ADAPTATION - 7

4.7K 522 59
                                    



Papa dan mama Harya adalah tipe orang tua yang sangat sayang dan perhatian sekali pada anak-anaknya. Itu sebabnya mereka selalu berusaha menyisihkan setidaknya satu hari dalam seminggu untuk menghabiskan waktu bersama ketiga putranya, entah itu untuk jalan-jalan atau sekedar mengobrol santai di rumah. Sang papa, Handi, sangat menyukai hal yang berhubungan dengan alam sejak kecil karena ayahnya sering mengajaknya naik gunung atau menyelam di laut. Hobinya itu pun tersalurkan dengan baik begitu dirinya beranjak remaja dan juga menurun langsung pada Kaisar dan Harya.

Sedangkan Namira, sang mama, lebih menyukai hal-hal yang berbau seni. Namira juga sangat suka membacak buku dan memiliki bakat melukis dan menulis. Namun dia memilih untuk fokus melukis saja sampai akhirnya dia berhasil membuat pameran lukisannya sendiri bahkan setelah dia melahirkan ketiga anaknya. Bakat menulisnya? Tentu saja menurun pada Marka.

Handi dan Namira juga tidak pernah melarang ketiga putra mereka untuk melakukan hal yang mereka sukai. Ketika Harya menyatakan keinginannya untuk menjadi musisi, keduanya pun memberikan dukungan sepenuh hati asalkan Harya memang benar-benar serius dengan mimpinya itu. Dukungan yang sama juga mereka kerahkan kepada Marka yang ingin menjadi penulis dan memiliki usaha penerbitan bukunya sendiri, juga Kaisar yang ingin bekerja di bidang pertambangan seperti sang papa.

Namun khusus untuk pernikahan, Handi dan Namira cukup ketat untuk melakukan seleksi, terutama Namira tentunya. Menjadi satu-satunya perempuan didalam keluarga serta memiliki 3 anak laki-laki yang tampan, pintar serta memiliki masa depan yang cukup cerah, tentunya dia tidak ingin mereka mendapatkan calon pendamping hidup yang salah. Dan untungnya, semua menantunya sekarang adalah tipe-tipe perempuan yang sangat ia sukai dan sesuai dengan keinginannya, Jadi ia tidak perlu khawatir lagi jika ketiga putranya tidak diurus dengan baik oleh mereka. Sedangkan Handi orangnya sangat fleksibel dan dia juga sangat percaya bahwa ketiga putra kebanggaannya itu tidak akan mungkin salah memilih pasangan.

"Bang?"

Harya yang sedang asyik menghisap rokok di bangku halaman depan rumah pun menolehkan kepalanya begitu dia mendapati sosok papanya yang meski sudah menua namun ketegasan suara serta perawakan tegapnya tetap melekat pada penampilannya itu.

"Oh pa, sini." Harya berpindah ke bangku yang satunya agar sang papa bisa duduk bangku bekasnya tadi. Handi meletakkan segelas kopi susu buatannya di meja.

"Bagi sebatang dong." bisik Handi sembari menoleh ke arah pintu, memastikan bahwa Namira tidak sedang mengawasinya.

"Dih emang boleh sama mama?" Harya tertawa meledek namun tetap memberikan kotak rokoknya pada sang papa.

"Mumpung mama lagi asyik ngerumpi sama Gista." Handi ikut cengengesan. "Jangan bilang-bilang loh ya!"

"Wets wani piro pa? Dimana-mana kalau rahasia mau aman itu kudu ada bayarannya tau."

Handi berdecak dan nyaris menjitak kepala Harya yang langsung mengindar sambil tertawa geli. Sejak dirinya masuk rumah sakit karena infeksi paru-paru beberapa bulan yang lalu, Handi memang sudah dianjurkan oleh dokter untuk mulai mengurangi kebiasaan merokoknya malah kalau perlu berhenti sekalian. Namira pun juga sudah melarangnya untuk merokok dan memperingatkan Kaisar, Marka dan Harya untuk tidak memberikan izin sang papa untuk menyentuh rokok lagi.

Yah tapi namanya juga laki-laki, melanggar aturan mungkin memang sudah menjadi kebiasaan mereka sejak muda.

"Satu batang aja, pa. Kan papa udah nggak boleh ngerokok lagi sama dokter." tegur Harya begitu dia membakar ujung rokok sang papa dengan pemantik miliknya.

"Disuruh kurangi, bukannya nggak boleh lagi." balas Handi kalem.

"Ya tetep aja intinya mah nggak boleh. Cuma bahasanya doang yang diperhalus."

ADAPTATION (✔)Where stories live. Discover now