Chapter 09: Mucikari

52 8 4
                                    

Hal pertama yang ingin Dara tanyakan pada Wisnu saat mereka akhirnya duduk berhadapan adalah, "Apakah Anda benar-benar belok?" tapi tidak jadi karena Alex dengan cepat mengambil alih wawancara itu. Lagipula sangat tidak etis bertanya seperti itu pada orang lain.

"Maaf jika kami menganggu waktu bekerja Anda, ini hanya beberapa saat saja," kata Alex.

"Tidak apa-apa. Jika itu berkaitan dengan Reanna saya tidak apa-apa."

Sebelumnya, Alex telah menjelaskan bahwa wawancara ini berkaitan dengan pembunuhan Reanna, dan Wisnu menyanggupi apapun pertanyaan yang akan diajukan.

"Baiklah, pertama-tama kalau boleh kami tahu seberapa sering Anda memesan jasa Reanna?" tanya Alex dan Dara hampir saja tersedak tawanya sendiri yang berusaha ia redam mendengar pertanyaan itu.

"Baru sekali, tapi saya tidak bisa melupakan bagaimana Reanna kemudian setelah apa yang terjadi—pada bagian ini, Dara telah tertawa terbahak-bahak karena membayangkan apa yang terjadi antara Wisnu dan Reanna—saya sejujurnya berharap dapat memiliki hubungan lebih dengan Reanna tanpa perduli apa pekerjaannya tapi kemudian saya tahu dia sudah punya kekasih."

"Ah ya. Anda pasti sedih sekali ya?"

"Tidak juga. Ngomong-ngomong bagaimana cara dia meninggal, apakah benar-benar sesadis itu?"

"Sangat sadis. Lehernya digorok dan pipinya terbelah dua. Uh ... coba Anda lihat pasti Anda akan ketakutan." Dara mendeskripsikan keadaan Reanna dengan membuat gerakan di wajah dan lehernya hingga Wisnu menatapnya jijik. "Anda mau fotonya, saya punya kok?"

Wisnu menggeleng cepat-cepat. "Tidak, tidak. Saya tidak mau melihatnya. Fotonya simpan saja."

"Yaudah kalau gitu," kata Dara sembari mengangkat bahu. "Pertanyaan selanjutnya, apakah di antara kalian pernah ada masalah?"

"Tidak ada. Reanna gadis yang baik."

"Dia baik sih, tapi pekerjaannya tidak."

Alex langsung berdehem mendengar ucapan Dara yang menurutnya tidak sopan, tapi sepertinya Dara tak perduli, dia lanjut bertanya seolah-olah tak pernah mengatakan hal buruk apapun. "Sepengetahuan Anda apakah Reanna punya masalah dengan seseorang?"

"Saya tidak tahu. Kami tidak pernah berbagi hal seperti itu."

"Begitu ya? Kalau berbagi kenikmatan kalian pasti pernah kan?" tanya Dara yang kemudian tertawa terbahak-bahak sendiri. Alex dan Wisnu hanya bisa menatapnya dengan penuh keheranan. Mereka tak mengerti ada apa dengan Dara sebenarnya sampai-sampai gadis itu tertawa terpingkal-pingkal sesering ini. "Maaf ... semuanya ini lucu banget. Maaf."

"Tidak apa-apa, saya mengerti."

Wisnu mengatakan tidak apa-apa, tapi tatapannya mengatakan ada apa-apa. Maka dari itulah Dara segera mengendalikan dirinya dan kembali bertanya. "Reanna ehem ... bagaimana menurut Anda tentang dia? Apakah dia baik?"

"Dia baik, sudah kubilang tadi, hanya saja ...."

"Hanya saja apa?" tanya Dara tak sabar.

"Gak sabaran orangnya. Setiap kami chattingan dia selalu berusaha untuk mengakhiri percakapan cepat-cepat. Dan juga saat kami terakhir kali berhubungan dia begitu tergesa-gesa lalu pergi dari kamar meninggalkan saya sendirian."

Alex pikir, Dara akan kembali tertawa mendengar ucapan Wisnu, tapi ternyata tidak, Dara tidak tertawa. Wajahnya terlihat datar dan dahinya sedikit berkerut seolah tengah memikirkan sesuatu. Tatapannya terjatuh pada lantai di bawah kaki Wisnu.
"Di malam kematian Reanna, kenapa Anda menghubunginya? Apakah saat itu Anda berniat untuk bertemu kembali dengannya?"

𝐅𝐥𝐨𝐰𝐞𝐫 𝐢𝐧 𝐭𝐡𝐞 𝐛𝐥𝐨𝐨𝐝 TAMATМесто, где живут истории. Откройте их для себя