang sebenarnya."

Wejangan dari Alma diterima dengan baik oleh Syam. Syam tidak berkata sepatah katapun, tapi matanya seolah mengatakan bahwa ia belum siap.

Masa lalu itu terlalu menyakitkan untuk diulang kembali meski diwakilkan oleh serentetan kalimat. Tetap saja kenangan itu menghunus bagai pedang beracun saat Syam mengingatnya.

Syam duduk di belakang kemudi, bersiap mengendarai mobilnya lagi. Namun, Tisha yang melenguh dan menggeliat tak nyaman menyita perhatian Syam.

Syam memandangi wajah istrinya sebentar, mencari ketenangan yang terlihat ketika Syam menatap Tisha yang nampak selalu natural. Mendekat, lalu mendaratkan kecupan.

"Apa pun yang terjadi nanti, saya akan mempertahankan kamu meski nyawa saya yang jadi taruhannya," kata Syam mengusap lembut pipi Tisha yang masih belum terusik dari tidurnya.

"Insyaallah, kesalahan saya di masa lalu gak akan saya ulangi lagi. Saya janji."

***

Bersambung....

Jangan lupa tinggalin jejak ✨

Follow Instagram @wp.diaryalna

HISYAMWhere stories live. Discover now