Bab 26 : Rajanya Modus

Start from the beginning
                                    

Membaca kegugupan istrinya, Syam mendekat, menarik pelan tubuh Tisha dan memeluknya dengan dekapan yang menenangkan.

"Apa yang mengusik pikiranmu, My Queen?"

Tisha meneguk liurnya, belum berminat memeluk Syam balik. Pelan tapi pasti, ia membuka mulut mengeluarkan suara.

"Pak Syam ... aku ... aku mau tanya sesuatu tentang Alif."

Syam mengerutkan keningnya cukup dalam, merasa ganjal dengan kalimat yang keluar dari bibir istrinya. Seperti ada sesuatu yang berbeda, tapi Syam tak kunjung menyadarinya.

"Iya?" Syam mengendurkan pelukan
Membingkai wajah cantik istrinya, menatap intens kedua manik mata tersebut.

"Luka lebam yang ada di lengan Alif ... siapa yang buat?"

Tisha memang sudah tahu sebelumnya karena Alif telah menceritakan semuanya. Namun ia hanya ingin memastikan lewat papanya langsung, sebab Syam sendiri yang mengizinkan.

"Mama-nya," jawab Syam tanpa beban seolah tak mau lagi menyembunyikannya lebih lama. Toh, Tisha pun sudah mengetahui apa yang sebenarnya terjadi kepada Alif.

"Mbak Vanya?" Tisha nampak ragu.

Syam mengangguk disertai wajah yang mulai timbul guratan kesedihan. Lelaki itu menunduk saat rasa bersalah itu kembali hadir.

"Ini salah saya ...." gumam Syam, menurunkan tangannya yang sempat membingkai wajah Tisha.

"Saya kira dia benar-benar berubah."

Tisha menggeleng pelan, tak setuju ketika Syam menyalahkan dirinya sendiri. Satu tangannya refleks terulur menyentuh pipi Syam.

"Ini bukan sepenuhnya salah Pak Syam. Kejadian sekarang ... biar jadi pelajaran untuk masa yang akan datang."

Bibir Syam perlahan tertarik membentuk senyuman manis. Ditatapnya dalam kedua netra sang istri dengan mata yang berkaca-kaca. Tisha menarik tangannya dari wajah Syam lantas tersenyum canggung.

Detik berikutnya, Tisha mengajukan pertanyaan lagi masih dengan ekspresi gugup. 

"Kalau ... suatu saat Pak Syam harus memilih antara aku atau Alif. Kira-kira ... siapa yang akan Pak Syam pilih?"

Syam cukup terkejut dengan pertanyaan kali ini. Tak biasanya Tisha membahas hal seperti sekarang.

Namun, Syam berusaha mengerti. Walaupun sebenarnya ia sangat penasaran dengan apa yang Tisha dan Vanya bicarakan siang tadi. Syam harus menahan diri, mungkin nanti Tisha mau bercerita dengan sendirinya.

"Gak akan ada yang saya pilih. Karena kamu dan Alif, masing-masing punya ruang khusus di hati saya."

***

Tengah malam, Tisha dipaksa bangun dari tidur nyenyak. Belaian lembut di pipi kirinya sangat menganggu acara istirahatnya. Alhasil karena telinga mendengar bisikan-bisikan tapi belum terlihat wujudnya, Tisha membuka kelopak matanya perlahan-lahan.

Tisha berusaha menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya akibat lampu kamar yang menyala terang seluruhnya. Sosok yang pertama kali ia lihat adalah seorang lelaki berhidung mancung, beralis tebal, sorot matanya teduh, dan memiliki garis rahang yang tegas. Tidak lain dan tidak bukan, lelaki itu adalah Hisyam Al-Ghifari.

Syam masih menggunakan piyama tidurnya dengan lengkap. Satu tangannya membawa sebuah piring yang di atasnya terdapat lima cupcake dengan hiasan meses warna-warni.

"Ciee ... yang sekarang umurnya udah dua puluh dua," kata Syam bersuara rendah dibarengi senyum jahil.

Tisha menutup kelopak matanya dengan malas, lalu ia menarik selimut hingga menutupi wajah kucelnya.

HISYAMWhere stories live. Discover now