Sembilan Belas - Jajanan Murah

182 41 36
                                    

Sembilan Belas - Jajanan Murah






Kejora tidak menyangka jika kini nomor Pasha berada di antara daftar kontak ponselnya. Masih terbayang dengan jelas saat Pasha meminta nomornya duluan. Ini artisnya, lho, yang inisiatif. Kalau penggemar lainnya jangankan meminta nomor yang sifatnya privasi, follback pun meski sudah jungkir balik tidak akan pernah digubris oleh si artis. Dewi keberuntungan sepertinya berpihak kepada Kejora.

Begitu urusan dengan kelas dan dosen selesai, Kejora kembali membajak dapur rumah Dara. Kali ini ia akan membawakan cilor ke lokasi. Tadi pagi Kejora sempat bertanya apa makanan kesukaan Pasha, tapi laki-laki itu hanya menjawab 'makanan enak'. Bagi Kejora, semua makanan di dunia ini enak-enak, kecuali kalau sudah basi. Karena itu, cilor menjadi opsi. Sekalian memperkenalkan jajanan khas Bandung kepada orang Jakarta.

"Kamu yakin mau bawa sebanyak ini ke lokasi?" Mata Dara membulat saat Kejora menutup box berisikan tiga puluh tusuk cilor.

"Yakin, dong. Nanti kita bagi-bagi aja ke kru."

Dara menurut saja. Toh dirinya hanya modal tempat. Bahan, minyak goreng, gas, sampai bensin pun yang membeli Kejora. Fee dari paid promot, kan, selalu banyak. Setiap kali Kejora mendapatkan endorse, baik Dara maupun Naya kecipratan uangnya. Kejora tak pernah melupakan kedua temannya.

Honda Beat yang dikemudikan Dara berhasil membawa Kejora ke lokasi. Usai memarkir motor dengan benar, mereka berdua bergegas mendekati set. Namun, langkahnya terhenti saat seorang perempuan menghadang jalannya, memasang wajah tidak suka. Kejora tahu namanya. Rosa.

"Halo," sapa perempuan itu dengan alis terangkat sebelah. Matanya mulai menguliti Kejora dari ujung rambut sampai ujung kaki. Seringai muncul setelah itu.

Merasa diperhatikan, Kejora melirik pakaian serta celananya. Dia tidak salah kostum, kok.

"Kalian, kok, sering ke sini, ya? Nggak tau malu banget."

"Lah, emang kenapa kalo kami sering ke sini?" sahut Dara.

"Ya, nggak sopan aja. Kalian, kan, bukan siapa-siapa di sini. Ini tempat buat artis, kalian mending ke dapur aja, bantuin tim konsumsi masak. Kalian cocok jadi pembantu."

"Siapa yang cocok jadi pembantu, Ros?"

Kejora dan Dara mendongak, sedangkan Rosa memutar tubuhnya sembilan puluh derajat. Matanya terbelalak melihat kemunculan Kevin.

"Jangan ngomong kayak gitu. Nggak baik, lho."

"Kok lo belain mereka?"

"Aku nggak belain siapa-siapa." Kevin tersenyum. "Lo nggak tau dia siapa?" lanjutnya seraya menunjuk ke arah Dara. "Dia anak yang berkuasa di sini, lho. Lo mau nanti dia pulang terus ngadu ke bapaknya, terus besoknya ada paku di dalam badan lo? Kalo gue, sih, nggak mau, ya. Hiiih."

Mendengar itu, sontak Rosa mengusap kedua tangannya. Ia berdigik ngeri, kemudian pergi dengan wajah ketakutan. Kevin geleng-geleng.

"Biasa, orang kalo udah kena star sindrom bakal kayak gitu," kata Kevin setelah Rosa benar-benar hilang dari pandangan.

Dara berdecih. "Tau gitu nggak usah ngefans sama dia!"

Kevin terkekeh. Kemudian beralih menatap Kejora. "Pasha lagi ke musala kayaknya. Dia udah ketinggalan salat Zuhur."

Gadis itu mengerjap. Dia sudah tahu Pasha muslim, tapi mendengarnya beribadah di sela-sela syuting memberikan kesan tersendiri di hati Kejora.

Mata Kevin beralih ke box berukuran sedang yang dibawa Kejora dan Dara. "Itu kalian bawa apa?"

Sky Full of Stars - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang