Chapter 23: Gagal

33 4 0
                                    

Alex sedang menikmati makan siangnya ketika seorang teman datang menghampirinya dan memberitahukan kalau Pak Toby ingin menemuinya. Sekonyong-konyong setelah itu nafsu makan Alex langsung menurun lalu menghilang. Dia tahu alasan kenapa Pak Toby ingin menemuinya dan alasan tersebut mengganggu pikiran dan perasaannya. Tapi apa boleh buat, Alex tetap harus menemui Pak Toby apapun yang terjadi, karena kalau tidak itu namanya lari dari kenyataan dan Alex bukan orang sejenis itu.

Setelah mengembalikan nampan makannya dan bergegas keluar dari kantin, Alex menyadari jantungnya berdebar-debar. Dia merasa begitu gugup hanya karena memikirkan pertemuannya dengan Pak Toby yang sebentar lagi akan terjadi.

Benar-benar sial, pikir Alex. Ini semua karena Dara dan sepatunya itu.

Ketika akhirnya Alex sampai di depan pintu masuk ruangan Pak Toby, Alex menyadari tangannya berkeringat saat memegang kenop pintu, tapi dia juga menyadari tak bisa menghentikan langkahnya untuk menemui Pak Toby. Akhirnya Alex berdiri di depan pintu beberapa saat, menarik napasnya berulangkali guna memenangkan dirinya. Barulah setelah itu dia kembali meraih kenop pintu dan kemudian perlahan-lahan mendorongnya, membuka pintu ruangan Pak Toby.

Pak Toby sendiri, sedang menikmati makan siangnya ketika pintu ruangan dibuka dari luar. Dia tahu siapa yang datang tanpa harus mengalihkan perhatiannya dari makan siangnya yang berupa nasi bungkus hari ini. Tentu saja Alex, karena beberapa menit yang lalu dia telah meminta salah seorang polisi untuk menyuruh Alex datang ke ruangannya ini.

"Selamat siang, Pak."

"Siang, Alex. Gimana kabarmu hari ini?" tanya Pak Toby mendongak menatap Alex.

"Baik, Pak."

"Saya pikir kamu sakit, soalnya dari tadi saya tungguin kamu, tapi kamunya gak muncul-muncul."

Alex hanya menunduk dan diam. Dia tidak punya jawaban apapun yang pas rasanya untuk menanggapi ucapan Pak Toby. Semalam saat selesai berteleponan dengan Pak Tony, Alex rencananya akan langsung menemui pria itu ketika tiba di kantor, tapi karena sesuatu tidak berjalan sesuai rencana, maka Alex mengundur waktu kedatangannya bahkan mungkin jika tidak dipanggil oleh Pak Toby, dia tidak akan mau menemui Pak Toby secara sukarela.

"Pasti ada apa-apanya kan kamu gak mau menemui saya?"

"Eh?" Alex langsung mendongak kepada Pak Toby. Pria itu balas menatapnya dengan bibir yang mengerut. "Enggak Pak, saya emang niatnya mau menemui bapak setelah jam makan siang soalnya tadi … saya cukup sibuk mengurus beberapa hal."

"Mengurus apa?"

"Tentu saja ini tentang kasus kematian Reanna, saya sedang mencari tahu lebih banyak tentang latar belakang Rony kakak korban. Saya pikir dia selama cukup mencurigakan juga jadinya saya ingin menyelidiki dia. Gitu Pak."

"Oh." Pak Toby terlihat cuek dan menyuapkan sesendok nasi yang diatasnya terlihat potongan ayam ke mulutnya. Setelah menelannya, barulah Pak Toby terlihat fokus pada Alex. "Tadi, seseorang menemui saya," katanya.

Dahi Alex berkerut, dia pikir terus kenapa kalau ada yang ingin menemui Pak Toby? Itukan bukan urusannya. Awalnya seperti itu pikiran Alex atas informasi yang diberikan oleh Pak Toby, tapi selanjutnya tidak lagi.

"Dara, gadis itu datang menemui saya dan …."

"Apa?!" Alex secara reflek meninggikan volume suaranya saking terkejutnya membuat Pak Toby menatapnya heran. "Eh, maaf Pak … maksud saya, kenapa dia bisa menemui bapak dan apa keperluan dia sama bapak?"

"Tuh." Pak Toby menunjuk ke arah belakang Alex di mana sebuah sofa panjang diletakkan menempel pada dinding. Di atas sofa terdapat sebuah kantong plastik hitam. Kantong itu Alex mengenalinya karena di rumahnya dia memiliki begitu banyak kantong seperti itu. Tapi ada yang aneh, kantong satu ini begitu mirip dengan kantong yang biasa ia pakai berbelanja di pasar, ada huruf A besar dikantong tersebut yang sengaja Alex tulis agar kantongnya tidak mudah hilang.

