EP.4 | Part 4

Mulai dari awal
                                    

Gol! Tim Teknik mencetak 1 angka.

Bola mulai ditendang lagi. Pran berhasil merebutnya lagi, tapi Korn memeluknya dari belakang dan membanting badan ke samping. Keduanya terjatuh dan bola berhasil direbut tim Teknik kembali. Saat bola berada di tangan Pat, giliran Pran yang memeluk dan membawanya terjatuh ke rumput. Bola lalu dikuasai tim Arsitektur hingga ke tengah gawang.

Skor 1-1.

Pertandingan berlangsung semakin sengit. Bola berpindah berulang kali. Pemain saling memeluk, menghadang, mendorong, dan terjatuh berulang kali. Saat bola berada di tangan Pat, Pran memeluknya sangat erat dari belakang, pelukan yang bertahan bahkan ketika bola sudah direbut oleh Korn. Butuh waktu beberapa detik bagi Pran untuk menyadari tindakannya dan segera melepaskan tangannya yang melingkari tubuh Pat.

Pat yang menyadari hal itu tak mau kehilangan kesempatan untuk menggoda Pran. "Jika kau memelukku seerat ini, kau seperti menganggapku sebagai kekasihmu." Pat mengedipkan satu matanya lalu berlari menjauh.

Sial. Pran tak bisa melakukan serangan balik. Ia hanya menggelengkan kepalanya sambil terengah-engah.

Pertandingan terus berlangsung hingga Pat melihat Pran yang baru saja dihantam oleh pemain tim Teknik sampai terjatuh dan tak segera kembali bangun. Dengan wajah khawatir Pat berlari mendekat untuk melihat keadaan Pran. Tapi saat ia sampai dan mengulurkan tangan untuk membantunya bangun, pemuda itu malah duduk dan bangkit sendiri dengan wajah menantang. Pran berjalan menjauh meninggalkan tangan Pat yang terjulur ke udara. Kekhawatiran di wajah Pat belum hilang saat Pran yang berjalan memunggunginya mulai memegangi bahu kirinya. Pat masih ingat, itu adalah titik memar yang didapat Pran dari hasil latihan Rugby terakhir bersama tim Arsitektur. Pat bahkan sempat membantu Pran mengusapkan salep ke bagian itu dengan tangannya sendiri.

Pat mulai menoleh dan menemukan Korn. "Biar aku yang menghalangi Pran," katanya sambil merangkul dan berbisik ke telinga sahabatnya itu. "Kau kasih tahu ke yang lain, aku yang akan menanganinya."

"Oke." Korn lalu berlari ke posisinya setelah melakukan tos dengan Pat. Sementara Pat, tak sedikitpun melepaskan pengawasan matanya dari Pran.

Pran sedang berlari bersama bola dalam lengannya. Pat bersiap menghalangi di depannya dengan hati-hati. Tapi sahabatnya yang tak bisa diajak kompromi itu berlari dari belakang melewati Pat dan menghantam Pran hingga terjatuh di atas rumput.

Bola terlepas dari tangan Pran, tapi ia tidak bangkit kembali. Matanya terpejam kesakitan, tangannya memeluk bahu yang masih memiliki luka memar di dalamnya. Permainan terhenti sesaat. Semua mata tertuju padanya.

"Pran. Sakit, nggak?" Wai berlari menghampiri sahabatnya.

Tak jauh dari tempat Pran tergeletak, Pat berdiri mematung memandangi Pran yang tergeletak kesakitan.

"Bahunya? Apakah kamu sanggup?" Wai membungkuk lalu memegangi tangan. "Biarkan aku membantumu berdiri."

Pran akhirnya dapat kembali berdiri dan mulai melangkah pergi.

"Hei. Apa yang baru saja kau lakukan?" Pat segera menghampiri dan mendorong bahu Korn.

"Apa yang salah denganmu? Kau memiliki kesempatan untuk menjegalnya tapi kau tidak melakukannya." Korn protes.

"Tapi kan sudah kubilang aku yang akan menanganinya."

"Kau kerasukan apa sih, Pat? Hah?"

Pat tidak menanggapi pertanyaan terakhir Korn. Ia meninggalkan sahabatnya yang bingung dan kelelahan itu untuk mengejar Pran. "Hei, kau."

Pat hanya ingin menanyakan kondisi Pran, tapi si monyet albino itu menghalangi jalannya. Pat menatap matanya, tapi Wai memberinya tatapan yang lebih tajam dan mengancam. Akhirnya Pat hanya membuang napas dan berbalik pergi.

BAD BUDDY SERIES (Hanya Teman)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang