ADAPTATION - 9

4.9K 511 18
                                    



"Ada apa sih?"

Harya menggelengkan kepalanya seraya memeluk pinggang Gista semakin erat. Keduanya kini sudah ada di dalam ruangan yang khusus hanya boleh dimasuki oleh Harya, Naresh, Jerome dan Reksa beserta para istri atau teman-teman dekat mereka yang lain. Biasanya ruangan itu hanya dipakai jika mereka berempat sedang ingin berkumpul atau istirahat sejenak saat sedang pusing dengan kerjaan masing-masing. Didalamnya ada banyak fasilitas yang bisa mereka gunakan seperti sofa bed, televisi 52 inci, PS5, kulkas besar berisi beraneka ragam minuman mulai dari yang beralkohol hingga susu, serta rak berisi makanan instan dan cemilan. Setiap bulan, keempat pria itu selalu menyisihkan sebagian penghasilan mereka untuk membayar semua fasilitas didalamnya.

Gista yang terpaksa harus duduk di sofa dengan Harya yang juga ikut berbaring sembari memeluk perutnya itu pun hanya bisa menghela nafas. Beruntung jadwal untuk melihat proyek rumah itu diundur jadi lusa karena sang pemilik sedang berada di Kualalumpur jadi Gista bisa izin untuk kembali ke kantor sedikit lebih telat daripada biasanya. Dan tentu saja, Nicole lah yang menjamin bahwa semuanya akan baik-baik saja selama dia berada di luar.

Dan setelah makan siang bersama dan melaksanakan sholat dzuhur di salah satu restoran dan masjid yang tak jauh dari La Reverie, Harya dan Gista berakhir di dalam ruangan yang cukup sakral bagi semua karyawan di kafe itu.

"Kenapa hei? Dari tadi lo uring-uringan sendiri terus tapi nggak mau cerita soal masalahnya." tegur Gista lagi sambil mengusap-usap rambut Harya.

"Tadi gue abis ngobrol sama Jessie," ucap Harya lirih membuat usapan lembut Gista pada rambutnya terhenti sebentar tapi tak lama kemudian tangan itu bergerak lagi. "Dia minta maaf terus ngajakin gue balikan masa."

"Terus lo galau karena bingung antara pengen balikan sama nyadar kalau lo udah nikah?" tanya Gista.

Harya mengangkat kepalanya untuk melihat ekspresi polos yang tergambar jelas di wajah Gista. Tak ada ekspresi cemburu sama sekali yang terlihat di wajahnya dan hal itu membuat Harya menjadi semakin dongkol.

"Lo nggak ada cemburu-cemburunya banget kayaknya gue liat-liat!" tukas Harya keki.

Gista terkekeh. "Dimana-mana cowok tuh paling gerah kalau ceweknya cemburuan, tapi lo malah mau dicemburuin. Aneh."

Harya mengerucutkan bibirnya lalu kemudian dia mengubah posisinya menjadi berbaring dan menjadikan paha Gista sebagai bantalnya. Sedangkan Gista sendiri tetap mengusap-usap rambut Harya dengan gerak lambat, berusaha untuk menenangkan pria itu dengan sentuhan yang lembut. Seperti yang pernah dibilang Harya sebelumnya bahwa pria itu memang lebih menyukai sebuah afeksi dalam bentuk sentuhan, dan itu sudah sering ia tunjukkan bahkan sejak mereka masih kecil hingga dewasa seperti sekarang. Tak ada sentuhan lain yang mampu membuat Harya tenang selain sentuhan dari ibunya dan Gista.

"Apa yang Jessie bilang ke lo sampe lo ngerasa setakut ini?" tanya Gista akhirnya setelah mereka sama-sama terdiam dan menikmati afeksi itu selama hampir 10 menit.

"Dia bilang katanya dia mau berusaha melakukan segala cara buat balik sama gue," jawab Harya akhirnya dengan mata terpejam. Rasa takut itu kembali menyerang hatinya namun sentuhan Gista berhasil menghalaunya dengan baik. "Mungkin itu terdengar childish dan berlebihan, tapi Jessie pasti akan melakukan itu. Dia akan melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang dia mau."

"Dan kenapa lo harus takut?"

Harya terdiam sembari berpikir sejenak lalu kemudian dia menatap Gista dalam-dalam. Jujur dia bukan takut karena akan jatuh kembali ke dalam pelukan Jessie. Dia tidak akan mungkin meninggalkan Gista hanya untuk kembali pada seseorang yang telah menghancurkan tak hanya hatinya, tapi juga rencana dan impiannya. Melepaskan berlian seperti Gista hanya untuk sebuah batu kerikil seperti Jessie? Well, Harya tidak sebodoh itu.

ADAPTATION (✔)Where stories live. Discover now