Tapi kenapa Dara membawa kantong itu menemui Pak Toby?

"Kantong itu berisi sepatu yang kamu bicarakan semalam dengan saya dan yang tadi pagi kamu cari-cari, tapi gak ketemu," kata Pak Toby yang berhasil membuat Alex kaget bukan main.

Pantas saja tadi pagi Alex mencari sepatu itu di kamar Dara tidak ketemu, ternyata sepatunya sudah dibawa Dara kesini. Gara-gara tidak menemukan sepatu itu, Alex jadi enggan untuk menemui Pak Toby karena takut dimarahi jika mengatakan kalau sepatu yang semalam mereka bicarakan telah hilang.

"Dara memberikan sepatu itu pada saya dan mengatakan kalau saya boleh menyelidikinya jika saya memang merasa dia adalah pelaku pembunuhan Reanna, sepertinya dia mendengar pembicaraan kita semalam, Alex."

"Terus bapak percaya aja gitu sama ucapan dia?"

"Ya enggaklah. Kita periksa dululah sepatunya apakah cocok dengan sepatu yang kita temukan di atap toilet itu atau tidak."

"Dara bilang apa memangnya tadi, Pak?"

"Tidak ada. Dia bilang hanya mengantarkan barang terus pergi."

"Terus bapak tahu darimana kalau yang bawa sepatu itu Dara?"

"Sebenarnya, yang mengantarkan barang itu tukang ojek online dan pengirimnya adalah Dara," kata Pak Toby.

"Saya pikir dia datang sendiri kesini," kata Alex.

"Katakan kepada saya Alex, bagaimana Dara bisa mendengar pembicaraan kita semalam sehingga dia mengirim sepatu ini lebih dulu daripada kamu. Kalian satu rumah?"

Alex menatap Pak Toby dengan mata membelalak, saat itu juga dia sadar konsekuensi dari apa yang telah Dara lakukan. Tentu saja Pak Toby akan curiga. Pasalnya selama ini Pak Toby tahunya Alex seorang bujangan yang tinggal sendiri jauh dari orang tuanya.
"Tidak Pak."

"Jangan bohong kamu. Ada apa sebenarnya ini Alex? Kain berlumuran itu bagaimana kamu bisa menemukannya?"

"Kan saya sudah bilang Pak, kalau saya menemukannya di tempat sampah."

"Rumahmu atau Dara?"

"Rumah Dara lah."

"Saya tidak percaya."

"Yasudah!" Nada suara Alex meninggi karena kesal Pak Toby yang  memojokkannya dengan pertanyaan-pertanyaan.

Pak Toby hanya menggelengkan kepalanya, dia kemudian berkata, "Kalau kamu nggak bohong kamu gak akan marah saya tanya-tanya beginj karena ya kamu gak melakukan kesalahan, tapi karena kamu marah besar kemungkinannya kamu ini berbohong, Alex."

Kalimat Pak Toby benar adanya, Alex marah karena dia telah berbohong dan tidak suka ditanya-tanya karena merasa risih dengan pertanyaan tersebut.

"Waktu Dara datang dan mengaku sebagai sepupumu itu bohong kan?" tanyanya. "Saya tidak tahu apa yang tengah kalian sembunyikan, tapi Alex saya harap di masa depan kamu mau menceritakan semuanya pada saya. Saya juga berharap kamu tidak menjadikan Dara sebagai kambing hitam dari kasus ini. Dara itu sepertinya gadis yang baik lho. Masa iya kamu mau nenyakiti orang baik."

Sejak awal Alex tak pernah ingin menjadikan Dara sebagai kambing hitam atas kematian Reanna, hanya saja bukti-bukti yang ada seolah mendorong Alex untuk mencurigai Dara. Kalau sudah seperti itu, Alex pikir dirinya tidak salah apapun, ini karena sebuah kesalahan saja. Dan lagi, bagaimana jika memang Dara-lah pembunuh Reanna? Pemikiran ini membuat Alex merasa tenang dan membenarkan perilakunya yang mencurigai Dara bahkan hampir hendak mencuri sepatu milik gadis itu.

*****

𝐅𝐥𝐨𝐰𝐞𝐫 𝐢𝐧 𝐭𝐡𝐞 𝐛𝐥𝐨𝐨𝐝 TAMATWhere stories live. Discover now