tiga puluh lima

7K 533 14
                                    

"MAMAH!!" Bara mengguncang lengan itu, namun tubuh itu tetap tidak merespon apapun.

"Mah!" Air matanya turun tanpa diminta, tangannya tak henti-hentinya bergerak mengguncang tubuh sang mamah.

Dadanya terasa sangat sakit, baru beberapa saat lalu ia bercengkrama dengannya. Apakah ia sedang bermimpi? Tapi kenapa seburuk ini?

Bara mendongak, menatap siapapun yang berada disana. "Grey tolong panggilin dokter!"

Hening...

"Grey!" Seru bara saat tak mendapat jawaban.

"Tunggu Bara mah! Bara panggil dokter." Bara bergegas melangkah keluar namun ia ditahan oleh Harsa.

"Bara!" Tegur Harsa menahan lengan putranya itu.

"Lepasin pah! Bara mau panggil dokter!" Bara melepaskan tangan Harsa yang masih menahannya.

"Bara! Sadar!" Harsa beralih menangkup wajahnya, setelahnya turun ke bahunya dan mengguncangnya pelan. "Sadar!"

"Pah, mamah Bara butuh dokter! Dia harus disel-"

"BARA!" Bentak Harsa berhasil membuat Bara diam, dadanya naik turun tak beraturan.

"Pah..."

"Mamah kamu udah meninggal Bara!" Tekan Harsa.

Bagai ditusuk ribuan pisau, hatinya hancur sehancur hancurnya. Air matanya kembali menetes, tanpa sadar kepalanya menggeleng.

Untuk pertama kalinya bagi Alena, melihat seorang Bara menangis. Biasanya laki-laki itu akan selalu menutupi air matanya, dihadapan siapapun ia selalu terlihat kuat.

Harsa segera memeluknya, "Jangan gini."

Sementara itu Rafi berjalan mendekati Alena, meraih tangannya lalu membawanya keluar dari sana. Alena hanya diam, tak kuasa menolak maupun memberontak.

"Masuk." Rafi membuka salah satu pintu yang tak jauh dari ruangan tempat Dera dirawat.

Alena menggeleng, hal itu membuat Rafi menghela napas. "Kenapa?"

Alena mendongak menatap tak percaya orang didepannya itu, bagaimana bisa ia bertanya seperti itu? "Gapapa." Jawabnya, berniat berbalik namun Rafi menahannya dan memaksanya masuk ke ruang rawat itu.

"Jangan egois Len!" Bisik Rafi menekan setiap kata kemudian ia keluar, menutup pintu itu dan meninggalkan mereka.

Alena melihat Rosa yang sedang duduk di kursi rodanya, menghadap kearah jendela. Punggung wanita itu terlihat bergetar, sesekali tangannya bergerak menghapus air matanya.

'aku egois ya mah?'

Perlahan tapi pasti Alena mulai melangkah, merentangkan kedua tangannya memeluk tubuh Rosa dari belakang. Tangis keduanya pecah saat itu juga.

"Mah maafin aku." Alena menarik napasnya dalam-dalam, menyeka air matanya yang mengalir dengan derasnya.

"Maafin mamah juga sayang, mamah gak ada niat bohongin kamu. Mamah cuman gak mau kamu pergi tinggalin mamah saat kamu tau semuanya." Rosa menangkup wajah putrinya, menghapus air matanya lalu tersenyum. "Jangan pergi..."

Terlihat ragu namun akhirnya Alena mengangguk, tangannya terulur menghapus air mata Rosa. "Mamah udah tau tentang Tante Dera?" Tanyanya pelan.

Ekspresi Rosa terlihat berubah, wanita itu menunduk. "Tadi Tante Dera kesini sayang, dia minta maaf sama mamah. Dia juga titip salam buat kamu."

"Ternyata dia pamit sayang." Lanjutnya.

"Kamu dari mana? Gak luka kan?" Tanyanya mengalihkan pembicaraan.

AFIA or ALENATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang