Dare delapan

406 27 0
                                    

°°°

Ops! Esta imagem não segue nossas diretrizes de conteúdo. Para continuar a publicação, tente removê-la ou carregar outra.

°°°

Zehra menghela napas panjang cara jalan berbeda di tujukan gadis berambut panjang itu seraya memasuki kelas tempatnya melakukan pembelajaran. Seperti biasa. Kelas ramai ia dapati, jangan heran semua sekolah pasti begini bentukannya. Zehra menunduk malam semalam ia tidak bisa fokus, sebab kejadian memalukan di kantin kembali ia ingat sungguh ia tidak tau bagaimana bisa menghadapi semua ini. Hari ini saja Zehra tak kuasa melihat orang-orang di koridor atau di kelasnya.

Zehra mendongak hendak menuju bangku dekat dengan jendela itu, yang pasti Daisy belum menampakan bibir cerewetnya itu. Tidak aneh anak itu lebih sering datang terlambat.

"Hai!" Sapa seseorang menempati bangku yang bisa diduduki Daisy. Seragam tidak di masukan tanpa dasi serta gelang hitam yang selalu ia pakai, benar-benar menyalahi aturan. Mentang-mentang cucu pemilik sekolah, Dia bisa melakukan apapun sesuka hati. Di sekolah ini tidak mengistimewakan siswa atau siswi selain mereka berprestasi. hanya mungkin terkenal oleh guru dan para OSIS itu saja. Siapa lagi jika bukan Si Arlon.

"Kangen gak?" Lanjutnya senyum manis itu terbentuk dengan ikhlas pada wanita tidak tau malu seperti Zehra. Posisinya membalikan lalu bersandar pada kursi kayu tersebut menatap Zehra. Gadis beransel pink itu menggeleng pelan. Apa-apaan Arlon malah mengganggunya lagi?

"N--Ngapain?" Tanya Zehra kebingungan. Zehra memang terkenal tidak terlalu banyak bicara, tidak seperti sang sahabat Daisy dan Violet. Lebih pendiam dari mereka apalagi jika bersama banyak laki-laki rasanya jarang gadis ini dekat-dekat lelaki, kecuali sahabat masa kecilnya Alvin serta adiknya Rasion.

"Gak tau. Pengen liat Lo aja. Kayanya kangen," cengirnya terdengar seperti fuckboy cap buaya, jika wanita lain akan jerit-jerit melihat aksi Arlon, Berbeda dengan Zehra rasanya sangat ilfeel. Dia akui Arlon itu tampan tapi, melihatnya seperti ini semakin membuatnya tidak nyaman.

Lelaki berambut kribo yang sedang memegang ukulele membuat peluit dari jemari lalu di masukan ke mulut, seolah menyoraki aksi Arlon. Alan sendiri hanya diam di memainkan game di ponselnya, ikut-ikutan bersorak, "pepet-pepet teros Lon, biar kagak kabur!" Ejek Alan melirik sekelas lalu kembali menatap layar ponselnya.

Arlon menyeret satu bangku untuk Zehra setelah itu, menepuknya mengisyaratkan Zehra untuk duduk. Gadis itu tidak tau harus apa, ia tidak mau menjadi pusat perhatian lagi. Benar-benar kesalahan terbesarnya melakukan Dare itu pada Arlon yang terkenal sangat berani, iyap berani membuat masalah di manapun dan kapanpun. Zehra menghela napas duduk di bangkunya tanpa menghiraukan Arlon. Zehra pikir dia akan capek sendiri karena mengganggunya.

"Diem Lo. Nanti calon istri masa depan gue kabur lagi," sahut Arlon terus menatap Zehra dengan kedua alisnya naik turun, menggodanya. Cewe mana yang tidak kesal, jika orang akan tersanjung tetapi, tidak dengan Zehra.

"Sanah, ngapain liat-liat! Terus ngapain juga di sini? Kelas Lo disebelah 'kan?" Sinis Zehra. Dengan terpaksa menarik kursi yang berdekatan dengan jendela. Tepat di samping kursi yang di duduki Arlon.

ZERLON [END]Onde histórias criam vida. Descubra agora