Empat - Kabar Baru dari Pasha

430 58 16
                                    

Empat - Kabar Baru dari Pasha




"Neng, ayo cepet!"

"Sebentar, Ambu!" teriak Kejora sembari memasang softlens sebelah kiri.  Hari ini ada kelas pagi. Sialnya Kejora baru tidur pada pukul dua dini hari dan lupa memasang alarm. Alhasil gadis itu bangun kesiangan. Beruntungnya sedang tidak salat. Saat mengecek ponsel, ternyata Langit sudah meneleponnya sebanyak sembilan belas kali sejak Subuh. Tidak hanya telepon, Langit juga mengirim banyak pesan yang menyuruhnya bangun.

Begitu melihat jarum jam menunjukkan angka enam lebih lima belas menit, Kejora bergegas bangun dan mandi kilat. Kelar mandi, ia hanya melakukan serangkaian skin care dasar, tidak ada ritual duduk berjam-jam di depan cermin seperti biasa. Bisa pakai softlens saja sudah syukur meski harus mendengar gedoran pintu dari luar. Namun, tak perlu khawatir, Kejora bisa dandan di atas motor sambil jalan ke kampus.

Dirasa sudah rapi, Kejora mengambil tas selempangnya dan lekas membuka pintu kamar. Ambu langsung geleng-geleng melihat putrinya.

"Kasian Langit nanti digigit semut gara-gara nungguin kamu."

"Semut teh mikir-mikir kalau mau gigit dia, orang kurus kering begitu."

"Huss, Neng!"

Kejora menarik tangan ibunya untuk dicium.

"Nggak sarapan dulu?" tanya Ambu.

"Nggak bisa. Ini udah jam kritis."

"Makanya kalau malam jangan begadang. Begini akibatnya kalo nggak dengerin apa kata orang tua."

"Abah mana?" Kejora mengalihkan perhatian ibunya.

"Sudah pergi ke rumah Pak Kasim. Katanya ada kru film yang mau syuting di sini."

Telinga Kejora seketika tegak setelah mendengar kata syuting film keluar dari bibir Ambu. "Ambu tahu nggak artis mana yang mau syuting di sini?"

"Ya Ambu mana tahu, Neng. Udah sana berangkat!"

Tak mau membuat Ambu makin kesal, Kejora lantas bergerak menghampiri Langit yang sudah menunggu di luar.

"Yuk, berangkat!"

Semula lelaki yang terpaku pada layar ponsel mendongakkan kepala. Namun, beberapa detik setelahnya menunduk lagi, meneliti penampilan Kejora dari bawah. Flat shoes warna kuning membungkus tungkai kakinya, kemudian baggy pants orange panjang menutup seluruh kaki Kejora. Makin ke atas, Langit dapat melihat kaus hijau polos dipadu dengan kemeja flanel kotak-kotak hitam melekat pada tubuh gadis itu. Kalau boleh menebak, pasti Kejora asal mengambil pakaian di lemari. Belum lagi rambutnya diikat asal, wajah masih bersih dari mekap.

"Kamu yakin ke kampus kayak gitu?"

Kini giliran Kejora yang menunduk dan baru menyadari warna pakaiannya tabrak lari.

"Eh, kalau gitu aku—" Kejora hendak masuk lagi ke kamar, tapi Langit berhasil menarik tangannya.

"Udah nggak ada waktu, Jor. Aku udah ditunggu sama Pak Dody, kamu juga katanya ada kelas pagi, kan?"

Kejora mencebik sembari mengentakkan kedua kakinya. "Iiih, masa kayak gini!"

"Nggak papa. Yang penting masih sopan. Udah, ayo!"

Langit menarik tubuh Kejora menuju sepeda motornya. Lalu memasangkan helm ke kepala gadis itu. Kejora pasrah. Moodnya seketika anjlok hanya gara-gara warna pakaiannya yang mencolok.

"Pelan-pelan jalannya!"

Seolah memiliki kamus bahasa Kejora, Langit sudah hafal makna dari kalimat barusan. Kalau Kejora minta pelan-pelan, artinya gadis itu akan melakukan ritual dandannya di atas motor. Akan tetapi, tidak mungkin motornya jalan seperti siput di saat Langit juga mengejar waktu?

Sky Full of Stars - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang