Dua Puluh Tiga - Mendengar Bahaya

170 37 9
                                    

Dua Puluh Tiga - Mendengar Bahaya





Sebuah negosiasi yang akan Langit sesali di kemudian hari. Hanya demi bisa membuat Kejora senang, laki-laki itu sering mengabaikan perasaannya. Yang penting senyum gadis itu terukir di wajah, tidak apa-apa jika dirinya terluka. Seperti yang terjadi sekarang. Langit duduk di sudut teras memandangi interaksi Kejora dan Pasha. Sesekali gadis itu tertawa, tersenyum, dan salah tingkah. Pasha pun terlihat nyaman berada di samping Kejora. Kini, Langit tak bisa berbuat apa-apa selain mengingatkan sahabatnya, sesuai permintaan Abah.

"Halo, semuanya!"

Obrolan antara artis dan penggemar itu terputus, Langit pun ikut menoleh ke sumber suara. Melihat wajah orang itu, Langit langsung mengenalnya. Kalau tidak salah namanya Kevin. Dia sering mengisi acara musik yang ditonton oleh Senja. Yang membuat Langit heran, penampilan Kevin kini berbanding jauh dengan di televisi. Sekarang laki-laki itu mengenakan kaus berwarna biru dan celana pendek warna hitam, rambutnya sangat berantakan, alas kakinya mengenakan sandal jepit, dan tangannya memegang sebuah ukulele. Di belakangnya ada segerombolan anak-anak SD.

"Habis dari mana lo?" tanya Pasha.

"Ngamen, dong. Nggak liat gue udah bawa pasukan gini."

"Lo gila? Kalo ada wartawan yang liat lo begini gimana?"

"Justru gue sedang membantu mereka cari makan, Sha. Lo kayak nggak tau media Indonesia aja."

Langit terperangah. Ia tahu media di negara ini sangat kreatif. Tak jarang banyak artis yang terkena berita yang tidak sesuai kenyataan. Namun, sepertinya Kevin sudah kebal atau tidak mau tahu.

"Kebetulan, nih, tadi pas jalan-jalan gue nggak sengaja liat sungai terus ada pemancing yang duduk di situ. Gue jadi kepikiran mau mancing buat makan malam nanti kalo dapet, ada yang mau ikutan nggak?"

"Gue nggak mau," jawab Pasha langsung.

Kevin beralih ke arah Sena yang sedang asyik dengan ponselnya. "Sena, lo mau ikut nggak? Lo, kan, suka ikan."

Sena mendongak. "Lo tau dari mana gue suka ikan?"

"Nebak aja, sih. Ternyata bener."

"Eh, tapi serius ada orang mancing di situ?"

"Iya ada. Lo mau ikut nggak?"

"Kalo itu, sih, gue nggak mau nolak." Sena berdiri, kemudian menarik lengan Pasha. "Lo juga harus ikut biar gerak."

Pasha tak mau beranjak meski Sena sudah sekuat tenaga menarik tubuhnya. "Apaan, sih, gue nggak mau!"

"Lo juga ikut, deh." Kevin menunjuk Langit.

Yang ditunjuk membelalakkan mata. "Aku?"

"Iya, biar dapet banyak. Bisa mancing, kan?"

"Oh, kalo Langit, mah, semuanya bisa, Kak. Dulu dia dapet juara satu lomba mancing se-kabupaten."

Bukan Langit yang menjawab, melainkan Kejora. Terlalu berlebihan. Langit merasa tidak pernah ikutan lomba mancing se-kabupaten meski bisa memancing ikan. Itu akal-akalan Kejora saja supaya bisa duduk berdua dengan Pasha.

"Nah, malah udah ada ahlinya di sini. Biarin aja kalo Pasha nggak mau ikutan."

Langit hendak menyanggah, tetapi Kejora sudah memberi tatapan tajam. Sekarang Langit hanya bisa pasrah mengikuti alur.

Kini Kevin, Sena, Langit, beserta anak-anak tadi berbondong-bondong pergi ke sungai. Anak-anak itu meminjamkan alat pancing dan jaring. Hal pertama yang mereka lakukan adalah mencari umpan. Sekali lagi Langit dibuat takjub dengan Kevin. Laki-laki itu tidak jijik sama sekali. Mudah berbaur dengan anak-anak. Sejenak Langit meragukan kalau Kevin adalah seorang aktor sekaligus penyanyi terkenal.

Ketiga laki-laki itu duduk berdampingan di atas batu. Pengait yang sudah diberi umpan kemudian diceburkan ke sungai. Dua puluh menit menunggu, Langit merasa pancingannya berat. Sekuat tenaga ia menarik kail ke udara. Sontak bola mata  laki-laki itu membesar ketika umpannya berhasil diraih oleh seekor ikan. Kevin dan Sena terpana sejenak.

"Ternyata bener yang dibilang cewek tadi, lo jago mancing," kata Kevin begitu Langit mendapatkan ikan yang besar.

Langit terkekeh pelan. "Nggak seperti yang kalian pikir, kok," balasnya sembari memasukkan ikan itu ke ember.

"Eh, gue belum tau nama lo kayaknya. Nama lo siapa?"

"Langit."

"Gue Kevin, yang di sebelah gue namanya Sena."

"By the way, lo pacarnya cewek tadi, ya?" Kali ini Sena yang bersuara.

"Bukan. Kami sahabatan sekaligus tetangga."

"Oh, kalian tetanggaan? Pantesan kok deket banget kalian." Sena menopang dagunya. "Kalo gue boleh curhat, gue, tuh, takut kalo temen lo sama Pasha jadian. Jangan salah paham, bukan karena kalian orang sini, tapi gue, tuh, cuma mikirin karier Pasha aja. Dia masih baru, kalo salah langkah bisa cepet tenggelam. Lo paham, kan, ya?"

"Kalo menurut gue, sih, nggak masalah kalo mereka pacaran. Asal mereka saling support, nggak akan ada yang tenggelam, deh," sahut Kevin.

"Aku sependapat sama Kevin," ucap Langit.

"Wah, lo ternyata dukung sahabat. Keren!"

Langit tersenyum samar. Karena hanya itu yang bisa ia lakukan. Asal itu membuat Kejora senang.

Kemudian Langit menyingkir dari Kevin dan Sena agar memperoleh ikan lebih banyak lagi. Sudah dapat, Langit langsung duduk. Tangannya menampung air untuk cuci muka. Namun, telinganya samar-samar mendengar perempuan membicarakan Kejora.

"Siapa, sih, Kejora itu?"

"Akun IG-nya Kejora Trianisa. Katanya, dia selebgram."

"Berapa followers dia?"

"Baru tujuh puluh ribuan, tapi orangnya cantik, sih. Tutorial mekapnya selalu viral di IG."

"Cih, followers masih seupil aja udah berani deketin Pasha!"

"Kayaknya itu orang perlu dikasih pelajaran, deh, Ros. Biar kapok."

"Bener. Lagian nggak tau malu deketin Pasha mulu."

"Kita liat aja nanti. Gue bakal bikin dia nyesel udah deketin Pasha."

Cukup. Langit beranjak meninggalkan tempat itu tanpa pamit pada Kevin dan Sena. Ia merasa harus segera membawa Kejora pulang, sebelum tiga orang perempuan tadi melakukan hal yang bukan-bukan.

 Ia merasa harus segera membawa Kejora pulang, sebelum tiga orang perempuan tadi melakukan hal yang bukan-bukan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Sky Full of Stars - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang