Dua Belas - Rasa Baru

225 43 43
                                    

Dua Belas - Rasa Baru





Syuting bubar lebih awal sebab hujan turun membasahi lokasi. Hujan yang tidak kunjung reda perlahan mengikis mood Ario. Pria itu kemudian meminta semua kru dan pemain berkumpul besok pagi. Begitu para kru mulai membereskan properti, Pasha berdiam diri di tempat wardrobe, menunggu Sena yang sedang mencarikan payung untuknya.

"Akhirnya dapet juga dari Bang Deni." Sena datang membawa satu payung.

"Kok cuma satu?"

"Ini satu aja udah syukur. Bilang makasih, kek."

"Ya, terus lo gimana?"

"Gampang. Paling nanti ada yang ke sini jemput gue."

Pasha kemudian merebut payung itu. Kemudian membukanya. "Kelamaan. Satu payung aja sama gue."

Sena mengerjap beberapa kali. Harusnya ia tak perlu terkejut. Bukan kali ini saja Pasha berbaik hati. Semalam laki-laki itu membiarkannya tidur, padahal malam itu harusnya Sena mengecek kembali jadwal Pasha dan membuat laporan keuangan yang sempat tertunda. Sebenarnya Pasha ini hatinya emas, walaupun kadang tingkahnya membuat Sena sakit kepala.

"Ya udah kalo gitu gue aja yang pegang payungnya. Kalau dilihat dari sudut mana pun, lo lebih pendek dari gue."

"Nggak usah ngejek."

Sena tertawa. Tangannya mengambil alih payung, hersiap untuk menerobos hujan. Pasha merapatkan tubuhnya di dekat Sena. Memandang jalanan yang licin serta mengilat akibat pantulan lampu.

"Coba lo tadi dengerin gue, pasti nggak akan jalan kaki sambil hujan-hujanan kayak gini," kata Sena.

"Lah, gue ajak hidup sehat, kok, nggak mau."

"Kayak gini hidup sehat? Awas aja kalo besok lo nyuruh gue muter-muter nyari obat flu, gue nggak mau bantu lo."

"Biarin. Orang gue udah bawa dari rumah."

Seringai muncul di bibir Sena. Ia mengangkat payung tinggi-tinggi hingga air hujan menetesi bahu dan rambut Pasha. Sentuhan dingin itu membuat Pasha kaget, ia pun berusaha merebut payung itu.

"Sinting! Kalo nggak bisa bawa payung mending gue aja!"

Melihat Pasha marah, bukannya takut, Sena justru terbahak. Menjaili sang aktor adalah salah satu pekerjaan Sena, walaupun tidak tertulis.

Mereka pun tiba di home stay dengan keadaan setengah basah. Percuma juga bawa payung kalau yang memakai banyak tingkah. Pasha masuk terlebih dulu, sedangkan Sena melipat payung dan meletakkannya di dekat pintu.

Begitu masuk, Kevin adalah orang pertama yang Pasha temui. Lawan mainnya itu sedang duduk sembari menggosok-gosok kedua telapak tangannya.

Kevin menyadari kedatangan Pasha. "Baru pulang, Sha?"

"Iya," jawab Pasha singkat. Kakinya melangkah menaiki tangga. Pakaiannya yang basah membuat Pasha ingin bergegas mandi.

Setelah mandi, Pasha melakukan hal yang sama seperti Kevin. Memang benar kata mamanya, Bandung sangat dingin. Apalagi saat hujan seperti ini.

"Siapa suruh mandi malem-malem? Lo gila." Sena sudah masuk ke kamar dan duduk di pinggir ranjang. Matanya fokus menatap layar ponsel.

"Kan, habis kena hujan. Emang lo nggak mau mandi?"

"Lah, masih ada hari esok, kenapa harus mandi sekarang?"

"Lo yang gila! Jangan tidur bareng gue!" Pasha memukul punggung Sena agar mau pergi. Namun, Sena tak beranjak juga. Menyerah, Pasha memilih duduk di ranjang dan mulai membuka ponsel. Melihat hari, Pasha baru ingat biasanya ada siaran langsung dari selebgram bernama Kejora. Namun, di ponselnya tidak ada pemberitahuan kalau Kejora sedang melakukan siaran langsung. Apa tertinggal?

Akhirnya Pasha membuka DM Instagram. Tanpa berpikir panjang ia mengetik sesuatu untuk Kejora. Setelah terkirim, Pasha menunggu jawaban sembari melihat feed gadis itu. Rata-rata isinya promosi dan tutorial mekap. Pasha menekan salah satu video. Bibirnya mengembang sempurna. Hangat meraba secara pelan-pelan.

Pasha masih ingat bagaimana wajah Kejora saat pertama kali melihatnya. Benar-benar lucu. Ketika berhasil berinteraksi dengannya, Kejora meninggalkan kesan menarik di hati Pasha. Ia makin penasaran dengan gadis itu.

"Sha, mau kopi nggak?" Sena bersuara lagi setelah lama terdiam.

"Boleh."

"Ya udah, gue cari dulu di bawah, ya!"

Pasha mengiakan.

Ketika Sena lenyap di balik pintu, Pasha membaringkan diri. Mencoba memejamkan mata. Namun, mata itu kembali terbuka ketika mendengar bunyi ponsel beberapa kali. Masih dengan berbaring, Pasha menyalakan ponselnya. Ternyata ada beberapa orang yang menandai akunnya pada komentar siaran langsung Kejora. Seketika Pasha terbelalak.

Punggung lelaki itu tegak. Tanpa berpikir panjang Pasha meminta bergabung di siaran langsung itu. Dua menit kemudian, Kejora menerimanya.

Melihat wajah Kejora yang terkejut, lagi-lagi Pasha tak bisa berhenti tersenyum. Beruntung tidak lama, gadis itu mulai menguasai medan. Menyapa Pasha, kemudian menanyakan hal-hal tentang artis. Pasha merasa nyambung.

"Kamu sendiri ada kepikiran nggak jadi artis?" Akhirnya Pasha memiliki kesempatan untuk bertanya pada Kejora.

Sebelum menjawab, Kejora menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. "Sebenarnya ada, tapi sama Abah belum dibolehin karena masih kuliah."

"Tapi, bisa lho kuliah online kalau kamu mau."

"Ya, gimana, ya ... Abah maunya aku selesaiin pendidikan dulu. Kan, tanggung sebentar lagi lulus. Nanti kalau aku udah lulus kata Abah boleh mau ngapain aja."

"Tapi bener kalau kamu udah lulus mau jadi artis?"

"Ya, tergantung. Kan, belum tentu aku bisa akting."

Pasha menyandarkan ponselnya di lampu meja setelah merasakan tangannya kebas. "Coba sekarang kamu akting di depan aku."

Mata Kejora membulat. "Hah?"

"Aku mau lihat kamu beneran ada bakat di sana apa nggak. Gimana penggemarnya? Setuju nggak kalo Kejora akting malam ini?"

Komentar yang mengatakan setuju langsung berdatangan. Menghadirkan kembang api kecil di hati Pasha.

"Mau akting apa?" Gadis itu tergagap.

"Coba ceritanya kamu marah-marah ke aku gara-gara chat kamu lama dibalesnya."

"Marah-marah, ya?"

Pasha mengangguk. "Iya."

Kejora mengulum bibir, memperbaiki duduknya, lalu berdeham sebentar.

"HP kamu hilang? Atau kuotanya habis? Aku chat dari dua jam yang lalu nggak dibales-bales. Kamu tahu nggak, sih, aku khawatir sama kamu. Kamu, tuh, ya, bisanya cuma bikin aku kesel terus. Kapan sih mau ngerti?"

"Oke!" Pasha mengangkat kedua jempolnya. "Keliatan ekspresinya."

"Serius?"

"Iya."

Kejora menutup mulutnya menahan tawa. Mau tak mau Pasha menarik kedua sudut bibirnya membentuk bulan sabit. Interaksi kali ini menghadirkan rasa baru di hati Pasha.

Pasha mulai terpesona 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pasha mulai terpesona  ....

Sky Full of Stars - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang